Demi Membantu Orangtua, Anak Ini Rela Menjadi Tukang Pikul

387
Nain (Kiri), Alif (Tengah Kiri) yang menjadi tukang pikul di Pasar Basah Mandonga Kendari dan dua teman bermainnya. (Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)
Nain (Kiri), Alif (Tengah Kiri) yang menjadi tukang pikul di Pasar Basah Mandonga Kendari dan dua teman bermainnya. (Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)
Nain (Kiri), Alif (Tengah Kiri) yang menjadi tukang pikul di Pasar Basah Mandonga Kendari dan dua teman bermainnya. (Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)
Nain (Kiri), Alif (Tengah Kiri) yang menjadi tukang pikul di Pasar Basah Mandonga Kendari dan dua teman bermainnya. (Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Alif, bocah 12 tahun, tak memikirkan berat beban di pundaknya demi memikul barang milik pembeli di Pasar Basah Mandonga, Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Menjadi tukang pikul di pasar, ia bertekad mengurangi beban orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sesekali Alif berteriak “pikul- pikul”, sambil menawarkan jasa kepada para pembeli di Pasar Basah Mandonga.

Alif menuturkan, uang dari hasil memikul diberikan kepada ibunya untuk memenuhi keluarganya. Ibu Alif bekerja membantu pemilik warung makanan di pasar itu. Sedangkan ayahnya menjadi tukang ojek.

Sehari-hari, dia mendapatkan uang sebesar Rp 30.000 sampai Rp 40.000. Menjadi pemikul barang dilakoni baru tiga bulan, namun sempat berhenti dan baru kembali aktif lagi sebulan ini.

“Uangnya saya kasih mama dulu, nanti mama yang kasih ke saya lagi untuk jajan,” ungkap Alif ditemui di Pasar Basah Mandonga, Selasa (23/11/2016).

Dijelaskan Alif, orang tuanya melarang anaknya untuk bekerja menjadi tukang pikul. Namun, ia meyakinkan kedua orang tuanya bahwa ia ingin membantu mereka. Selain itu, warung yang dijaga ibunya bukanlah milik mereka.

“Mau diapa dih, untuk beli beras dengan sayur,” kata Alif malu-malu.

Dia juga mengungkapkan, pekerjaanya ini tidak mengganggu aktifitas sekolahnya. Sebab, pekerjaannya itu dilakukan sepulang sekolah mulai pukul 11.00 sampai 15.00 Wita. Setelah itu, Alif mengaji sore. Malam hari, dia belajar dan mengerjakan tugas dari sekolahnya.

Orang tua Alif berasal dari kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Dia memiliki tiga kakak laki-laki dan perempuan. Dia bercerita, kakak pertamanya bekerja sebagai tukang ojek, sedangkan dua kakaknya yang lain saat ini sedang bersekolah. Kakak keduanya juga sempat menjadi pemikul belanjaan di pasar, tetapi sekarang berhenti.

Bekerja dan tetap sekolah, Alif bercita-cita menjadi pegawai bank.

Kondisi yang sama juga dilakukan Nain (13). Sudah 1 tahun menjadi tukang pikul di Pasar Basah Mandonga, Kendari. Dalam sehari ia bisa meraih uang berkisar Rp 100.000. Uang dari hasil memikul itu digunakan untuk membeli kebutuhan keluarganya seperti beras, sayur, dan ikan.

Ayahnya bekerja sebagai penjaga Bilyard dan ibunya hanya ibu rumah tangga. Uang yang dia dapat dari memikul diberikan kepada orangtuanya.

Nain putus bersekolah, namun dia memiliki keinginan untuk tetap menuntut ilmu pendidikan di bangku sekolah. Layaknya anak-anak sebayanya.

“Saya pernah sekolah sampai kelas enam. Tapi nda lanjut lagi,” kata dia.

Pekerjaan memikul dilakukan mulai pagi hingga sore hari. Nain mengungkapkan, orang tuanya tidak melarang dirinya untuk menjadi tukang pikul. Orang tua Alif berasal dari Bau-Bau. Ia memiliki seorang adik, sedangkan kakaknya sudah meninggal.

Selayaknya anak seusia Alif dan Nain bisa menikmati masa kecil dengan bermain bersama teman sebayanya, namun karena kondisi ekonomi keluarga, mereka terpaksa membanting tulang untuk membantu orangtuanya agar asap dapur tetap mengepul. (B)

 

Reporter : Sitti Nurmalasari
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini