Menyapa Walikota-Wakil Walikota ADP-Sulkarnain

84
Andi Syahrir
Andi Syahrir

Hari ini tepat 21 hari Walikota dan Wakil Walikota Kendari dilantik. Jika itu adalah telur ayam, maka telah tiba waktunya untuk menetas menjadi anak-anak ayam yang lucu. Jika itu benih jagung, usianya masih belum cukup seumur jagung. Karenanya tidak tepat, tidak elok, jika berniat –ini masih niat, lho– mengkritisi apa yang telah mereka berdua lakukan di waktu yang tiga pekan ini.

Andi Syahrir
Andi Syahrir

Sehingga judul tulisan ini memilih untuk menyapa. Sebuah ungkapan silaturrahmi untuk bertanya-tanya kabar. Kalau di kelas-kelas pelatihan, namanya daily mood. Bagaimana mood Anda hari ini? Senang? Biasa saja? Sedih? Semacam itulah kira-kira.

Sebagai netizen, saya patut mengapresiasi kinerja kehumasan Pemerintah Kota Kendari yang begitu rajin mengupdate segala kegiatan lingkup pemerintahan kota. Dari sana, kita banyak mengetahui apa saja kegiatan harian yang dilakukan para pejabatnya.

Berdasar data dari sana dan sejumlah pemberitaan di media mainstream cetak dan online, saya memiliki beberapa catatan yang genrenya “menyapa” –belum mengkritik. Nanti maksudnya…hehehe.

Pertama, perihal agenda pertama wali dan wawali setelah serangkaian upacara dan acara berkenalan dengan aparatur lingkup pemkot. Mereka berdua dengan membawa istri masing-masing melakukan panen raya jagung di Kelurahan Lalodati, Kecamatan Puuwatu, Kamis (12/10). Hanya tiga hari setelah mereka dilantik.

Agenda perdana pemimpin daerah pastinya akan menjadi sorotan media massa. Kenapa? Karena itu dapat dimaknai sebagai simbol dari agenda prioritas seorang kepala daerah atau pasangan kepala daerah. Karena ini agenda prioritas saya, maka ini yang pertama saya akan lakukan. Demikian logikanya.

Persoalannya kemudian, di sepanjang catatan pemaparan visi misi yang disampaikan saat kampanye, debat, dan seluruh rangkaian pilkadanya, sektor pertanian –atau jika kita sedikit memikrokannya: sektor pengembangan jagung– bukanlah agenda prioritas ADP-Sul.

Logika ini dapat diterima dan dipahami karena Kendari adalah sebuah kota. Bukan kota sembarangan, tapi ibukota provinsi. Mana ada walikota di sebuah ibukota provinsi sesumbar akan memprioritaskan agenda pembangunannya di sektor pertanian.

Karenanya, dalam perspektif komunikasi publik, ADP-Sul saya anggap keliru dengan kunjungan kerja perdana itu, yang bahkan didampingi lengkap oleh istri-istri mereka. Mereka keliru mengkomunikasikan visi misi yang selama ini mereka ungkapkan.

Kenapa misalnya tidak memilih melakukan “bertamu” ke kantor yang menangani pelayanan kependudukan dan catatan sipil? Kenapa itu menjadi sesuatu yang prioritas secara simbolik? Karena arah pembangunan yang mereka janjikan adalah electronic-government, termasuk di dalamnya electronic-business.

Konon warga kota hanya cukup menggunakan smartphone untuk bisa mengakses layanan pemerintahan. Khusus mengenai layanan KTP elektronik, akan disiapakan dua unit mobil untuk melayani secara mobile. Ini bukan saya karang-karang. Ini pernyataan dalam debat visi misi mereka. Saya mendokumentasikannya di lini masa. Anda pun bisa menjejakinya.

Jika saja saya walikota, saya akan melakukan kunjungan perdana ke kantor catatan sipil, lalu duduk di meja pelayanan untuk melayani masyarakat barang satu jam sebagai simbol bahwa agenda e-government adalah prioritas pembangunan saya.

Program pembangunan ini sangat rasional karena Kendari adalah ibukota provinsi yang akan menjadi refleksi akselerasi pembangunan di Sultra. Oleh karenanya, sangat disayangkan manakala agenda perdana yang begitu bersejarah itu ditunaikan dalam bentuk menghadiri panen jagung di kebun pinggiran kota.

Kita semua tahu yang namanya pertama itu selalu istimewa. Akan selalu dikenang. Dan kita semua akan mengenang bahwa walikota dan wakil walikota kita bersama istri-istri mereka mengawali kayuhan kemudinya atas ibukota provinsi ini dengan memanen jagung.

Kedua, di sepanjang 21 hari ini, agenda-agenda yang dijalankan walikota-wakil walikota masih seputar kegiatan “autopilot”. Kegiatan yang sudah teragendakan secara protokoler. Misalnya, pertemuan terkait larangan pemotongan betina produktif di rumah potong hewan, kunjungan ke lokasi pengerjaan jalan, membuka dan menutup acara.

Ada satu yang cukup menarik sebenarnya. Tentang informasi bertema pariwara atas gagasan Wakil Walikota Sulkarnain mengenai sekolah berbasis teknologi informasi, misalnya pembelajaran melalui e-learning, dan sejenisnya.

Tapi urusan pendidikan bukan semata urusan pemkot. Di sana ada provinsi pun ada pusat. Sehingga jika kita meng-head to head-kan antara “e-government” dan “sekolah online”, masih lebih prioritas e-government untuk diperjuangkan. Pertama karena itu adalah janji kampanye. Kedua, kewenangan pemkot jauh lebih besar.

Tapi lagi-lagi, perjalanan ini masih 21 hari. Tidak adil jika kemudian melakukan justifikasi sebuah kinerja diukur dari waktu yang begitu singkat. Karenanya, saya pertegas kembali bahwa tulisan ini bukanlah –atau belumlah– sebuah kritikan. Ini adalah sebuah sapaan: Bos, jangki lupa janjita. Menyapa sedini mungkin agar kedua pemimpin kita tahu bahwa rakyatnya mencoba melawan lupa.***

 

Oleh : Andi Syahrir
Penulis Merupakan Alumni UHO & Pemerhati Sosial

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini