Aksi Bela Al-Qur’an Buah Keimanan Melawan Ketidakadilan

69
Vivi Kurnia Sari
Vivi Kurnia Sari

Berawal dari sebuah video yang tersebar cepat di media sosial.Dalam video tersebut memperlihatkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok nampak menggelar blusukan dan berdialog dengan masyarakat Kepulauan Seribu terkait Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta.Saat itu ia meminta agar seluruh masyarakat untuk tak terpengaruh dengan berbagai tanggapan mengenai dirinya. “Jadi enggak usah pikirin. ‘Akh! Nanti kalau enggak kepilih, pasti Ahok programnya bubar’. Enggak! Saya masih terpilih (menjabat) sampai Oktober 2017,” ucap Ahok.

Vivi Kurnia Sari
Vivi Kurnia Sari

Selanjutnya, Ahok menyelipkan pernyataan terkait penggunaan surat Al Maidah ayat 51 dengan statusnya sebagai non muslim, “Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu enggak pilih saya. Dibohongin pakai surat Al Maidah ayat 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu.” tegas Ahok.Ahok mengungkapkan agar masyarakat tidak perlu percaya kepada pihak yang menjadikan surat Al-Maidah ayat 51 menjadi alasan untuk tidak memilihnya.

Pernyataan Ahok dalam video tersebut langsung mendapat respon dan reaksi keras dari umat muslim. Masyarakat menilai Ahok telah melakukan penistaan terhadap ayat al-Qur’an serta telah melakukan penghinaan kepada para ulama yang dengan tegas menyatakan haram hukumnya bagi umat Islam yang memilih dan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.

Reaksi Akibat Penundaan Kasus Ahok

Bentuk reaksi dan keseriusan umat Islam sangat nampak akan kasus ini. Mulai dari banyaknya petisi, aksi di tiap daerah, hingga upaya pelaporan ke pihak berwajib oleh berbagai elemen termasuk diantaranya oleh Advokat Cinta Tanah Air (ACTA)pada Kamis (6/10/2016) dan disusul Kelompok masyarakat dari Pemuda Muhammadiyah pada hari Jumat (7/10/2016), termasuk Majeis Ulama Indonesia (MUI). Para ulama bergabung dengan berbagai elemen masyarakat mendesak agar Ahok dapat segera ditangkap dan diadili.Mereka mengatakan akan tetap mengikuti prosedur hukum di Indonesia dan tak akan main hakim selama laporan dan tuntutan mereka dapat diproses segera dalam waktu dekat.

Menanggapi berbagai laporan tersebut,Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan :”Saat ini Pak Kapolri (Tito Karnavian) belum mengeluarkan surat edaran baru terkait itu. Tapi jajaran sudah paham apa yang harus dilakukan, kita tidak mau ya jadi semacam itu (alat),” kata Boy di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (7/10/2016).

Boy menjelaskan bahwa dalam pilkada serempak pada 2015 lalu, Polri memang menunda sementara proses penyidikan kepada calon kepala daerah yang dilaporkan atau tersangkut kasus pidana tertentu. Menurutnya, penundaan dilakukan hingga proses pilkada berakhir. Hal ini dilakukan untuk memastikan netralitas Polri dalam pelaksanaan pilkada.Polri tidak boleh diperalat untuk kepentingan politik kata Badrodin saat itu.

“Apa-apa, termasuk Perkap (peraturan kapolri), yang dikeluarkan di era Pak Badrodin tidak berakhir meski saat ini sudah berganti kapolri, kecuali ada aturan lain yang mengubah. Kalau belum diubah ya tetap berlaku yang lama,” lanjut Boy.(netralnews.com, 7/10/2016).

Respon Keras Umat Islam

Pernyataandari Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mendapat respon dari berbagai kalangan. Salah satunya KH Abdullah Gymnastiar, dimana beliau berpesan kepada Presiden Jokowi agar tidak memandang remeh kasus penistaan agama yang dilakukan  Ahok dan meminta keseriusan Jokowi sebab kasus Ahok juga sangat serius. Beliau mengatakan :”Sungguh besar harapan kepada pak Jokowi, pak Presiden Indonesia yang ditemui saudara Ahok sebelum datang ke polisi pasti memahami ini bukan perkara sederhana. Cukup satu ayat saja, ayat Allah pemilik jagat semesta diremehkan pasti dampaknya seperti ini,” kata Aa Gym seperti dikutip dari Republika, Senin (31/10/2016).

Selain tanggapan Aa Gym, respon dari umat Islam juga bermunculan dengan seruan #TangkapAhok yang dilakukan beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya adalah Aceh, Nusa Tenggara Barat (NTB), Makassar, Kendari dan berbagai wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia, termasuk juga Bangka Belitung yang merupakan tempat perekaman video viral Ahok.

Di Jakarta sendiri aksi pertama dilakukan tepat hari Jumat, 28 Oktober 2016.Dalam aksi tersebut peserta bergabung dari berbagai organisasi Islam maupun elemen masyarakat dengan satu tujuan, yaitu menuntut ketegasan dari pihak kepolisian untuk dapat segera menindaklanjuti laporan atas kasus penistaan yang dilakukan Ahok.Peserta aksi memberikan jangka waktu selama satu minggu, jika tuntutan mereka tidak segera ditindaklanjuti sebagaimana mestinya, maka mereka mengancam akan melakukan aksi yang jauh lebih besar dengan melibatkan lebih banyak lagi kaum muslimin yang bukan hanya dari Jakarta, namun juga datang dari berbagai kota di Indonesia.

Waktu Seminggu Berlalu Tanpa Kejelasan

Benar saja selepas satu minggu pelaporan kasus atas penistaan dan penghinaan yang dilakukan Ahok justru tak kunjung menemui titik terang.Membuat seluruh kaum muslimin Indonesia akhirnya bersatu untuk melakukan aksi susulan #BelaQuran.Aksi ini sangat luar biasa menghimpun umat Islam dari berbagaidaerah, organisasimaupun latar belakang yang diperkirakan melibatkan 120.000 jiwa.Begitu besarnya jumlah peserta aksi yang hadir dengan serempak menggunakan pakaian putih-putih, memperlihatkan lautan putih manusia yang begitu luar biasa.

Namun malang, aksi yang dilakukan secara damai ini tidak mencapai tujuan. Paserta aksi tidak berhasil menemui Jokowi di Istana Negara.Tuntutan merekapun tidak dapat disampaikan secara langsung sebab Jokowi yang tak berada di tempat.Hal tersebut membuat para peserta aksi sedikit kecewa.

Aksipun berlanjut hingga malam hari, dimana sebelumnya sempat diwarnai ketegangan antara pihak polisi dengan beberapa peserta aksi.Namun setelah diselidiki ternyata mereka adalah para penyusup yang sengaja ingin membuat suasana menjadi ricuh, bahkan diantaranya justru beragama non Islam yang langsung diamankan oleh pihak Front Pembela Islam (FPI).Ketegangan sempat bisa dikendalikan, namun tak lama kemudian berlanjut dengan penyemprotan gas air mata yang dilakukan pihak kepolisian yang berusaha memukul mundur peserta aksi yang ricuh.Korban mulai berjatuhan, termasuk diantaranya Ust.Arifin Ilham yang mengalami tembakan peluru karet pada lengan kirinya, Syekh Ali Jaber, Ust.Bachtiar Nasir dan para ulama yang diserang gas air mata oleh polisi,sehingga mengharuskan untuk mendapat perawatan medis.Disusul korban lainnya yang juga harus mendapat perawatan pihak medis.

Hukum Buatan Manusia Tak Tuntaskan Masalah

Puncak dari aksi #BelaQuran ini menjadi fakta yang benar-benar menyakitkan bagi umat Islam di Indonesia.Aksi yang sebenarnya merupakan bentuk unjukrasa meminta keadilan dari penguasa atas kasus penistaan yang dilakukan oleh orang kafir justru berbuntut pada jatuhnya korban.Hal ini jelas semakin menyakiti perasaan umat dengan  menambah rentetan fakta yang ada bahwa hukum di Indonesia sungguh tak adil dan tebang pilih.

Masih teringat dalam bayangan kasus pembakaran masjid di Tolikara yang dilakukan oleh non muslim. Saat itu sungguh cepat dan tangkapnya presiden dalam menanggapi kasus tersebut. Tempat beribadah kaum muslim dibakar, namun yang diundang untuk dimintai keterangan justru pihak pelaku. Bahkan mereka disambut dengan hangat dan jamuan makan siang langsung dari presiden Jokowi saat itu.Setelah itu mereka lepas begitu saja tanpa ada jeratan hukum yang diberikan.

Berbanding terbalik dengan kasus saat ini, umat muslimtak minta hidangan makansiang dari istana seperti layaknya menjamu para tersangka pembakar masjid Tolikara. Tidak sama sekali, cukuplah mereka disambut dan diberikan kepatian bahwa kasus Ahok akan segera diproses tanpa lama. Namun sebaliknya, umat Islam merasa sangat terciderai dengan sikap dari presiden Jokowi.Upaya damai yang dilakukan untuk mengeluarkan aspirasi agar kasus Ahok segera diusut tuntas, justru tak disambut hangat seperti halnya pelaku pembakaran masjid Tolikara. Padahal yang mendatangi Jokowi adalah korban bukan pelaku yang jumlahnya ratusan ribu berjalan kaki dari masjid Istiqlal hingga menuju Istana Negara dengan damai, namun justru tak mendapat respon baik

Hal ini membuat sebagian masyarakat semakin sadar, bahwa Jokowi telah berbuat kedzoliman yang nyata dan sangat besar kepada kaum muslimin.Sehingga aksi yang tadinya hanya menuntut Ahok segera diperiksa, justru berbuntut pada keinginan yang kuat bagi peserta aksi melengserkan Jokowi dari jabatannya. Revolusi kembali diteriakan oleh para peserta aksi yang masih bertahan dengan jumlah yang tidak sedikit

Marahlah dan Bela Agamamu

Marah menjadi hal yang dilarang dalam islam jika hal tersebut didorong oleh sentimen etnis, kelompok, golongan atau kebangsaan (’ashabiyah), sebab semua itu hanya bersumber dari hawa nafsu dan setan.
Maka Islam sebagai agama yang sempurna tentu mempunyai aturan tentang marah.Marah bukan hanya boleh, bahkan harus saat kehormatan Allah SWT dan Rasul-Nya dilanggar.Baginda Rasulullah SAW pun bisa marah, tentu semata-mata karena Allah SWT. Dalam satu riwayat menyatakan bahwa: “Sesungguhnya Nabi SAW tidak pernah marah terhadap sesuatu. Namun, jika larangan-larangan Allah dilanggar, ketika itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi rasa marahnya” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Kemarahan dalam kasus Ahok ini akan menjadi pembeda antara mereka yang beriman dan munafik, yang beriman tidak akan pernah rela kitab suci dinista, ulamanya dihina. Tidak, mereka akan terus berupaya dan tak sedikitpun melakukan pembiaran meskipun tekanan terus datang bahkan nyawa mereka harus melayang. Sedang bagi mereka yang munafik, mereka justru akan terus bermanis muka dengan orang kafir, pura-pura lupa, buta dan tuli ketika al-Qur’an dinista dan ulama dihina. Ketika orang-orang menuntut keadilan justru mereka mencibir bahkan menghina orang-orang yang turut dalam aksi #BelaQuran ini.

Maka sungguh ancaman dan balasan dari Allah kepada golongan munafik ini begitu luar biasa, seperti yang terdapat dalam firman-Nya :
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka”. (T.Q.S.An-Nisa 4 :145).

Semoga kita semua dapat mengambil hikmah besaratas kasus ini. Bahwa hukum di Indonesia sungguh tidak adil dan tak akan pernah adil selama masih berstandar pada manusia, sebab semua jelas syarat akan kepentingan si pembuat hukum dan yang berkuasa. Sehingga sungguh hanya hukum yang datangnya dari Allah SWT yang mampu menyelesaikan segala bentuk problematika yang ada.Dialah Allah yang menciptakan segala sesuatu dan karenanya hanya Allah SWT yang berhak mengatur seluruh kehidupan manusia dalam hal terkecil hingga yang terbesar, dari tidurnya manusia hingga bangunnya dari tidur.Bahkan dalam hal bangun serta mengurus negara Islam punya aturan dan solusinya.

Wallahu a’lam bishawab

 

Oleh :Vivi Kurnia Sari
Penulis Merupakan Mahasiswa Poltekkes Makassar dan aktivis MHTI Chapter Kampus UMI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini