Islamofobia Dibalik Pencegahan Radikalisme di Kampus

55

OPINI – Tidak hanya di kota-kota besar, isu terorisme membuat hampir seluruh daerah di Indonesia memberikan perhatian khsusus untuk mencegah atau menangkal segala sesuatu yang dianggap tindak terorisme. Tak terkecuali Kota Kendari, para Mahasiswa yang tergabung dalam Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Sulawesi Tenggara di penghujung tahun 2015 lalu menggelar dialog wawasan kebangsaan. Seperti yang dilansir dari rri.co.id dialog tersebut mengangkat tema “Penguatan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia dalam menangkal tumbuhnya paham radikal yang mengatasnamakan agama di Sultra”.

Nurbaya

Mahasiswa memiliki potensi yang lebih dibandingkan dengan kalangan lainnya baik itu dilihat dari segi fisik yang kuat atau wawasan. Tak heran jika diberbagai kampus akan kita dapati berbagai jenis organisasi dengan visi misi yang berbeda-beda tergantung dari pemahaman atau pandangan organisasi tersebut dalam melihat atau menilai sesuatu. Menyadari bahwa mahasiswa merupakan sasaran utama dalam berbagai pergerakan di Indonesia, Lembaga Indonesia Satu (Lensa) bersama Korps Almni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sultra juga tak mau ketinggalan menggelar dialog publikdalam rangka membantu pencegahan paham radikalisme merasuki para pemuda di Sulawesi Tenggara.

Jika kita kembali melihat definisi Radikalisme adalah “suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan” (Wikipedia bahasa Indonesia).Radikalisme inilah yang nantinya akan berujung pada tindak terorisme. Namun sayangnya semua hal yang berbau radikalisme dianggap erat kaitannya dengan Agama tertentu, padahal jika kita melihat dengan banyaknya kejadian tindak radikal, kekerasan atau bahkan aksi teror yang terjadi bukan karena agama tertentu tetapi karena hal yang lain misalnyakepentingan politik pribadi.

Seorang yang kalah dalam pemilu kemudian menyebab kan aksi pembakaran fasilitas umum oleh para pendukung adalah tindak teror namun para pelakunya tidak disebut sebagai teroris. Berbeda halnya jika pelaku pembakaran tersebut berasal dari organisasi Islam, maka pelaku nya akan dengan mudah nya cap sebagai teroris.

Sebagai korban media, ummat menjadi takut dengan agama mereka sendiri yang kerap kali disangkutkan dengan julukan terorisme. Ditambah lagi Mahasiswa muslim menjadi anti Islam, yang harusnya menjadi garda terdepan dalam mendakwahkan Islam, mereka malah menolak ide yang berasal dari Islam.

Sebagai bukti beberapa mahasiswa yang pernah penulis temui mengakui memilki rasa takut untuk bergabung dalam organsasi Islam karena berbagai alasan seperti larangan orang tua yang sejak awal ketika berangkat dari kampung halaman untuk menimba ilmu di Kendari, mereka telah dipesan untuk tidak bergabung dan mengikuti kajian apapun di Kampus atau luar kampus dengan alasan takut terpengaruh oleh kelompok teroris. Namun adapula yang diberi dukungan oleh orangtua mereka agar bisa menjadi mahasiswa yang tidak sekedar menimba ilmu dunia saja tapi juga dekat dengan Sang Pencipta, Allah swt yang dengan pemahama Islam, mereka bisa menjaga diri dari pergaulan bebas ala barat yang sudah membudaya dikalangan muda mudi saat ini.

Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendar, Yusuf Busro, S.Pd, M.Pd mengatakan bahwa ideologi radikal saat ini sudah mulai nampak aktvitasnya di Sultra tetapi tidak frontal seperti di daerah lain.

Jika seprti itu, alangkah lebih baik menjelaskan aktivitas seperti apa yang dimaksud sebagai paham Ideologiradikal. Muslim mana yang tak gerammelihat ajaran agama Allah swt yang begitu keras melarang menumpahkan darah seseorang yang tidak berdosa malah selalu dikaitkan dengan tindak teror.

Namun sekali lagi, media yang tengah terpengaruh kafir barat dengan tanpa ragu sedkit pun mendukung propaganda islamofobia untuk semata-mata menjauhkan kaum muslim dari ajaran-ajaran Islam yang jika diemban oleh para pemuda Islam akan mengancam eksistensi ideologi rusak yang selama ini mereka cengkramkan di negeri-negeri kaum muslim di seluruh duni.

Lupa kah kita bahwa pemuda-pemuda Islam dimasa lalu pernah mempelopori berbagai kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dimana orang-orang Eropa berbondong-bondong datang ke jazirah Arab untuk menimba berbagai macam ilmu yang hanya ada di wilayah kekhalifahan, mulai dari navigasi perkapalan, ilmu astronomi, matematika, ilmu aljabar, reaksi kimia adalah sebagaian kecil contoh bukti para pemuda Islam yang dididik dengan aqidah Islam yang kuat mampu menjadi kebanggaa dunia.

Maka tak salah jika dikatakan bahwadibalik majunya Negara-negara barat dan Eropa saat ini, semua itu tidak terlepas dari sumbangan peninggalan kejayaan Islam yang dikenal dengan masa kekhilafahan Abbasyah. Lalu bagaimana keadaan pemuda Islam saat ini yang jauh dari Islam? Bisa kita saksikan sendiri mulai dari pelajar setingkat SD, SMP tak sedikit yang telah terpengaruh dengan budaya barat yaitu pacaran bahkan sampai berujung bunuh diri. Naik ke tingkat SMA tawuran antar pelajar, freesex, narkoba seolah tak ada habis nya kita temukan pemberitaan nya di media masa.

Semua itu akibat rendahnya keimanan dan lemah nya akidah Islam yang seharus nya sedari dini ditancapkan dalam diri mereka. Selain itu, disistem demokrasi yang berasaskan kebebasan juga berpengaruh besar, dimana media bebas menayangkan dan menyuguhkan hal-hal yang dapat merusak moral para gnerasi muda saat ini.

Maka Mahasiwa yang memiliki peranan penting sebagai motor penggerak bangkitnya suatu bangsa tak boleh diam saja melihat semua permasalah yang terjadi saat ini. Mahasiswa yang berperan sebagai intelektual akademisi harus lah dibarengi dengan kecerdasan spiritual yang hanya akan terwujud jika mereka tidak hanya sibuk dengan bangku kuliah tapi juga mengkaji Islam secara intensif bukan malah takut untuk belajar Islam dengan alasan menhindari paham radikalisme.

 

Oleh : NURBAYA, S.Pd
Penulis Merupakan Aktivis M-HTI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini