Menakar Kepemimpinan Transformatif

269
Menakar Kepemimpinan Transformatif
Rekha Adji Pratama

Pemimpin merupakan jantung dari sebuah organisasi. Dialah yang menentukan karakter organisasi. Pemimpin pula yang menjadi garda terdepan dalam mencapai visi dan misi organisasi. Kendati begitu, pemimpin tidak bisa jalan sendiri. organisasi harus di pandang sebagai sebuah kapal pesiar yang memiliki kapten dan awal kapal. Mereka saling mengisi supaya bisa mengantarkan para penumpang ke tujuannya. Konsep atau ide kepemimpinan transformatif bisa menjadi sebuah alternatif saat para pemimpin organisasi, lembaga ataupun negara mengalami kebuntuan dalam menjalankan tugasnya. Mengapa harus pemimpin transformatif? Penulis menilai, pola kepemimpinan inilah yang paling tepat diterapkan dalam kondisi seperti sekarang.

Menakar Kepemimpinan Transformatif
Rekha Adji Pratama

Kepemimpinan transformatif belakangan ini mulai banyak diterapkan. Para politikus, calon pemimpin organisasi ataupun lembaga tertentu adalah yang paling sering menggunakannya. Kepemimpinan transformatif didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang berusaha mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh bawahan untuk mendukung visi dan tujuan organisasi. Melalui transformasi nilai-nilai tersebut diharapkan terjalin hubungan yang baik antar anggota organisasi. Sehingga, akan timbul suasana saling percaya. Secara garis besar kepemimpinan transformatif berbasis “Leadership and performance beyond expectations”. Menurut pandangan para ahli, kepemimpinan transformatif didefinisikan sebagai kepemimpinan di mana para pemimpin menggunakan kharisma mereka untuk melakukan transformasi dan merevitalisasi organisasinya (Gerald Greenberg dan Robert A Baron, Behavior in Organization, Ohio State University, 2003). Pemimpin yang transformatif harus mementingkan kepentingan organisasinya dan anggotanya bukan hanya sekadar meberikan perintah atau  instruksi bersifat Top-Down atau bisa dikatakan pemimpin transformatif bersifat menjadi pelayan yang menampung segala aspirasi dari bawah.

Kepemimpinan Transformatif  di Indonesia

Para pemimpin di Indonesia sekarang lebih banyak menerapkan pola kepemimpinan transaksional. Model kepemimpinan ini, memotivasi para pengikut dengan mengarahkannya pada kepentingan diri pemimpin itu sendiri. Misalnya, para pemimpin politik melakukan upaya untuk memperoleh suara. Jenis pemimpin transaksional ini sangat banyak ditemukan jelang Pemilu. Rakyat dicekoki dengan berbagai janji setinggi langit agar mereka dipilih kembali oleh rakyat. Bahkan, ada yang disertai dengan imbalan tertentu (money politic).

Namun sungguh disayangkan, ketika mereka terpilih, ternyata banyak janji tidak bisa direalisasikan. Seorang pemimpin transformatif dapat diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut ter-hadap para pengikutnya. Para pengikut seorang pemimpin transformatif merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin tersebut.

Tokoh seperti Soekarno adalah termasuk dalam jenis pemimpin transformatif. Dia mampu membawa Indo-nesia dari zaman “penjajahan” ke zaman “kemerdekaan”. Namun, gaya kepemimpinan transformatif model Soekarno hanya terjadi sebelum kemerdekaan dan awal kemerdekaan sampai tahun 1949. Setelahnya, mulai memudar hingga akhir jabatannya sebagai presiden pertama Indonesia. Setelah era Soekarno, Indonesia kembali memiliki pemimpin berkareter transformatif. Dia adalah Presiden ke-2 Indoensia, Soeharto. Dia berusaha mengubah kondisi Indonesia melalui proyek-proyek pembangunan dan moderinisasi yang dipimpinnya. Namun, sayangnya gaya kepemimpinan transformatifnya dipadukan dengan gaya kepemimpinan otoriter. Akibatnya, masyarakat terkungkung dan pada akhirnya memintanya untuk mundur.

Setelah kedua tokoh tersebut, tidak ada lagi tokoh yang menunjukan karakter kepemimpinan transformatif. Abdurrahman Wahid dan Susilo Bambang Yudhoyono misalnya, lebih pada pola kepemimpinan transaksional. Mereka menukarkan kekuasaan yang dimilikinya dengan sesuatu yang dapat menguntungkan dirinya dan kelompoknya. Bagaimana dengan sekarang? Indonesia di bawah komando Joko Widodo, apakah termasuk dalam karakter pemimpin transformatif? Menurut pandangan penulis Joko Widodo menerapkan pola kepemimpinan transformatif. Hanya disayangkan, penerapannya belum dapat di maksimalkan dengan baik. Hal itu dikarenakan, dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Presiden Indonesia terikat oleh sebuah koalisi yang dibangun dalam pemerintahan.

Semua hal tersebut tidak terlepas dari sistem kepartaian di Indonesia yang menganut sistem multi partai. Belum lagi, Joko Widodo berstatus sebagai kader partai harus patuh pada arahan ketua partainya. Maka dengan begitu, gaya kepemimpinan transformatif dimiliki makin tidak nampak di mata masyarakat Indonesia. Kendati para pemimpin bangsa belum menerapkan pola kepemimpinan transformatif seutuhnya, namun rasa optimisme tidak boleh hilang. Penulis meyakini masih banyak tokoh-tokoh ataupun calon pemimpin di Indonesia yang berkarakter transformatif dan memiliki visi dan misi mulia untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik. Terutama para kaum pegiat bangsa yang masih mempunyai semangat idelisme dan para kalangan intelektual. Diharapkan dapat menjadi contoh baik dalam membangun demokrasi Indonesia lebih baik.

Pilkada dan Kepemimpinan  Transformatif di Sultra

Sosok pemimpin dan gaya kepemimpinan dimiliki sangat mempengaruhi karakter organisasi yang dipimpinnya. Begitu pula dalam tercapainya visi dan misi organisasi. Apabila pemimpin tersebut bagus dalam memimpin maka akan timbul dampak positif dari kepemimpinan¬nya.

Menakar Kepemimpinan Transformatif
Ilustrasi

Karakter kepemimpinan transformatif adalah gaya kepemimpinan yang mengedepankan nilai-nilai yang dianut oleh bawahan dalam menjalankan visi dan misi organisasi atau lembaga. Kepemimpinan transformatif dapat menjadi sebuah energi baru di Indoensia yang kebanyakan para pemimpinnya sangat transaksional dan cenderung pragmatis. Lalu bagaimana dengan pola kepemimpinan dalam skala lebih kecil. Di Sulawesi Tenggara misalnya? Termasuk para calon pemimpin kepala daerah yang belakangan ini makin intens melakukan sosilaisasi di masyarakat? Apakah mereka bisa memenuhi standar sebagai calon pemimpin transformatif? Pertanyaan ini tentu butuh jawaban. Mengingat, akan sangat menentukan nasib masyarakat dan pembangunan daerah lima tahun kedepan. Tentunya, kepemimpinan transformatif bukanlah pemimpin yang hanya mengandalkan popularitas ataupun nama besar semata.

Tetapi, pemimpin transformatif ialah pemimpin yang benar-benar sudah terbukti kinerjanya dalam menyelesaikan berbagai masalah. Pemimpin transformatif juga bukan pemimpin yang hanya merangkul saat menjelang Pilkada saja. Tetapi, ia pemimpin yang merangkul saat periode politiknya atau saat masa jabatanya masih berjalan.

Bukan pula pemimpin yang hanya menebar janji-janji politik tetapi pemimpin yang bisa merubah daerahnya. Istilah keren untuk pemimpin transformatif adalah “From Nothing Into Some-thing”. Artinya, ketika menduduki sebuah jabatan dia tidak punya tendensi apapun, selain berbuat yang terbaik untuk masyarakat. Maka dari itu, Sultra khususnya Kota Kendari dan kabupaten lain yang akan mengikuti Pilkada tahun depan, sangat membutuhkan tipe pemimpin seperti itu.

Jangan lagi model pemimpin transaksional dan pragmatis yang dipilih. Ini penting, supaya dapat merubah daerah ini menjadi lebih baik kedepannya. Karena gelombang perubahan yang terus menerus melanda hampir semua sisi kehidupan. Pada akhirnya berkembang menjadi perubahan yang berlangsung lama dan memaksa semua negara untuk selalu siap menerima, memahami, mengantisipasi, mengelola dan menyesuaikan diri pada perubahan itu sendiri. Serta selalu siap untuk melakukan perubahan. Dalam situasi seperti ini, tantangan dan tuntutan yang dihadapi sebuah negara menjadi semakin berat dan kompleks.

Peran dari pemimpin (leader) serta faktor kepemimpinan (leadership) di dalam sebuah negara dirasakan se¬makin penting. Pengelolaan sebuah negara tidak lagi dilakukan dengan hanya didasarkan pada keharusan untuk dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari semua sumber daya dimiliki. Tetapi juga didasarkan pada keharusan untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan kegiatan.

Memenangkan persaingan serta mempertahankan keberadaan neg¬ara yang kesemuanya bukan hanya memerlukan kehadiran tapi juga peranan seorang pemimpin. Di daerah juga begitu. Jadi, masyarakat Sultra, khususnya yang daerahnya bakal Pilkada Februari 2017 mendatang, harus mulai mengidentifikasi, calon pemimpin transformatif tersebut.

 

Oleh : Rekha Adji Pratama
Penulis : Mahasiswa S2 Jurusan Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini