Pendidikan ke Wartawan Cegah Kesalahan Media dalam Peliputan Terorisme

101
Pendidikan ke Wartawan Cegah Kesalahan Media dalam Peliputan Terorisme
Anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Willy Pramudya, menegaskan pentingnya pendidikan ke seorang wartawan untuk mencegah adanya kesalahan pemberitaan media massa dalam isu-isu terorisme.
Pendidikan ke Wartawan Cegah Kesalahan Media dalam Peliputan Terorisme
Anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Willy Pramudya, menegaskan pentingnya pendidikan ke seorang wartawan untuk mencegah adanya kesalahan pemberitaan media massa dalam isu-isu terorisme.

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI– Anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Willy Pramudya, menegaskan pentingnya pendidikan ke seorang wartawan untuk mencegah adanya kesalahan pemberitaan media massa dalam isu-isu terorisme.

“Hasil riset kecil saya, delapan lembaga penyiaran yang mendapatkan sanksi dari KPI setelah aksi peledakan bom di kawasan Thamrin lalu dikarenakan minimnya pendidikan ke wartawan media-media tersebut,” kata Willy saat menjadi narasumber kegiatan Media Visit Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi Tenggara ke RRI Kendari, Kamis (4/8/2016).

Willy menambahkan, kesalahan pemberitaan isu-isu terorisme oleh media massa berpotensi menjadi teror baru bagi masyarakat. Oleh karena itu media massa dituntut bisa membekali wartawannya dengan pendidikan yang layak, sebelum menugaskannya dalam peliputan.

“Jika terpaksa media tidak sanggup memberikan pendidikan, kirim wartawannya ke pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan lembaga Negara seperti BNPT. Manfaatkan kegiatan itu untuk meningkatkan kemampuan wartawan,” kata Willy melalui surat elektronik yang diterima zonasultra.id, Kamis (4/8/2016).

Hal senada diungkapkan anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi. Menurutnya, pentingnya pendidikan bagi wartawan sebelum melakukan peliputan isu-isu terorisme itulah yang mendorong pihaknya untuk bekerjasama dengan BNPT.

“Saat ini sudah ada pedoman peliputan terorisme yang diterbitkan Dewan Pers, bagaimana agar wartawan memiliki pedoman, ada pegangan tentang tata cara peliputan isu-isu terorisme,” ujarnya.

Beberapa hal yang dilarang dan harus dipahami wartawan saat peliputan isu-isu terorisme, lanjut Imam, diantaranya larangan membuat pemberitaan bersifat glorifikasi, fabrikasi, stigmaisasi, dan mengabaikan keselamatan jiwa.

“Kasus terbaru, ada media yang menulis jenazah Santoso tersenyum. Dulu ada yang menulis mayat Siyono wangi saat dibongkar, itu glorifikasi. Media jangan melakukan glorifikasi agar tidak menciptakan opini bahwa terorisme itu pahlawan,” terang Imam.

Imam menjelaskan, media visit adalah rangkaian kegiatan dari program pelibatan masyarakat dalam pencegahan terorisme yang dilaksanakan BNPT bersama FKPT di 32 provinsi. Satu kegiatan lainnya adalah Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme.

 

Editor  : Rustam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini