Dua Orang Ahli Pidana Beri Penjelasan Sidang Praperadilan Gubernur Sultra

87
Sidang : Ahli Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda saat memberikan keterangan dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Kamis (6/10/2016). (Foto : Rizki Arifiani/ZONASULTRA.COM)
dua-orang-ahli-pidana-beri-penjelasan-sidang-praperadilan-gubernur-sultra
Sidang : Ahli Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda saat memberikan keterangan dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Kamis (6/10/2016). (Foto : Rizki Arifiani/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Tim kuasa hukum Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Maqdir Ismail, menghadirkan tiga orang saksi dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis (6/10/2016).

Ketiga saksi ahli yang dihadirkan yakni Guru Besar Unversitas Padjajaran (Unpad) I Gede Pantja Astawa, Ahli Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda dan ahli pidana dari Unpad Romli Atmasasmita. Namun Romli tak sempat memberikan keterangam lantaran waktu sudah malam. Ia akan diberi kesempatan pada sidang berikutnya.

Sidang ketiga praperadilan yang dimulai pukul 10.00 ini meminta keterangan saksi ahli untuk memperjelas perkara praperadilan. Salah satu pokok bahasan yang ditanyakan baik dari pemohon (tim kuasa hukum Nur Alam) maupun termohon (Komisi Pemberantasan Korupsi) KPK adalah tentang ranah perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Sebelumnya, perkara IUP PT. Anugerah Harisma Barakah (AHB) telah diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Apabila sudah diuji di PTUN dan sudah memperoleh putusan yang ingkrah maka tidak ada upaya lain selain upaya hukum terhadap putusan itu (peninjauan kembali),” ujar I Gede Pantja Astawa, dalam kesaksiannya sebagai ahli di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Kamis (6/10/2016).

Selain IUP, persoalan lain yang dipertanyakan adalah keabsahan penyelidik dan penyidik. Pantja Asnawa menjelaskan bahwa yang mempunyai kemampuan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan adalah kepolisian.

“Penyelidik dan penyidik pada KPK harus berasal dari instansi kepolisian, yang mana ia diberhentikan sementara dari polisi secara administrasi dan diangkat oleh pimpinan KPK,” ujar Pantja lebih lanjut.

Sementara itu, saksi ahli Chairul Huda saat dikonfirmasi terkait perhitungan kerugian negara, menjelaskan hal tersebut harus dipenuhi dengan bukti.

“Jika belum ada kerugian negara berarti belum memenuhi unsur pasal 2 dan pasal 3 UU korupsi karena kerugian negara harus dibuktikan dengan bukti permulaan yang cukup,” ujar Chairul dalam kesaksiannya.

Terkait pemanggilan dalam proses penyelidikan yang bersangkutan tidak ada paksaan untuk hadir, namun dalam penyidikan seseorang harus memenuhi panggilan tersebut. Artinya jika dalam proses penyelidikan memanggil seseorang untuk mendapatkan keterangan atau klarifikasi namun yang bersangkutan tidak dapat hadir, seyogyanya penyelidik lah yang mendatangi orang tersebut.

“Harusnya penyelidik yang mendatangi untuk mendapatkan informasi keterangan. Ya tidak ada gunanya memanggil karena mereka yang membutuhkan yang mendatangi, bukan yang dibutuhkan yang dipanggil,” terang Chairul lebih lanjut.

(Berita Terkait : Sidang Ketiga Praperadilan Gubernur Sultra, Sejumlah Masa Gelar Aksi di PN Jaksel)

Hingga pukul 18.00 Wib, sidang ketiga praperadilan Gubernul Sultra belum selesai. Pertanyaaan masih berkutat pada pokok bahasan penyalahgunaan wewenang dan proses penyelidikan dan penyidikan.

Untuk diketahui Nur Alam telah ditetapkan tersangka oleh KPK dalam penyalahgunaan kewenangan oleh Gubernur Sultra dalam persetujuan dan penerbitan IUP di wilayah Sultra tahun 2008-2014. Diduga Nur Alam mendapat kick back (imbal balik) dari izin yang dikeluarkan.

Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. (A)

 

Reporter : Rizki Arifiani
Editor    : Rustam

1 KOMENTAR

  1. Tolong ini iklan rumahnya jangan mengganggu tinggal pas di tengah2,sangat mengganggu orang membaca di klik malah terbuka tempat lain.. Kasih di pinggir biar tidak menutupi laman yg mau di baca.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini