Belum lekas sesak asap ditambah lagi sesak putusan “Kembalikan senyum kami…!”

59
Belum lekas sesak asap ditambah lagi sesak putusan “Kembalikan senyum kami…!”
Irwan Saputra

Kemarin sebelum menjabat sebagai gubernur di kota pusat pemerintahan. Ia disanjung sebagai  wali kota berkualitas luar biasa, kemarin menjelang dan pasca terpilih sebagai pemimpin nasional bersama para dinastinya, ada sekian buku tentang dirinya yang diperdagangkan. Terlebih dari semua itu tak kalah oleh media yang menjadi langganan komersial akan sebuah elektabilitas seorang tokoh yang di jadikan pruduk siap pakai katakanlah, yah apa lagi kalau bukan serbaneka sanjungan, baik mengenai – anggaplah prestasi si pemimpin waktu lampau maupun tentang  keyakinan bahwa ia juga akan gilang gemilang membawa Indonesia kemasa kejayaan dengan program nawacitanya yang begitu menggiurkan, namun realitas berkata lain.

Belum lekas sesak asap ditambah lagi sesak putusan “Kembalikan senyum kami…!”
Irwan Saputra

Indonesia yang kini di bawanya menggelepar. Berbagai optimisme yang sempat diudarakan kelangit sekarang terempas ke parit. deretan peristiwa yang begitu pahit dialami pemberi kepercayaan semenjak Ia duduk disinggasana kekuasaan yang dihantar dengan tepuk tangan riuh. Entah kasus “papa minta saham” reshuffle kabinet, memanasnya hubungan cecak dan buaya hingga kasus “asap yang tak di rindukan”

Sangat menarik kasus asap yang tak di rindukan ini, dengan gumpalan araknya di atmosfer Kalimantan, sumatera dan sekitarnya selama beberapa bulan yang akhirnya menimbulkan korban jiwa serta sempat menghantar Indonesia keranah hukum internasional atas kasus ini beberapa bulan lalu.

Yang paling menyakitkan adalah satu pekan yang lalu, rabu 30 desember 2015 telah di langsungkan resepsi penegakkan keadilan di meja hijau tepatnya di pengadilan negeri (PN) Palembang sumatera selatan, yang dipimpin oleh majelis hakim Parlas Nababan dengan hasil vonis bebas untuk PT Bumi Mekar (BMH), meski didakwa telah membakar 20.000 hektar hutan, tetapi anak perusahaan milik konglomerat Eka Tjipta Jaya, Sinar Mas Grup ini di bebaskan dari segala tuntutan dengan dalih bahwa pihak penggugat dalam hal ini kementrian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK) tak bisa membuktikan PT BMH telah menyebabkan adanya kerugian ekologi’ seperti adanya unsur hara dan kehilangan keanekaragaman hayati denga demikian, perbuatan melawan hukum PT BMH tidak dapat dibuktikan, serta lanjut ketua majelis hakim mengatakan  selama ini BMH telah menyediakan alat pengendali kebakaran dan dalam pertimbangan hakim bahwa “kebakaran di wilayah konsesi tergugat tidak menyebabkan kerusakan lingkungan sekalipun lahan yang terbakar juga masih bisa ditanami”. Masyarakat pun menilai putusan hakim telah  merenggut sisa sisa senyum rakyat dengan  menabuh  rasa ketidakadilan terutama rakyat yang menjadi korban selama berbulan bulan. Entah apa yang ada dipikiran hakim sehingga membebaskan PT BMH dari tuntutan penggugat, hanya dengan beberapa alasan diatas.

Belum lagi akibat dari pembakaran hutan dan lahan selama 2015 menyebabkan Indonesia menjadi sorotan dunia karena kabut asap yang menyebar  hingga ke beberapa Negara. Kerugian material akibat pembakaran hutan dan lahan ini mencapai USD16,1 miliar (sekitar rp 225,4 triliun dengan kurs rp 14.000).

Mungkin masyarakat kurang mengerti soal hukum, tapi paling tidak mereka mengerti sekali bagaimana deritanya bernafas dikepungan asap, belum sembuh rasa sesak itu di tambah lagi sesaknya ketika mendengar putusan hakim, mereka hanya bisa mengurut dada ketika mendengar putusan itu.

kalau enggan berkata sungguh naif Penguasa negeri ini, yang seakan akan tak peduli akan nasib rakyat sekarang ini ataupun kurang memikirkan nasib rakyart di masa akan datang kelak. Masyarakat dibuatnya bingung, lalu kemana lagi rakyat untuk mengharapkan kesejahteraan. Para penguasa seolah olah membuat tembok besar agar kehidupan mereka tidak tersentuh. Mereka menolehkan kepala keluar hanya bila mereka ingin meyakinkan kekuasaan mereka. Tak sadar, tembok tembok itu membuat mereka terpencil. Mereka tak lagi mendengar suara suara keluhan, ratapan, dan tangisan yang setiap detik terdengar.

Ya Tuhan ada apa dengan para abdi masyarakat itu? Bukankah meraka dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat? Buakankah mereka para hakim adalah tangan-MU di dunia? Mungkin telah begitu rusak  negeri ini hingga para elit elit di kursi kekuasaan dan penegak hukum  berbuat setega ini kepada orang orang kecil tak berdaya, yang segelintir dari mereka hendak memenuhi kebutuhan perut dengan terpaksa mengambil dedaunan milik perusahaan, mengambil tiga biji buah kakao, atau mengambil sesachset rinso di minimarket lalu mereka di adili katanya, lalu divonis dengan hukuman kurungan dan semisalnya dengan dalih penegakan hukum, sementara penegakkan keadilan terhadap tikus tikus licik dan  para tangan Tuhan bersama konglomerat pembakar hutan sangat tidak sebanding dengan kesalahan orang orang yang tak berdaya.  Maka tidak salah pernyataan yang mengatakan “Hukum tajam kebawah, tumpul keatas” Begitulah kehidupan sebagian rakyat bangsa ini, meraka hanya punya sedikit kebahagiaan meskipun kadang kala dirampas.

Kami sedih karena kami mencintai negeri ini. Sewaktu duduk dibangku SMA mungkin kita sering merintih saat pelajaran sejarah di kelas dulu, karena terharu dengan pengorbanan orang orang berhati besar yang rela menebus kemerdekaan negeri ini dengan harta dan jiwa mereka. Sebagian besar dari mereka bahkan tak sempat menikmati secuil pun hasil kemerdekaan. Mereka tahu itu. Mereka menyadari itu. Mereka paham bahwa mereka mungkin tak akan sempat menikmati kemerdekaan. Namun mereka tetap memilih berjuang karena kecintaan mereka pada negeri ini dan anak cucu mereka kelak. Setahun sekali kita merayakan hari kemerdekaan dan mengenang jasa orang orang gagah itu lewat upacara hari ulang tahun kemerdekaan republik Indonesia dan terkadang menyanyikan salah satu lagu nasional yakni lagu pilihan PADAMU NEGERI
Padamu negeri kami berjanji !!!
Padamu negeri kami berbakti !!
Padamu negeri kami mengabdi,,,
Bagimu negeri jiwa raga kami,,,!

Semua orang tahu bahwa tidak semua yang menyanyikan lagu kebanggaan ini khususnya di Istana Negara sana atau di istana istana provinsi dan daerah kabupaten sana mencintai negeri ini. Dan aku tidak begitu yakin kalau bangsa ini dikelola oleh penyelenggara Negara yang mendukung kepentingan rakyat.Yah boleh dikata lain dimulut lain di lapangan, saya agak ragu kepada sebagian dari mereka “lebih mencintai yang lain” katakanlah partai politik mereka, atau jabatan mereka masing masing dari pada mencintai bumi pertiwi ini.

Maka demi keadilan bagi ratusan ribu rakyat yang selama ini menederita akibat kebekaran dan (demi) harga diri bangsa kami berharap pemerintah sesegera mungkin melakukan banding dan atau upaya hukum  lainnya jika perlu presiden yang terhormat menyatakan sikapnya dalam kasus ini untuk mengembalikan senyum rakyat Indonesia karena kami rakyat Indonesia tak butuh senyum manis dengan kepolosanmu ketika pada saat yang sama fakta pahit yang harus ditelan bangsa ini hingga ratusan juta masyarakat kehilangan senyum mereka.

 

Irwan Saputra

(Mahasiswa penerima beasiswa cerdas sultraku Fakultas Agama Islam, syariah  UNISSULA)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini