Mengenal Derawa, Desa Penghasil Rumput Laut di Wakatobi

698
Mengenal Derawa, Desa Penghasil Rumput Laut di Wakatobi
Petani rumput laut Desa Derawa saat memisahkan rumput laut dari tali bentangan. Rumput ini telah siap dipanen dan dikeringkan terlebih dahulu sebelum dijual ke pengumpul. (JUMRIATI/ZONASULTRA.COM)
Mengenal Derawa, Desa Penghasil Rumput Laut di Wakatobi
RUMPUT LAUT – Rumput laut yang tengah dikeringkan di bawah kolong rumah panggung para petani rumput laut di Desa Derawa, Kecamatan Kaledupa Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra). (Jumriati/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, WANGI-WANGI – Aroma khas rumput laut langsung menyapu indra penciuman begitu menginjakkan kaki di Desa Derawa, Kecamatan Kaledupa Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra). Menyusuri jalan desa, tampak bentangan rumput laut tergantung di rumah-rumah panggung milik warga. Adapula yang dijemur di depan rumah warga.

Penduduk Desa Derawa memang hidup dari hasil laut, terutama rumput laut. Sebanyak 90 persen penduduk desa ini adalah petani rumput laut. Jika tak ada rumput laut, maka penduduk di desa ini tidak akan bertahan hidup.

Mengenal Derawa, Desa Penghasil Rumput Laut di Wakatobi
Petani rumput laut Desa Derawa saat memisahkan rumput laut dari tali bentangan. Rumput ini telah siap dipanen dan dikeringkan terlebih dahulu sebelum dijual ke pengumpul.

Itulah yang diungkapkan Kepala Desa Derawa, La Jumani ketika jurnalis Zonasultra.com bersama tim Media Trip Wakatobi dan WWF Indonesia mengunjungi desa ini, Selasa (11/4/2017).

Desa Derawa memang dikelilingi oleh lautan dan sebagian besar wilayahnya adalah bebatuan. Kondisi inilah yang membuat warga desa ini menjadi petani rumput laut karena mereka tidak bisa mengandalkan hasil pertanian untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

Baca Juga : Mengenal Kedo-kedo, Alat Tangkap Ramah Lingkungan Nelayan Suku Bajo Wakatobi

“Kita di sini hanya mengandalkan laut saja dengan jadi petani rumput laut. Kalau tidak begitu kami tidak akan hidup. Desa kami batu semua, tanahnya sedikit dan tidak bisa kami tanami tanaman,” kata La Jumani.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Jumani bercerita, sebelum tahun 1993, sebagian besar penduduk Desa Derawa lebih memilih meninggalkan desanya dan merantau mencari penghidupan yang layak. Bahkan ada yang menjadi tenaga kerja di Malaysia. Tingkat pendidikan masyarakatnya pun tergolong rendah. Anak-anak hanya tamat SD, kalaupun ada yang tamat SMA itu bisa dihitung jari.

Barulah pada tahun 1993, penduduk Desa Derawa mulai mengenal rumput laut. Sejumlah warga pun membudidayakannya. Tak disangka, hasil dari bertani rumput laut ternyata menjanjikan sehingga menarik minat warga lainnya untuk membudidayakan rumput laut.

Menurut Jumani, penghasilan petani rumput laut di Desa Derawa cukup menjanjikan. Dalam setahun mereka bisa melakukan lima kali panen. Tiga kali panen saat musim timur dan dua kali panen saat musim barat. Kisarannya mulai dari dua ton hingga delapan ton per satu kali panen. Biasanya mereka melakukan panen setelah dua bulan melakukan penanaman.

Mengenal Derawa, Desa Penghasil Rumput Laut di Wakatobi
Bentangan rumput laut milik petani rumput laut di sekitar perairan Derawa. Rumput laut ini baru dua minggu dibudidayakan.

Saat ini harga rumput laut berkisar Rp 3.700 per kilogramnya. Sehingga jika dirata-ratakan per satu kali panen per orang jika 5 ton maka bisa mencapai Rp 18,5 juta per orang dan pertahunnya bisa mencapai Rp 100 juta.

Baca Juga : Desa Sombano dan Desa Pajam Bentuk Kelompok Wisata

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Namun bukan berarti usaha bertani rumput laut ini tanpa kendala. Menurut Jumani, dirinya dan beberapa petani lainnya sempat trauma karena harga rumput laut tiba-tiba turun dari Rp 8.000 per kilogram menjadi Rp 1.500 per kilogram. “Waktu itu sampai tak mau lagi membudidayakan rumput laut,” kata Jumani.

Tak hanya itu, rumput laut jenis Cottoni yang biasa dibudidayakan para petani juga tidak tahan terhadap serangan penyakit sehingga banyak rumput laut yang gagal panen. Akhirnya petani mulai membudidayakan rumput laut jenis Spinosim Sp yang diyakini lebih tahan terhadap serangan penyakit ketimbang Cottoni. “Sekarang kami membudidayakan kedua jenis rumput laut ini,” ucapnya.

Pada tahun 2007, petani rumput laut Desa Derawa membentuk kelompok yang diberi nama Dewara. Saat ini kelompok petani Dewara telah memiliki 62 orang anggota. Menurut Jumani, dengan berkelompok lebih menguntungkan daripada sendiri-sendiri. Salah satunya bisa mendapatkan harga tinggi jika dijual dalam jumlah banyak. “Kami juga banyak didampingi oleh tim WWF dalam pembudidayaan rumput laut ini,” kata Jumani.

Rumput laut yang telah kering biasanya dijual langsung ke Baubau. Atau biasanya para pengumpul dari Makassar, Kendari, dan Surabaya datang langsung ke Derawa untuk membeli rumput laut.

Rumah Panggung

Mengenal Derawa, Desa Penghasil Rumput Laut di Wakatobi
Bentuk rumah warga di Desa Derawa 90 persen adalah rumah panggung. Di bagian bawah rumah digunakan untuk menjemur rumput laut atau tempat untuk menyimpan barang lainnya.

Satu hal yang menarik di Desa Derawa adalah bentuk rumah penduduknya yang sama. Hampir 90 persen rumah di Dewara adalah rumah panggung.

Baca Juga : 5 Hal Ini Bisa Hambat Pengembangan Wisata Wakatobi

Menurut Jumani, bentuk rumah tersebut memang sudah turun temurun dari orang tua mereka. Karena saat itu sangat susah mendapatkan semen sehingga orang tua memilih membuat rumah panggung. Bentuk rumah ini pun dipertahankan hingga sekarang. Dan kini bagian bawah rumah tersebut dimanfaatkan untuk menjemur rumput laut.

“Sekarang kita manfaatkan untuk menjemur rumput laut, karena ternyata rumput laut yang dikeringkan dengan digantung begini kualitasnya lebih bagus dibandingkan yang dijemur di terpal,” kata dia. (*)

 

Penulis : Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini