Nestapa Honorer K2, Gaji Minim Nasib Tak Jelas

507
GTT di Buton Dapat Bonus Honor Rp100 Ribu Sebulan
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Merubah nasib dengan menjadi Pegawai Negeri Sipil menjadi impian hampir semua masyarakat Indonesia. Begitu juga dengan Sitti (nama samaran), seorang guru honorer di sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN) di kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Setiap pukul 06.30 Wita, Siti memuli rutinitasnya dengan bersiap menuju sekolah tempatnya mengabdi. Mengajar para penerus bangsa, walau tempat tugasnya jauh dari rumahnya.

Jarak itu memaksa ia harus naik ojek setiap harinya. Saban hari, ia melalui jalan berkilo-kilometer dengan biaya Rp.10 ribu untuk sekali perjalanan menuju sekolah.

Ongkos tersebut tentu bukan masalah bagi seorang guru. Namun tidak demikian bagi Siti yang hanya seorang guru honorer. Untuk mendapatkan uang senilai itu setiap bulannya, tentu sangat berat baginya.

Siti merupakan tenaga pengajar honorer, yang sudah lebih dari 10 tahun mengabdikan dirinya untuk mendidik generasi bangsa. Selama kurung waktu tersebut, Siti mendapatkan honor sebesar Rp.900 ribu, yang diterimanya pertiga bulan sekali.

Tugasnya sebagai tenaga pengajar non Aparatur Sipil Negara (ASN) atau honorer tidaklah mudah, sebab ia pun juga memegang kendali satu kelas khusus. Dan terkadang tugas yang didapatnya jauh lebih berat dibanding guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).

(Baca Juga : Getir Hidup Nenek Nur, Perempuan Tua Miskin di Pelosok Muna Barat)

“Saya juga pegang satu kelas, jadi mulai dari materi pembelajaran sampai nanti ulangan dan penerimaan rapor saya yang urus. Kalau ada kegiatan murid-murid di luar sekolah, kadang saya juga yang biasa diperintahkan Kepala Sekolah untuk mendapingi anak-anak,” kata Siti.

Siti nampak menikmati bergelut sebagai pengajar mendidik anak-anak sekolah dasar, meski sampai saat ini nasibnya sebagai tenaga honorer K2 belum jelas dan belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah.

Siti bukan tanpa usaha, mengabdi sejak tahun 2005 dan mulai memiliki SK honorer Kategori Dua (K2). Berbekal SK itu itu, dia juga pernah mengikuti seleksi CPNS pada tahun 2013 lalu.

Alih-alih menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau yang sekarang dikenal sebagai ASN, nasib Siti hingga kini luntang-lantung bagai pelaut yang tidak tau arah.

Meski demikian, Siti enggan perputus asa. Keinginannya yang kuat untuk menjadi ASN telah terlanjur tertanam dalam benaknya. Harapannya, suatu saat nanti pemerintah akan mengangkatnya menjadi ASN dengan gaji layak, memiliki tunjangan hari tua untuk membantu ekonomi keluarga kecilnya.

“Sebenarya kita sudah cape bahas ini, karena dari dulu sampai sekarang tidak ada kejelasan. Tapi saya tetap percaya, kalau suatu saat pasti kita akan diangkat jadi ASN. Saya akan tetap bertahan jadi guru honorer, karena saya percaya pasti pemerintah akan melihat kita,” keluh Siti penuh harap.

Siti tidak sendiri, ada Suprapto (nama disamarkan) yang juga merupakan tenaga pengajar K2. Sama halnya dengan Siti, Suprapto juga telah mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar non ASN sejak 10 tahun yang lalu disalah satu SDN yang ada di Kecamatan Kendari, Kota Kendari.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Ia juga digaji Rp.900 pertiga bulan sekali. Sejak memulai honor pada tahun 2005 lalu, dia juga langsung memiliki SK berstatus K2.

Bedanya, Suprapto merupakan kepala keluarga dimana keluarga kecilnya sangat menggantungkan hidup dari gaji sebagai tenaga honorer. Anaknya pun masih berusia sekira 3 tahun, tentu masih sangat mungil-mungilnya.

Menggantungkan hidup sebagai tenaga honorer dengan gaji yang sangat minim, membuat Suprapto harus bekerja ekstra untuk menghidupi keluarga. Tak jarang ia berkeluh, kala susu untuk anaknya habis, namun honor dari tempat ia mengabdikan diri belum terbayarkan.

Sembari mengisi kekosongan waktu sepulang mengajar, ia kadang nyambi sebagai tukang ojek. Dengan penghasilan ala kadarnya. Kadang juga ia mengerjakan sejumlah berkas milik orang lain, dengan sedikit kemampuannya di bindang komputer. Dari sana, ia juga mengumpulkan pundi-pundi uang untuk keluarga kecilnya.

“Soal K2, hehe. Sebenarnya kami sudah cape membahas ini. Kalau ditanya harapan, tentunya kami berharap bisa diakomodir oleh pemerintah. Kalau tahun depan tidak ada kejelasan, yah cari profesi lain. Atau tidak, kita kembali mengojek saja,” ujar Suprapto sambil tertawa kecil saat ditemui awak media ini.

Suprapto pun pernah mengikuti seleksi CPNS pada 2013 lalu, melalui jalur tenaga honorer K2. Tapi ia gagal menyambut asa menjadi ASN.

Tidak sampai disitu, bersama puluhan tenaga honorer K2 di Kota Kendari, ia juga telah beberapa kali ke kantor DPRD Kota Kendari, juga ke kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setempat untuk mempertanyakan kejelasan nasibnya. Namun lagi-lagi ia dan rekan-rekannya tidak mendapat kejelasan.

“Karena kita sudah pernah mengadu kesana-sini, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan. Sekarang harapan kita cuma satu, berharap sama pak Prabowo bisa mewujudkan pengangkatan K2. Karena saya lihat di TV, salah satu janji dia menuntaskan tenaga honorer,” harapnya.

Baik Siti mau pun Suprapto, keduanya sama-sama mengetahui jika pemerintah akan membuka penerimaan CPNS 2018, tepatnya pada 26 September besok.

Namun mimpi untuk menjadi CPNS terasa kian berat. Berharap bisa diangkat langsung tanpa tes, mereka malah hanya disiapkan 35 kursi untuk diperebutkan di seleksi CPNS tahun ini. Padahal, Kota Kendari punya lebih dari 2000 K2 terdaftar.

Tidak hanya itu, pemerintah juga telah menetapkan batas usia bagi pendaftar CPNS K2. Dimana batas usia maksimal pendaftar, hanya 35 tahun ke bawah. Artinya, honorer K2 berumur 35 tahun ke atas, tidak dapat lagi diakomodir oleh pemerintah.

“Sebenarnya aturan baru ini kenapa tidak dari dulu saja ada. Okelah, batas maksimal 35 tahun. Tapi diangkat jadi ASN perlahan-lahan, jadi pemerintah tidak harus pusing untuk mengangkat semuanya sekaligus. Kenapa baru sekarang dibenturkan dengan batasan umur, kenapa tidak diangkat sedikit-sedikit dari dulu,” kesalnya.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

#Pemerintah Buka Pendaftaran CPNS 2018

Pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2018 akan dibuka sehari lagi, tepatnya pada 26 September 2018. Setelah sebelumnya sempat tertunda, dengan berbagai alasan. Sejumlah formasi pun disediakan pemerintah, termaksud juga dengan formasi tenaga honorer K2.

Namun sayangnya, formasi honorer K2 hanya dibuka sebanyak 5 persen. Tidak sampai disitu, formasi tersebut juga berbenturan dengan adanya batasan usia yang ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN -RB). Dimana batas usia pendaftar maksimal 35 tahun.

Di Kota Kendari sendiri, terdapat 2.945 orang pegawai honorer berstatus K2. Sekitar seribuan orang dari jumlah itu merupakan guru honorer dan tenaga kesehatan. Sementara kuota CPNS yang disiapkan Pemkot Kendari hanya 35 orang saja.

Hal itu diungkapkan Rukmana, Kepala Bidang Pengadaan, Pemberhentian dan Informasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemkot Kendari.

Rukmana mengaku, jika Pemkot Kendari memberikan perlakuan khusus bagi para guru dan tenaga kesehatan yang berstatus honorer K2 untuk ikut berskomtesisi dalam seleksi penerimaan CPNS tahun ini.

(Baca Juga : Sultra Dapat 3000-an Kuota CPNS, Lulus Kumlaude Prioritas)

“Harus kita akui tenaga kesehatan dan guru sangat kita butuhkan. Jadi untuk penerimaan kali ini honorer K2 yang bisa ikut tes CPNS hanyalah dari tenaga kesehatan dan guru,” jelas Rukmana.

Akan tetapi, syarat mutlak yang harus dipenuhi para peserta seleksi adalah usia mereka harus dibawah 35 tahun. Ini berlaku untuk peserta seleksi kategori umum maupun honorer K2.

Namun hal itu justru disayangkan Kepala Bidang Pengadaan dan Mutasi Pegawai, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sultra, Rudin. Menurutnya, tenaga honorer K2 merupakan tenaga yang telah mengabdi sejak tahun 2005 dan pernah mengikukti seleksi pada 2013 lalu.

“Sehingga usia mereka pasti sudah melampaui 35 tahun. Jadi kalau dibatasi 35 tahun, ini sangat disayangkan,” katanya.

Rudin berharap, pemerintah daerah dalam hal ini kabupaten/ kota tidak boleh keliru dalam menyeleksi calon CPNS K2. Sebab menurutnya, honorer yang tidak pernah mengikuti seleksi K2 pada 2013 lalu dan baru mengabdi bukanlah tenaga honorer K2.

“Mereka tidak boleh keliru, karena K2 itu minimal mengabdi sejak 2005 sampai sekarang dan tidak pernah berhenti. Jadi hanya untuk Eks K2 dan dikhususkan untuk tenaga kesehatan dan guru,” tegasnya.

“Kita tidak punya data soal K2, karena itu kan ditangani langsung oleh kabupaten/kota masing-masing. Tapi kalau di kita, itu yang ada hanya tenaga teknis sekira 900 lebih, tidak ada tenaga K2 guru dan kesehatan,” tandasnya. (SF/A)

 


Penulis: Randi Ardiansyah
Editor: Abdul Saban

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini