Dugaan Korupsi Terminal Rumbia Masih Berproses di Pengadilan Tipikor Kendari

212
ilustrasi dugaan korupsi
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Dugaan korupsi pembangunan gedung Terminal Rumbia, Kabupaten Bombana anggaran tahun 2016 masih berproses di Pengadilan Tipikor Kendari. Namun demikian sidang lanjutan hari ini, Rabu ( 19/12/2018) ditunda karena padatnya jadwal sidang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Bombana, Sahid mengatakan, indikasi kerugian negara dalam kasus itu Rp 249 Juta. Indikasi kerugian negara itu sudah dikembalikan oleh dua terdakwa yakni Aprianto dan Haji Suri.

Proyek itu dikerjakan oleh PT Raihan Anoa Bangunindo dengan nilai kontrak anggaran Rp 3,6 Miliar. Dalam proyek itu Aprianto merupakan Direktur perusahaan (sekarang tidak lagi) dan Haji Suri merupakan mandor di perusahaan itu.

Pengembalian dilakukan dua kali, pertama Rp 10 juta dan kedua Rp 239 juta. Kata Sahid, proses hukum tetap berlanjut sebab pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana.

“Alat buktinya berdasarkan hasil temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tentang indikasi kerugian negara, hanya kita tidak bawa karena ini rencananya melanjutkan sidang tunda sebelumnya,” ujar Sahid di Pengadilan Tipikor Kendari.

Saksi yang sudah dihadirkan di persidangan sekitar 11 orang. Terakhir adalah sidang pemeriksaan kedua terdakwa pada sidang pekan lalu, Rabu (12/12/2018).

BACA JUGA :  Seorang Wanita di Kendari Jadi Korban Salah Tembak Polisi

Dugaan kerugian negara terdapat pada 3 item pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak. Pertama tidak ada sumur bor, paving block tidak sesuai spesifikasi, dan pagar yang tidak sesuai spesifikasi.

Terkait item yang tidak sesuai itu Tim Pengawas Pemeriksa Hasil Pekerjaan (TPPHP) pernah menegur agar dilakukan perbaikan sesuai spesifikasi kontrak. Namun kata Sahid, spesifikasi yang tak sesuai tidak semua diperbaiki oleh perusahaan.

Kedua terdakwa disangkakan melanggar pasal 2 dan pasal 3 undang-undang tindak pidana korupsi nomor 31 Tahun 1999 jo nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.

Saat dikonfirmasi, Aprianto selaku terdakwa mengungkap, kalau berbicara spesifikasi maka berbicara data. Pertama, spesifikasi paving block tidak tertuang dalam kontrak kerja tapi hanya secara lisan bahwa spesifikasi paving bock tipe K200. Yang ada dalam kontrak hanya standar harga paving block.

“Namun setelah digunakan sesuai standar harga, spesifikasi itu dibilang tidak sesuai, sekarang dasarnya mana, kan harus ada dasarnya,” kata Aprianto di Pengadilan Tipikor.

Kedua, soal pagar yang tidak sesuai spesifikasi. Dalam data perusahaan, diameter besi pagar yang digunakan hanya kurang 2 sampai 3 milimeter sesuai dengan batas toleransi. namun yang dituduhkan dalam persidangan bahwa diameter besi pagar itu kurang 5 milimeter.

BACA JUGA :  Ini Penjelasan Polda Sultra Terkait Insiden Salah Tembak di Kendari

Ketiga, kata Aprianto, soal sumur bor memang tidak bisa dibuat di wilayah terminal tersebut karena kondisi rawa-rawa dan dekat laut sehingga air sumur bor bisa asin. Olehnya sempat diwacanakan untuk menghapus item sumur bor tersebut.

“Hanya kesalahan tim teknik kita yang menyusun adendum kontrak, lupa menghapus item sumur bor. Seharusnya itu memang sudah tidak ada. Itu nilainya hanya sekitar Rp 6 juta,” ujar Aprianto.

Lanjut Aprianto, mengenai surat teguran dari TPPHP tidak pernah ada dan tidak dimunculkan dalam persidangan. Yang ada hanya surat teguran dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Namun surat itu tidak pernah diserahkan ke Aprianto selaku direktur perusahaan, dan surat dari PPK itu tidak distempel dinas terkait.

Aprianto juga ragu dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI yang ditunjukkan jaksa dalam persidangan. Sebab LHP itu hanya satu lembar foto copy tanpa detail kekurangan spesifikasi pengerjaan dan tidak ada tanda-tanda bahwa LHP itu benar dari BPK. (a)

 


Reporter : Muhamad Taslim Dalma
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini