Panggung Para “Putra Mahkota” Penerus Tahta Politik

728
Panggung Para “Putra Mahkota” Penerus Tahta Politik

Panggung Para “Putra Mahkota” Penerus Tahta Politik

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Jauh sebelum mantan Kepala Negara RI Susilo Bambang Yudoyono (SBY) mewacanakan putranya Agus Harimurti maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta, tiga mantan kepala daerah di Sulawesi Tenggara (Sultra) telah lebih dulu memunculkan putra mereka untuk maju bertarung di Pilkada.

Ketiganya adalah mantan Bupati Buton Sjafei Kahar yang mendorong putranya maju di Pilkada Buton Selatan, mantan Bupati Muna Ridwan Bae mendorong putranya Laode Muhammad Ihsan Taufik di Pilkada Muna Barat, dan Walikota Kendari dua periode Asrun yang mendorong putranya Adriatma Dwi Putra (ADP) Maju dalam pemilihan walikota Kendari 2017.

Sjafei dan Ridwan merupakan kader Golkar yang pernah memimpin partai di daerah asalnya masing-masing. Bedanya kini Ridwan mendapat jabatan yang lebih tinggi dengan menjadi Ketua Golkar tingkat provinsi. Namun demikian putra keduanya sama-sama diusung partai berlambang pohon beringin tersebut. Begitu pula Asrun yang menjabat Ketua PAN Kendari berhasil mengokohkan partai berlambang matahari terbit tersebut jadi pengusung ADP.

Olehnya ketiga figur tersebut,  berambisi meraih puncak tertinggi di Provinsi ini dengan mewacanakan diri akan maju dalam pemilihan Gubernur (Pilgub) Sultra 2018.

Perjalanan untuk menjadi gubernur tentu tak mudah, membutuhkan fondasi-fondasi kekuasaan politik dari 17 kabupaten/kota. Jikalau para “putra mahkota” di pilkada  terpilih  hal tersebut akan menjadi fondasi kekuataan kuat untuk melenggang dalam pencalonan sebagai gubernur.

Dari ketiga figur tersebut, hanya Ridwan Bae yang sudah merasakan pahitnya empedu kekalahan dalam kontestasi pemilihan gubernur  ketika melawan Nur Alam pada 2012  lalu.  Sedangkan Asrun dan Sjafei akan teruji pada 2018 nanti mulai dari perjuangan mendapatkan pintu sampai sengitnya persaingan untuk terpilih menjadi 01.

# Ridwan Bae dan LM Iksan Taufik

Selain menjabat Ketua Golkar, Ridwan juga merupakan anggota DPR RI asal Sultra. Ketika masih memimpin Kabupaten Muna (2000-2010), wilayah Muna Barat (Mubar) masih dalam kekuasaan Ridwan karena belum mekar. Mubar menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB) nanti pada tahun 2014 dengan Penjabat (PJ) Bupati Laode Muhammad Rajiun Tumada.

Menghadapi Pilkada Mubar 2017 mendatang, awalnya putra Ridwan yang diwacanakan untuk maju adalah Inarto Ridwan. Namun jelang pendaftaran di KPU tiba-tiba muncul nama Laode Muhammad Iksan Taufik yang dipaketkan dengan kader Golkar La Ode Aca. Kemudian konstalasi politik di Golkar berubah lagi dan akhirnya yang diusung adalah Iksan dan kader Golkar lainnya La Nika.

Golkar yang memiliki 4 dari 20 kursi di DPRD Mubar yang sudah cukup untuk mengusung paslonnya sendiri. Golkar yang tanpa koalisi melawan koalisi 8 partai politik (PAN, Demokrat , NasDem , PPP, PKS 2, PKB, Gerindra, PBB) yang mengusung mantan PJ Bupati Laode Muhammad Rajiun dengan total koalisi 15 kursi. Dengan peta koalisi yang demikian membuat kontestasi Pilkada Mubar akan berlangsung head to head (satu lawan satu).

Gaya politik Ridwan yang borjuis  dalam berpolitik  ditunjukkan saat mengantar putranya mendaftar di KPU Mubar. Ridwan datang dengan menggunakan helikopter saat mendampingi langsung putranya tersebut memasukan berkas pendaftaran pada 23 September 2016 lalu.

Pertarungan head to head putra Ridwan tersebut juga kembali membuka lembaran  baru kontestasi politik antara mantan bupati Muna Dokter Baharuddin dan Bupati Muna Rusman Emba. Baharuddin yang juga Ketua PAN Muna mendukung LM. Rajiun sedangkan Rusman yang juga kader PDIP, partai pengusung Rajiun malah berbelok mendukung Ihsan.

Langkah politik Rusman ini bersebrangan dengan partai yang telah mengantarkannya menduduki jabatan Bupati Muna yakni Demokrat dan PDIP. Dukungan terhadap Iksan bahkan ditunjukkannya secara terang-terangan dengan mengantar langsung pada saat pendaftaran di KPU dan membuat pernyataan di media massa.

Namun demikian, Iksan memiliki hubungan kekeluargaan yang sangat dekat dengan Baharuddin dan Rusman. Baharuddin merupakan saudara  dari Nurlaila, ibunda Iksan (sekarang sudah mantan istri Ridwan) sedangkan Rusman dan Ridwan masih tergolong keluarga dekat,  Ridwan merupakan paman Rusman.

Fakta menarik lainnya tentang Ihsan yakni dari 38 calon kepala daerah yang mendaftar di KPU pada 7 daerah Pilkada di Sultra 2017, Iksan menjadi petarung yang paling muda dengan usia 27 tahun. Putra ke-5 Ridwan Bae ini lahir pada 2 September 1989. Berdasarkan rilis harta keyaan yang dilaporkan ke KPK, Iksan juga tergolong miliarder muda dengan total kekayaan Rp. 2,1 Miliar (rilis KPK).

#Asrun dan Adriatma Dwi Putra

Masa jabatan Asrun sebagai walikota Kendari kini sudah memasuki periode kedua. Penerus tahta tersebut sudah dipersiapkan secara matang, dengan mendorong putranya maju bertarung maju dalam pemilu.

Asrun memiliki 2 anak, yang pertama adalah Asrizal Pratama yang kini jadi Legilstor PAN di DPRD Kendari dan kedua adalah Adriatma Dwi Putra (ADP), Legislator PAN di DPRD Provinsi Sultra. Namun demikian meskipun Asrizal anak pertama tak serta merta didorong maju dalam Pemilihan walikota (Pilwali) Kendari 2017. Asrun memilih ADP sebagai pelanjutnya.

ADP mulus melenggang sebagai legislator di  tingkat provinsi pada pemilihan legislative 2014 lalu, ADP sukses mendulang suara terbanyak  25.387 suara.

Kini hitung-hitungan politik Asrun diuji pada pilwali yang akan berlangsung pada 15 Februari 2017. Waktu sangat menguntungkan posisi ADP sebab saat itu sang ayah masih berkuasa sebab Asrun akan berakhir masa jabatannya nanti Pada 8 Oktober 2017.

Sejauh ini perjalanan politik ADP sangat cemerlang dengan bayang-bayang Asrun tentunya. Selain sukses menduduki jabatan Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Sultra, ADP juga mampu mengalahkan kader PAN  Abdul Rasak (Ketua DPRD Kendari) dalam persaingan merebut dukungan PAN dalam Pilwali.

ADP menggandeng kader PKS Sulkarnain mendaftar di KPU pada 21 September 2016. Pasangan ini memperkenalkan akronim ADP-Sul dengan koalisi partai pendukung yang “gemuk” yakni PAN, Gerindra, PKS, PKB , dan PBB. Namun karena dinamika politikmaka yang terdaftar sebagai partai pengusung hanya PAN, PKS, dan PKB.

Langkah ADP untuk meneruskan tahta sang ayah didukung elit-elit politik mulai dari tingkat nasional sampai level kepala daerah. Selain dimotori langsung oleh Asrun, kepala daerah yang tercatat dalam tim kampanye ADP adalah Bupati Buton Samsu umar Abdul Samiun, Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa, dan Bupati Konawe Utara Ruksamin.

Lawan ADP di pilwali cukup berat. Pertama dirinya harus melawan rekan separtainya sendiri Abdul Rasak yang lolos pencalonan dengan dukungan Golkar dan Nasdem. Rasak yang berpasangan dengan kader Golkar Haris Andi Surahman  memiliki kekuatan yang cukup kuat dengan dukungan Gubernur Sultra Nur Alam dan mantan walikota Kendari Masyhur Masie Abunawas. Rasak- Haris juga dibayang-bayangi kekuatan Ridwan Bae dan Ali Mazi.

Kedua, ADP juga dihadapkan dengan putra mantan Gubernur Sultra La Ode Kaimoeddin yakni Muhammad Zayat Kaimoeddin atau yang karib disapa Derik. Derik tak langsung  bertarung di pilgub untuk melanjutkan tahta sang ayah. Ia malah turun di level kota dengan menggandeng kader Demokrat Suri Syahriah Mahmud dengan koalisi PDIP, Demokrat, Hanura, dan PPP. Derik –Suri diperkuat oleh sejumlah tokoh nasional seperti SBY dan Megawati. Selain itu terdapat nama Wakil Gubernur Sultra Saleh Lasata dan mantan bupati Wakatobi Hugua.

ADP lahir  tanggal 28 Mei 1989, saat ini usianya baru mencapai 27 tahun. Dalam daftar riwayat hidup yang disetor ke KPU, ADP tercatat semasa SMA pernah pindah sekolah, yang pertama di SMAN 1 Kendari (2004-2005) lalu ke SMAN 3 Bandung (2005-2007).

Setelah itu, ADP melanjutkan kuliah di Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung (2007-2013). Setahun kemudian pada Pilcaleg 9 April 2014 ADP langsung mencalonkan diri di DPRD tingkat provinsi dan terpilih dengan suara terbanyak 25.387. Tak tanggung-tanggung begitu duduk di DPRD Sultra, ADP langsung mendapat jabatan Ketua Komisi III DPRD Sultra. Dua tahun kemudian ADP juga menduduki jabatan strategis sebagai Sekretaris PAN Sultra.

#Sjafei Kahar dan Agus Feisal Hidayat

Sjafei Kahar merupakan mantan bupati Buton dua periode (2001-2011). Sebelum manjadi bupati, Sjafei berasal dari birokrasi pemerintahan. Langkah politik Sjafei tak terlepas lepas dari kiprahnya di partai Golkar.

Sjafei merupakan kader Golkar tulen yang pernah menahkodai Golkar Buton. Namun posisinya dipartai Golkar tersebut akhirnya berkakhir akibat konflik partai Golkar pada 2015-2016 lalu. Sjafei yang memilih langkah politik bergabung dengan kubu Agung Laksono yang akhirnya dikalahkan oleh Golkar Aburizal Bakri dimana Ridwan Bae menjadi ujung tombaknya.

Dalam pertarungan politik di Buton, Sjafei pernah mendorong putranya Agus Feisal Hidayat untuk meneruskan tahta dengan maju di Pilkada Buton 2011. Kala itu Agus berpasangan dengan kader PKS Yaudu Salam Ajo. Hasilnya Agus berhasil menang pada putaran pertama dengan 32 persen suara dari lawan-lawanya. Namun kemenangan itu dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan memenangkan Samsu Umar Samiun sebagai bupati.

Kekalahan Agus tersebut masih menjadi masalah hingga saat ini sebab mantan Ketua MK yang menangani kasus Pilkada saat itu sudah dijebloskan ke penjara oleh KPK terkait kasus suap Pilkada. Suap Pilkada juga diduga terjadi saat Pilkada Buton 2011 tersebut yang hingga saat ini masih terus bergulir di KPK.

Di tahun 2016 ini, Agus hadir kembali untuk menjadi bupati namun bukan lagi di Buton tapi di Buton Selatan (Busel). Daerah yang dulunya masih berada dalam wilayah pemerintahan Sjafei. Busel mekar menjadi daerah otonomi baru pada 2014 lalu.

Agus kini tercatat sebagai kader Demokrat berpasangan dengan La Ode Arusani. Pasangan ini maju pencalonan pilkada dengan koalisi PDIP,Demokrat, PKS, dan Golkar . Dukungan Golkar ini juga menunjukkan bagusnya hubungan Sjafei dengan elit-elit Golkar di tingkat provinsi maupun pusat meskipun sebelumnya Sjafei pernah berada di kubu Golkar yang kalah.

Lawan Agus di Pilkada Busel cukup banyak dan kuat yakni Pasangan Sattar-Welson yang diusung PAN. Mantan penjabat Bupati Busel Muhammad Faisal yang berpasangan dengan Wa Ode Hasniwati dengan koalisi partai Nasdem, Gerindra , PKB, PBB, PKPI, dan Hanura. Selain itu terdapat paslon independen Agus Salim Mbaeda-La Ode Agus.

Pertarungan Agus Feisal kali ini berbeda dengan pertarungannya 2011 lalu . Kala itu sang ayah masih menduduki kursi bupati. Namun demikian peran-peran Sjafei sebagai mantan bupati Buton tentu masih menyimpan pengaruh dan jaringan.

Kemenangan sang putra tentu akan sangat membantu sebab Sjafei yang  berniat maju di Pilgub Sultra 2015. Sjafei turun tangan langsung memberikan dukungan pada  Agus, salah  satunya ketika SK rekomendasi PDIP pada 20 September 2016 lalu ketika itu  Sjafei mewakili putranya tersebut menerima SK rekomendasi dari dari ketua partai PDI-P, Hugua .

Agus lahir di Bau-Bau pada 11 Agustus 1976. Saat mendaftar di KPU usianya sudah 40 tahun dengan total harta kekayaan Rp. 2,3 Miliar. Pada saat memenangkan Pilkada Buton 2011, Agus hampir saja menjadi satu-satunya putra “mahkota”  di Sultra yang terpilih pada saat orang tuanya masih menjabat kepala daerah.

Pertarungan para putra mahkota untuk memperebutkan tahta politik dalam pilkada 2017 mendatang memang sangat menarik untuk disimak.  Kemampuan berupa adu stategi dan program perlu dilakukan untuk menarik dukungan pemilih, bukan hanya mengandalkan sokongan dan berkah nama besar orang tua mereka. (A*)

 

Catatan : Muhamad Taslim Dalma
Editor : Tahir Ose

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini