Lokasi Rawan Longsor, Masyarakat Konsel Persoalkan Pembangunan PLTS Tambeanga

284
Lokasi Rawan Longsor, Masyarakat Konsel Persoalkan Pembangunan PLTS Tambeanga
PLTS - Lokasi Pembangunan PLTS yang mulai longsor. Penentuan lokasi hanya sepihak tanpa ada musyawarah dengan warga Desa Tambeanga Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan. (Foto: Istimewa)
Lokasi Rawan Longsor, Masyarakat Konsel Persoalkan Pembangunan PLTS Tambeanga
PLTS – Lokasi Pembangunan PLTS yang mulai longsor. Penentuan lokasi hanya sepihak tanpa ada musyawarah dengan warga Desa Tambeanga Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan. (Foto: Istimewa)

 

ZONASULTRA.COM, ANDOOLO – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Tambeanga Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang berada di ketinggian dikeluhkan oleh warga sekitar. Pasalnya, lokasi tersebut rawan longsor.

Warga meminta pembangunan PLTS  yang dimulai sejak Maret 2016 itu dihentikan karena banyaknya persoalan, mulai dari penempatan lokasi hingga ganti rugi lahan.

Kepala Desa Tambeanga Harno mengatakan, rumah selter yang diperuntukkan sebagai tempat PLTS tersebut sangat tidak layak. Jika musim hujan tiba, maka lokasi itu selalu longsor. Bahkan rumah warga yang berada di dekat PLTS itu kini sudah tidak ditinggali akibat longsor tahun lalu.

“Lokasi penempatan yang tidak strategis dan tidak efisien sehingga menyulitkan masyarakat yang bekerja dan juga sulitnya mobilitas alat dan peralatan PLTS. Lokasi yang ditempatkan rawan longsor,” ungkap kepala desa yang baru dilantik pada Juni 2016 lalu itu, Senin (29/8/2016).

Selain itu, dalam penetapan lokasi PLTS, Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Konsel tidak melakukan rapat musyawarah dengan masyarakat. Akibatnya, lahan bukan bersifat hibah namun pembayarannya dibebankan kepada warga setempat.

“Itu bukan tanah hibah dan pemiliknya minta kompensasi kepada masyarakat dengan pembayaran Rp 100 ribu per KK. Tanamannya juga minta diganti, harusnya kan tidak,” ujarnya.

Dirinya pun menyesalkan terkait penunjukkan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) sebagai lembaga penggelola PLTS pasca konstruksi yang tidak melalui musyawarah, padahal dari pusat memberitahukan jika hendak membentuk OMS harus menyelenggarakan musyawarah terlebih dahulu.

Dia melanjutkan, dalam pembangunan tersebut, masyarakat Desa Tambeanga hanya mempersoalkan pada titik kedua yang berada di dusun empat. Sementara titik pertama yang ada di dusun satu sudah sesuai pada tempatnya dan tidak berada di ketinggian.

“Kalau didusun satu itu tanah hibah dan dimusyawarakan. Saat itu saya belum menjabat sebagai Kades. Untuk anggarannya saya tidak tahu karena mereka tidak pasang papan proyeknya,” tutupnya. (B)

 

Reporter: Irfan Mualim
Editor: Jumriati

1 KOMENTAR

Tinggalkan Balasan ke Rahel Batal membalas

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini