Lahan Pasca Tambang di Kolaka Terbengkalai, Dana Jaminan Reklamasi Diduga Ditilep

338

ZONASULTRA.COM, KOLAKA – Sejak aktivitas pertambangan dihentikan akhir 2013 lalu, hampir semua kawasan hutan di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), dipenuhi kubangan galian tambang yang terbengkali.

Upaya reklamasi yang diamanatkan Undang Undang (UU) pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) juga terkesan disepelekan oleh pemilik perusahaan.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Kolaka Akhmad Yani mengaku, sudah memanggil semua pemilik izin usaha pertambangan (IUP) yang ada di Kolaka untuk menyelesaikan lahan-lahan pasca tambang yang masih terbengkalai. Sayangnya upaya ini ternyata belum memiliki pencapaian yang efektif untuk menyelesaikan sejumlah dampak kerusakan lingkungan, akibat aktivitas pertambangan tersebut.

“Bukan hanya soal reklamasi, tapi juga kewajiban mereka soal izin Jeti dan dana royalti yang belum diselesaikan oleh pemegang IUP di Kolaka,” kata Akhmad Yani, di ruang kerjanya, Senin (9/11/2015).

Penyebab lain menurutnya, kebanyakan pemilik IUP di Kolaka belum punya jaminan reklamasi namun sudah melakukan aktivitas pertambangan. Masalah reklamasi itu muncul, karena pada saat pemegang IUP dapat izin menambang, mereka belum miliki Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan.

“Dengan demikian, kita tidak bisa menghitung berapa jumlah dana jaminan reklamasi yang harus disetor oleh setiap perusahaan. Itu terjadi sebelum terbitnya Perda nomor 10 tahun 2011 tentang dana jaminan reklamasi,” ungkapnya.

Di tahun 2011, Pemda Kolaka  menerbitkan perda yang mengatur dana jaminan reklamasi bagi setiap perusahaan adalah sebesar Rp 75 juta per hektar.

Pemda sendiri tidak bisa memaksa setiap pemegang IUP untuk menyetor dana jaminan itu sesuai Perda Pemda Kolaka. Di sisi lain, para perusahaan itu dituntut untuk  mereklamasi lahan tambang seluas yang dieksploitasinya.

Akibatnya, walau hampir semua perusahaan sudah melakukan reklamasi, namun belum sesuai dengan yang diharapkan, misalnya belum ada penata gunaan lahan dan revegetasi.

“Di Kolaka sudah ada 13 perusahaan termasuk PT Antam yang sudah lakukan reklamasi,” katanya.

Data Distamben Kolaka menyebutkan, dari 13 perusahaan yang sudah lakukan reklamasi lahan pasca tambang, besaran dana jaminan reklamasinyapun rata-rata disetor mulai tahun 2011 lalu. Namun, seharusnya tidak menggugurkan kewajiban perusahaan tersebut untuk melakukan reklamasi.

“Nanti setelah dalam evaluasi ada progres perkembangan reklamasi, baru perusahaan itu bisa mengajukan permohonan pencairan dana jaminan reklamasi yang pernah disetornya ke pemda,” jelasnya.

Dana reklamasi itu sendiri disetor  oleh pemilik IUP ke Pemda Kolaka, melalui rekening bersama yang dibuat oleh pihak bank dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kolaka. Namun besaran dana jaminan reklamasi yang disetor oleh pemegang IUP itu memang tidak sesuai dengan ketentuan Perda nomor 10 tahun 2011.

Misalnya, dana reklamasi milik PT Tambang Rejeki Kolaka yang disetor pada 20 Oktober 2011, dari Rp 3 miliar besaran dana jaminan reklamasi yang ditentukan oleh perda, perusahaan tersebut hanya menyetor Rp 1,3 miliar. Parahnya, dalam data Distamben Kolaka dana itu tersisa Rp 8 juta.

Namun penyebab  berkurangnya dana itu, Akhamd Yani mengaku tidak tau pasti. Dia menduga, salah satu pihak yakni BPKAD Kolaka atau pihak BRI sebagai bank yang ditunjuk untuk menyimpan dana tersebut pasti tau kronologisnya.

“Kalau itu terjadi  (dana berkurang) berarti ada kelalaian di salah satu pihak. BPKAD yang tau persis dimana disimpan dananya,” ujarnya.

PT. Tambang Rejeki, memiliki IUP seluas 47 hektar, namun hingga akhir tahun 2013 lalu, perusahaan ini hanya mampu menggarap lahanya seluas 40 hektar.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini