Cinta Segitiga Asrun-Amirul-Hugua

132
Panas Dingin di Gelanggang Pilgub Sultra
Panas Dingin di Gelanggang Pilgub Sultra

Panas Dingin di Gelanggang Pilgub Sultra Panas Dingin di Gelanggang Pilgub Sultra

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Tenggara (Sultra) 2018 memasuki babak dimana titik-titik kepentingan politik mulai menemukan “cinta”. Perjodohan insan-insan yang sempat terpisah dan pertautan dengan partai politik mulai membentuk sketsa pertarungan penuh saing.

Sorak-sorai pendukung masih tetap membahana di kolom-kolom komentar media sosial, percakapan warung kopi, obrolan jual beli di pasar, sampai perbincacangan di rumah-rumah warga. Topiknya sederhana, tentang siapa berpasangan dengan siapa dan partai ini itu mengusung siapa.

Sketsa awal ini ditandai dengan mengerucutnya arah partai-partai yang memiliki jumlah kursi mayoritas di DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). PAN yang memiliki kursi terbanyak 9 kursi dan cukup untuk pintu pencalonan mengarah ke Asrun (meski kader PAN lainnya Tina Nur Alam belum menyerah).

Lalu, Golkar dengan koleksi 7 kursi dan Nasdem 3 kursi sudah merekomendasikan pasangan Ali Mazi – Lukman Abunawas. PDIP yang memiliki 5 kursi juga sudah mengambil arah dengan merekomendasikan kadernya sendiri Hugua. Hugua diberi keleluasaan untuk maju sebagai calon gubernur (01) atau calon wakil gubernur (02).

Dengan demikian, yang sudah memegang kunci pintu pencalonan adalah Asrun dan Ali Mazi-Lukman Abunawas. Hanya saja Asrun belum memfinalisasi pasangannya. Kader PPP (2 kursi) Amirul Tamim yang “ditembak” sebagai pendamping belum menyatakan kesiapan maupun penolakan secara terbuka. Dalam posisi ini, cinta Asrun masih digantung.

Cinta lain bagi Asrun adalah kader PDIP Hugua yang dikabarkan dalam waktu dekat ini akan menggelar pertemuan politis. Keduanya sangat mungkin menemukan titik mufakat sebab Hugua yang memiliki kursi lebih sedikit bersedia maju sebagai 01 ataupun 02. Dari sisi pengaruh-mempengaruhi “perkawinan” keduanya adalah representasi dua kekuatan besar partai mayoritas.

Partai-partai lainnya masih mengamati untuk bergabung di dua gerbong besar itu atau membuat gerbong sendiri. Yang sangat memungkinkan untuk membuat gerbong sendiri adalah Demokrat (6 kursi) atau bisa juga PKS (5 kursi). Gerbong bisa terbentuk maka harus cukup minimal 9 kursi koalisi dari Gerindra (4 kursi), Hanura (3), dan PKB (1).

Namun bila partai-partai itu masuk dalam barisan dua gerbong besar tadi maka kandidat-kandidat lain yang mengaharap jalur partai terancam hanya duduk di bangku penonton atau paling tidak sesekali naik panggung sebagai penggembira.

Dan di balik panasnya perebutan restu partai, yang tak boleh dilupa adalah pencalonan jalur perseorangan/independen. Dari jalur ini yang sudah menyatakan gerakan adalah Wa Ode Nurhayati. Kandidat lain belum ditahu karena bisa saja secara diam-diam mempersiapkan maju di jalur ini apabila pintu semua partai politik telah tertutup.

#Asrun-Amirul-Hugua

Asrun merupakan figur daratan (sebutan untuk pulau Sulawesi) yang mencari pasangan dari wilayah kepulauan (Muna-Buton). Pilihan terbaik adalah menggandeng Amirul (mantan walikota Bau-Bau dan kini jadi anggota DPR RI) ataukah Hugua (Mantan Bupati Wakatobi). Dua tokoh kepulauan itu memiliki kelebihan dan kekurangan yang dapat mempengaruhi jalannya pertarungan kelak.

Amirul unggul dalam hasil akhir pertarungan. Ia dua periode menjadi Walikota Bau-Bau dan mewariskan pembangunan yang masih diminati dan dikenang. Hal itu pulalah yang menjadi salah satu alasan mengapa ia terpilih pada Pilcaleg 2014 lalu sebagai anggota DPR RI. Saat ini ia lantang dan fokus menyuarakan pemekaran Provinsi Kepulauan Buton di Senayan.

Capaian tak memuaskan bagi Amirul adalah kalah pada Pilgub 2012 (mendampingi Buhari Mata) dan tak mampu mewariskan tahtanya untuk saudara kandungnya Amril Tamim ketika Pemilihan Walikota Baubau 2013. Belum lagi persoalan PPP yang saat ini masih terbelit perpecahan di pusat dan di daerah dengan motor penggerak Romahurmuzy dan Djan Faridz.

Sementara, Hugua merupakan mantan Bupati Wakatobi yang juga terpilih dua periode. Warisan pembangunan yang turut melejitkan namanya adalah sukses mencitrakan Wakatobi sebagai destinasi wisata berkelas dunia. Posisinya pun di PDIP tingkat provinsi adalah sentral sebagai ketua.

PDIP memiliki struktur partai yang tak bisa dipandang sebelah mata karena merupakan pemegang kendali pemerintah pusat saat ini. Perlu dicatat bahwa gubernur nonaktif Nur Alam dan wakil gubernur Saleh Lasata akan mengakhiri masa jabatannya pada Februari 2018, dengan demikian pemerintah provinsi akan diambil alih pusat dengan menurunkan penjabat ataupun pelaksana.

Kader dan pengurus partai berlambang banteng moncong putih itu tersebar merata di jazirah Sultra. Sejumlah kepala daerah merupakan pengurus struktural PDIP yaitu Bupati Muna LM. Rusman Emba, Bupati Buton Utara Abu Hasan, Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat, dan Bupati Buton Tengah Samahuddin.

Di balik kekuatan partai itu, Hugua sesungguhnya lekat dengan kekalahan. Dimulai dari Pilcaleg 2014, sebagai ketua partai ia tak mampu mengantarkan kader PDIP meraih kursi di Senayan, saat itu yang maju adalah istrinya sendiri, Ratna Lada. Lalu catatan kekalahan paling krusial pada Pilkada Wakatobi 2015, ia tak mampu mengantarkan penerusnya (Haliana) untuk memimpin Wakatobi.

Dengan begitu, persandingan politik antara PAN-PDIP lebih terlihat raksasa dibanding PAN-PPP. Rincian kekuatan mesin politik PAN dapat diamati dari koleksi kepala daerahnya yaitu Walikota Kendari Adriatma Dwi Putra, Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa, Bupati Bombana Tafdil, Pelaksana Tugas Bupati Buton La Bakry, Walikota Bau-Bau AS. Tamrin, dan Bupati Muna Barat LM. Rajiun.

Total kolaborasi PAN-PDIP ada di 10 daerah meliputi wilayah daratan dan kepulauan dari 17 kabupaten/kota se-Sultra. Belum lagi jika ditambah jaringan keluarga Asrun, Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga.

Kendati di antara kepala daerah itu pastilah ada yang membelot, bagaimanapun juga sebagai orang nomor satu di daerahnya, bupati/walikota memiliki pengaruh yang sangat besar karena menguasai infrastruktur birokrasi dan memiliki pengikut yang loyal.

Dari sisi chemistry (rasa kecocokan) sepertinya Asrun lebih srek dengan Amirul, terlihat dari beberapa pernyataan Asrun yang menyatakan keinginan berpasangan namun terhambat sikap Amirul yang menggantung. Sedangkan dengan Hugua, cengkrama keduanya begitu bersahabat saat satu panggung dalam kegiatan PKS “leadership talk” Maret 2017 lalu.

Tali-temali percintaan politik akan menghasilkan ikatan entah itu Asrun-Amirul ataukah Asrun-Hugua. Dinamika politik yang begitu cair, lelehannya tentu kemana-mana, bisa ke cinta segitiga dan boleh jadi cinta berterpuk sebelah tangan sehingga perlu dikandang paksa. (A)

(Berita Terkait : Panas Dingin di Gelanggang Pilgub Sultra)

(Beirta Terkait : Panas Dingin di Gelanggang Pilgub Sultra Part 2)

(Berita Terkait : Panas Dingin di Gelanggang Pilgub Sultra Part 3)

 

Penulis : Muhamad Taslim Dalma
Editor : Tahir Ose

1 KOMENTAR

Tinggalkan Balasan ke herfin Batal membalas

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini