Pengangguran Perdesaan dan Digitalisasi Ekonomi

143
La Lemanjaya
La Lemanjaya

Komitmen pemerintah menurunkan angka pengangguran menghadapi banyak tantangan. Trend percepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa triwulan terakhir belum mampu menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Padahal di awal tahun pemerintah berjanji akan mendorong terciptanya kesempatan kerja yang luas. Sayangnya percepatan penurunan pengangguran belum seperti yang diharapkan.

Dari masa ke masa, ketenagakerjaan menjadi isu utama dalam pembangunan. Berbagai upaya dilakukan pemerintah guna mendorong penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat. Di masa pemerintahan SBY, perluasan kesempatan kerja menjadi prioritas utama pembangunan. Isu pengangguran bersama-sama dengan kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi menjadi triple track strategy pembangunan.

Dalam Press Conference Forum Merdeka Barat 9 bertema “pengurangan pengangguran”, Hanif Dakhiri mengatakan bahwa jumlah pengangguran secara nasional terus berkurang. Menteri Tenaga Kerja pada kabinet Kerja ini menyebut angka pengangguran turun menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018 atau hanya berkurang 0,84 persen poin dalam 4 tahun terakhir. Padahal dalam RPJMN, hingga tahun 2019 angka pengangguran ditargetkan turun menjadi kurang dari 5 persen. Tersedianya lapangan kerja di wilayah perkotaan terbantu dengan berkembangnya teknologi daring.

Salah satunya dengan semakin menjamurnya aktivitas perdagangan online. Mulai dari peralatan kecantikan hingga makanan tersedia hanya dengan aplikasi sekali tekan. Belum lagi moda transportasi online menjadi pilihan pekerjaan yang menjanjikan dan pendapatan yang menggiurkan.Tua, muda, remaja ibu-ibu, bahkan mahasiswa turut ambil bagian dalam menangkap peluang pekerjaan via teknologi internet ini.

Sayangnya, peluang yang sama belum tercipta dengan baik di wilayah perdesaan. Hal ini dapat dilihat dari terus menurunnya pekerja sektor pertanian. Data BPS mencatat secara nasional penduduk yang menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian berkurang 0,89 persen poin. Hal yang sama berlaku di daerah Sulawesi Tenggara. Padahal aliran dana pemerintah ke wilayah perdesaan cukup besar dalam 4 tahun terakhir.

Pengangguran di perdesaan menyimpan misteri yang menarik untuk ditelaah. Dari segi dana, pasokan anggaran untuk wilayah perdesaan terus meningkat. Namun patut disayangkan terjadi lonjakan pengangguran di perdesaan. Hal ini tidak hanya di Sulawesi Tenggara, tetapi secara nasional menunjukan hal yang serupa. Hingga Agustus 2018, angka pengangguran di perdesaan mencapai 2,49 persen.

Dalam Undang-Undang desa, peruntukan dana desa salah satunya adalah untuk pembangunan infrastruktur. Idealnya pembangunan sarana prasarana desa mampu menyerap tenaga kerja di wilayah perdesaan. Sayangnya, data BPS menunjukan pekerja yang terserap di sektor konstruksi terus menurun secara nasional.

Dilema Setengah Pengangguran

Dalam pidato kenegaraan memperingati hari kemerdekaan Indonesia ke-73, Presiden menyebut angka pengangguran terus bergerak turun. Dalam 4 tahun kepemimpinan Jokowi, jumlah pengangguran berhasil diturunkan hingga level 5 persen pada Februari 2018. Pemerintah juga mengklaim sejumlah kebijakan yang diyakini telah menciptakan kesempatan kerja.

Perlu dicatat bahwa, pengangguran terbuka sebagai proporsi penduduk tidak bekerja terhadap angkatan kerja di negera-negara berkembang termasuk Indonesia biasanya relatif rendah. Hal ini terjadi karena seseorang prinsipnya tidak mampu menganggur untuk dapat hidup karena negara tidak mampu memberikan kompensasi bagi penganggur. Setiap orang dituntut terus bekerja dan berpenghasilan untuk dapat bertahan hidup. Makanya tidak perlu heran, angka pengangguran di beberapa wilayah Sulawesi Tenggara sangat rendah. Bombana misalnya, angka penganggur kurang dari 1 persen.

Secara keseluruhan angka pengangguran cenderung rendah dan relatif tidak banyak berubah sehingga kurang sensitif sebagai indikator ketenagakerjaan. Ukuran yang lebih realistis adalah dengan menggunakan data setengah pengangguran. Angka setengah pengangguran didefenisikan sebagai pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu. Hingga Agustus 2018, angka setengah penganggur di Sulawesi tenggara mencapai 11 persen. Angka ini dikhawatirkan akan terus meningkat di masa mendatang.

Selain isu jumlah jam kerja, besaran upah menjadi salah satu persoalan krusial dalam sektor ketenagakerjaan. Akhir oktober lalu ribuan honorer yang mayoritas berprofesi sebagai guru berunjuk rasa di depan istana negara. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia dengan satu harapan untuk diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil. Bukan sekali para honorer berjuang memperoleh penghidupan yang lebih baik dengan alih status menjadi PNS. Terhitung sudah puluhan kali tuntutan demi harapan digaungkan kepada Pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Peluang Digitalisasi Ekonomi

Hampir genap setahun, transportasi online merambah Sulawesi Tenggara. Terhitung mulai Agustus kemarin, Gojek juga launching di kendari. setelah sebelumnya pada November tahun 2017 silam Grab mulai mengaspal di jalanan kota Kendari. Kehadiran moda transportasi online ini tentu membuka lapangan kerja yang tidak sedikit bagi masyarakat Sulawesi Tenggara.

Temuan Pusat kajian Komunikasi Universitas Indonesia di 9 lokasi penelitiannya mencatat
keberadaan Gojek dapat menyerap tenaga kerja yang jumlahnya tidak sedikit. Menariknya, yang terserap paling banyak adalah bukan dari mereka yang berpendidikan tinggi. Riset ini menemukan dari ratusan ribu mitra Gojek, 85 persen diantaranya berpendidikan SMP atau SMA serta sebelumnya menganggur. Selain itu, terjadi peningkatan kualitas hidup pengemudi Gojek karena peningkatan upah diatas rata-rata upah minimum nasional.

Hasil riset ini sejalan dengan data BPS yang menyimpulkan adanya peningkatan jumlah pekerja pada sektor manufaktur, transportasi akomodasi, dan makan minum. Hingga Agustus 2018, tenaga kerja yang terserap pada ketiga sektor ini naik 0,85 persen poin. Serapan tenaga kerja pada sektor ini mampu mengimbangi terus berkurangnya pekerja pada sektor pertanian. Praktisi ekonomi digital, Jusman Dale menyebut kenaikan ketiga sektor merupakan kontribusi ekonomi digital. Bahkan Direktur eksekutif Tali Fondation ini mendaulat ekonomi digital sebagai lokomotif agenda sosial ekonomi Indonesia.

Cina dapat menjadi contoh keberhasilan digitalisasi ekonomi. Project-syndicate.org menyebut China berhasil mengeluarkan lebih dari 800 juta warganya dari tubir kemiskinan dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Prestasi besar ini merupakan buah dari industrialisasi dan pemanfaatan ekonomi digital. Salah satu resep tokcer Beijing di balik mega sukses itu adalah program ecommerce masuk desa.

Kita tentu berharap model pengentasan pengangguran dan kemiskinan secara digital ala China ini diadopsi di Indonesia. Pelaksanaanya tentu saja dimulai di perdesaan. Kita berharap dari desalah sumber-sumber kemajuan itu berasal dan bertumbuh. Sehingga membangun Indonesia dari perdesaan sebagaimana janji Jokowi segera teralisasi. Bukan hanya sebatas Jargon.

Oleh : La Lemanjaya
*Penulis adalah pemerhati sosial ekonomi, bekerja di BPS Muna.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini