Korem Gelar Upacara Penyambutan 7 Prajurit TNI Satgas Yon Komposit

78
Kepala Staf Korem (Kasrem) 143/HO, Letnan Kolonel (Letkol) Inf Alamsyah saat menyambut ketujuh orang prajurit TNI Yonif 725 Woroagi yang tergabung dalam Satuan Tugas Batalyon Komposit (Satgas Yon Komposit) TNI Kontingen Garuda (Konga) XXXV-A/Unamid (United Nations Mission In Darfur), Selasa (19/4/2016). RANDI/ZONASULTRA.COM

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI– Sebanyak tujuh orang prajurit TNI Yonif 725 Woroagi yang tergabung dalam Satuan Tugas Batalyon Komposit (Satgas Yon Komposit) TNI Kontingen Garuda (Konga) XXXV-A/Unamid (United Nations Mission In Darfur) mengikuti upacara penyambutan di Markas Komando Resor Militer (Korem) 143/Halu Oleo Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Selasa (19/4/2016).

Kepala Staf Korem (Kasrem) 143/HO, Letnan Kolonel (Letkol) Inf Alamsyah mengatakan, upacara yang dilakukan oleh pihaknya merupakan sambutan kepada prajurit terbaik yang telah melaksanakan tugas di Daftur, Sudan. Ketujuh pasukan TNI Kontingen Garuda (Konga) XXXV-A/Unamid tiba di Kendari, pada Senin (18/4/2016) malam kemarin, setelah melakukan misi perdamaian di Darfur-Sudan, Afrika Selatan selama 13 bulan.

“Mereka ini tergabung dalam pasukan XXXV-A/Unamid bersama dengan pasukan 726 dari Makassar. Mereka adalah prajurit pilihan, prajurit terbaik yang telah lulus seleksi, mulai dari tes pisiko, kemudian kesehatan, fisik dan keterampilan khusus yang di persyaratkan pasukan yang akan di berangkatkan,” kata Alamsyah.

Untuk ketujuh prajurit tersebut, Komandan Korem 143/HO telah mempersiapkan reward atau penghargaan. Ketujuh prajurit itu yakni Serka Martinus, Sertu Kristo Tular, Sertu Rispan Rante, sertu Raymond.L, Serda Gilang .A.P, Kopda Amrullah dan Praka Arfan.

“Penghargaan itu tradisi penerimaan pahlawan-pahlawan kita yang terbaik ini, salah satunya mendapatkan penghargaan dari Komandan Korem,” ujarnya.

Sementara itu, Komandan Peleton (Danton) Serka Martinus mengungkapkan, jika selama bertugas di Darfur-Sudan, Afrika Selatan, dirinya bersama 6 orang prajurit lainnya banyak mendapat pengalaman berharga.

“Ketika kita tiba di sana, kita memang sudah tau dari media kalau di daerah sana itu rawan konflik antara saudara sendiri di negeri tersebut. Namun dengan kebudayaan Indonesia yang kami bawa kesana, kami bisa mengambil hati masyarakat di sana sehingga yang terjadi penugasan kami selalu mulus,” katanya.

Selama di Darfur, mereka banyak melakukan patroli-patroli pengamanan di kampung-kampung. Sebab selalu terjadi gangguan dari kelompok pemberontak yang selalu mengganggu masyarakat. Hal itu merupakan cara pemberontak di Durfur untuk menunjukan pemberontakannya kepada pemerintah. (C)

 

Penulis : Randi Ardiansyah
Editor   : Rustam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini