PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2017

526

 

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI
NOMOR 7 TAHUN 2017

TENTANG
PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA KENDARI,

 

Menimbang:a.        bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia  dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila  dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b.       bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular, Pemerintah Daerah bertanggungjawab menyelenggarakan Penanggulangan Penyakit Menular ;

c.        bahwa penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Kota Kendari yang menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang tinggi sehingga perlu dilakukan penyelenggaraan penanggulangan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang efektif dan efisien;

d.       bahwa berdasarkan pertimbangan  sebagaimana dimaksud  dalam huruf  a,  huruf  b  dan  huruf c,  perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Penyakit Menular.

 

Mengingat:1.       Pasal 18 ayat (6) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 ;

2.   Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Penanggulan Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);

 

3.   Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1995 tentang Pembentukan Kota Madya Daerah Tingkat II Kendari (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3586);

4.   Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

5.       Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua  atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679).

6.       Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447);

7.       Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1993 ).

 

 

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA KENDARI

dan

WALIKOTA KENDARI

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan:PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

 

BAB I

KETENTUAN UMUM 

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

  1. Daerah adalah Kota Kendari.
  2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Kota Kendari.
  3. Walikota adalah Walikota Kendari.
  4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Kendari.
  5. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD adalah Organisasi Perangkat Daerah yang melaksanakan tugas dan fungsi  di bidang Kesehatan.
  6. Dinas Kesehatan Kota adalah Dinas Kesehatan Kota Kendari.
  7. Penyakit Menular adalah penyakit yang dapat menular ke manusia yang disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan parasit.
  8. Wabah Penyakit Menular yang selanjutnya disebut Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
  9. Penanggulangan Penyakit Menular adalah upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian, membatasi penularan, serta penyebaran penyakit agar tidak meluas antardaerah maupun antarnegara serta berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa/wabah.
  10. Penyelidikan Penyakit Menular adalah kegiatan yang dilaksanakan pada suatu Penyakit Menular atau dugaan adanya suatu penyakit dengan mengetahui penyebab, gambaran epidemiologi, sumber-sumber penyebaran dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta menetapkan cara-cara penanggulangan yang efektif dan efisien.
  11. Pejabat Kesehatan Masyarakat adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kesehatan yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang penanggulangan penyakit menular.
  12. Sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan dan benda-benda yang mengandung dan atau tercemar bibit penyakit, serta dapat menimbulkan Penyakit Menular.
  13. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus kepada terjadinya wabah.
  14. Daerah KLB bisa terjadi di tingkat Kelurahan, Kecamatan dan Kota Kendari.
  15. Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
  16. Setiap orang adalah orang perorangan atau badan, baik yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum.

 

  1. Masyarakat adalah perorangan, keluarga, kelompok, organisasi sosial dan organisasi kemasyarakatan, dan/atau pihak lainnya.
  2. Penyidik adalah Pejabat  Polisi  Negara  Republik  Indonesia  atau  Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi tugas dan wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.
  3. Penyidik Pegawai Negeri  Sipil,  yang selanjutnya disingkat  PPNS,  adalah pejabat pegawai  negeri  sipil  tertentu yang diberi  wewenang khusus oleh Undang-Undang  untuk  melakukan  penyidikan  tindak  pidana  sesuai Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di  bawah Organisasi Perangkat  Daerah dan Pengawasan Penyidik Polri.

 

Pasal 2

Penanggulangan Penyakit diselenggarakan berdasarkan asas:

a. kemanusiaan;
b. manfaat;
c. berdayaguna;
d. keadilan;
e. kesejahteraan;
f. partisipatif; dan
g. non diskriminatif.

 

Pasal 3

(1) Penanggulangan Penyakit Menular bertujuan untuk :
a. melindungi masyarakat dari penularan penyakit;
b. menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit Menular; dan
c. mengurangi dampak sosial, budaya, dan ekonomi akibat Penyakit Menular pada individu, keluarga, dan masyarakat.

(2) Tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicapai melalui penyelenggaraan penanggulangan Penyakit Menular yang efektif, efisien, dan berkesinambungan.

 

BAB II

RUANG LINGKUP

Pasal 4

Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi :

a. Kelompok dan jenis penyakit menular;
b. Penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular;
c. Hak dan kewajiban masyarakat;
d. Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah;
e. Sumber daya;
f. Pembinaan dan pengawasan;
g. Larangan;
h. Ketentuan penyidikkan; dan
i. Ketentuan pidana.

 

BAB III

KELOMPOK DAN JENIS PENYAKIT MENULAR

 

Pasal 5

(1) Berdasarkan penularannya, penyakit menular dapat dikelompokkan menjadi :
a. Penyakit menular langsung;
b. Penyakit menular yang ditularkan melalui vektor dan binatang pembawa penyakit.

(2) Jenis penyakit menular langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. Difteri;
b. Pertusis;
c. Tetanus;
d. Polio;
e. Campak;
f. Typhoid;
g. Kolera:
h. Rubella;
i. Yellow Fever;
j. Influensa;
k. Meningitis;
l. Tuberkulosis;
m. Hepatitis;
n. Penyakit akibat Pneumokokus;
o. Penyakit akibat Rotavirus;
p. Penyakit akibat Human Papiloma Virus (HPV);
q. Penyakit virus ebola;
r. MERS-CoV;
s. Infeksi Saluran Pencernaan;
t. Infeksi Menular Seksual;
u. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV);
v. Infeksi Saluran Pernafasan;
w. Kusta; dan
x. Frambusia.

(3) Jenis penyakit menular yang ditularkan melalui vektor dan binatang pembawa penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b)terdiri atas :
a. Malaria;
b. Demam Berdarah;
c. Chikungunya;
d. Filariasis dan Kecacingan;
e. Schistosomiasis;
f. Japanese Enchepalitis;
g. Rabies;
h. Antraks
i. Pes;
j. Toxoplasma;
k. Leptospirosis;
l. Flu Burung (Avian Influenza); dan
m. West Nile.

 

BAB IV

PENYELENGGARAAN PENYAKIT MENULAR

Bagian Kesatu

Umum

 

Pasal 6

  1. Penyelenggaraan penanggulangan penyakit menular dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan swasta;
  2. Penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan.

 

Pasal 7

(1) Terhadap jenis Penyakit Menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pemerintah Daerah dapat menetapkan program penanggulangan sebagai prioritas daerah dengan kriteria sebagai berikut :
a. penyakit endemis lokal;
b. penyakit Menular potensial wabah;
c. fatalitas yang ditimbulkan tinggi/angka kematian tinggi;
d. memiliki dampak sosial, ekonomi, politik, dan ketahanan yang luas; dan/atau
e. menjadi sasaran reduksi, eliminasi, dan eradikasi global.

(2) Program Penanggulangan Penyakit Menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui upaya kesehatan dengan mengutamakan upaya kesehatan masyarakat.

 

Bagian Kedua

Kegiatan

Pasal 8

  1. Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan.
  2. Upaya pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan spesifik, pengendalian faktor risiko, perbaikan gizi masyarakat dan upaya lain sesuai dengan ancaman Penyakit Menular.
  3. Upaya pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko penyakit dan/atau gangguan kesehatan.
  4. Upaya pemberantasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk meniadakan sumber atau agen penularan, baik secara fisik, kimiawi dan biologi.

 

Pasal 9

(1) Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan dalam Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui kegiatan :
a. promosi kesehatan;
b. surveilans kesehatan;
c. pengendalian faktor risiko;
d. penemuan kasus;
e. penanganan kasus;
f. pemberian kekebalan (imunisasi);
g. pemberian obat pencegahan secara massal; dan
h. kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Walikota.

(2) Dalam hal penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk menghadapi potensi wabah, terhadap kelompok masyarakat yang terjangkit Penyakit Menular dilakukan kegiatan sebagai berikut :
a. penemuan penderita di fasilitas pelayanan kesehatan;
b. penyelidikan epidemiologi;
c. pengobatan massal;
d. pemberian kekebalan massal; dan
e. intensifikasi pengendalian faktor risiko.

 

Pasal 10

  1. Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dilakukan dengan metode komunikasi, informasi dan edukasi secara sistematis dan terorganisasi.
  2. Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk tercapainya perubahan perilaku pada masyarakat umum yang dilakukan oleh masyarakat di bawah koordinasi Pejabat Kesehatan Masyarakat di wilayahnya.
  3. Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi di bidang pengendalian Penyakit Menular.
  4. Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan kader melalui pendekatan upaya kesehatan berbasis masyarakat dan/atau tokoh masyarakat melalui pendekatan kemitraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Promosi kesehatan dilakukan melalui :

a. penyuluhan;
b. konsultasi, bimbingan dan konseling;
c. intervensi perubahan perilaku;
d. pemberdayaan;
e. pelatihan; atau
f. pemanfaatan media informasi.

Pasal 11

(1) Promosi kesehatan diarahkan untuk peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat guna memelihara kesehatan dan pencegahan penularan penyakit.

(2) Perilaku hidup bersih dan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa :
a. cuci tangan pakai sabun;
b. pemberantasan jentik nyamuk;
c. menggunakan air bersih untuk keperluan rumah tangga;
d. mengkonsumsi makanan gizi seimbang;
e. melakukan aktivitas fisik setiap hari;
f. menggunakan jamban sehat;
g. menjaga dan memperhatikan kesehatan reproduksi; dan
h. mengupayakan kondisi lingkungan yang sehat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perilaku hidup bersih dan sehat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 12

  1. Promosi Kesehatan dilakukan secara terintegrasi baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di luar fasilitas pelayanan kesehatan.
  2. Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh masyarakat baik di rumah tangga maupun di fasilitas umum, institusi swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi masyarakat guna menggerakkan potensi masyarakat dalam mencegah penyebaran penyakit di lingkungannya.
  3. Penyelenggaraan promosi kesehatan sebagaimana dimaksud padaayat (2) juga dapat dilakukan secara massal oleh media cetak, media elektronik, dan jejaring sosial, serta melalui penggunaan teknologi informasi lain dengan maksud mengajak peran aktif masyarakat dalam mencegah penyebaran Penyakit Menular.

 

Pasal 13

(1) Surveilans kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf (b) dilakukan untuk :
a. tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan faktor risikonya masalah kesehatan masyarakat dan faktor -faktor yang mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka pelaksanaan program penanggulangan secara efektif dan efisien;
b. terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB/wabah dan dampaknya;
c. terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/wabah; dan
d. dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan.

(2) Surveilans kesehatan diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 14

(1) Pengendalian faktor risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf (c) ditujukan untuk memutus rantai penularan dengan cara :
a. perbaikan kualitas media lingkungan;
b. pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit;
c. rekayasa lingkungan; dan
d. peningkatan daya tahan tubuh.

(2) Perbaikan kualitas media lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) meliputi perbaikan kualitas air, udara, tanah, sarana dan bangunan, serta pangan agar tidak menjadi tempat berkembangnya agen penyakit.

(3) Perbaikan kualitas media lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui upaya penyehatan dan pengamanan terhadap media lingkungan.

(4) Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Rekayasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (c) dilakukan paling sedikit dengan kegiatan rehabilitasi lingkungan secara fisik, biologi maupun kimiawi.

(6) Peningkatan daya tahan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (d) paling sedikit dilakukan dengan perbaikan gizi masyarakat.

 

Pasal 15

  1. Penemuan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf (d) dilakukan secara aktif dan pasif terhadap penyakit termasuk agen penyebab penyakit.
  2. Penemuan kasus secara aktif terhadap penyakit termasuk agen penyebab penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara petugas kesehatan datang langsung ke masyarakat dengan atau tanpa informasi dari masyarakat, untuk mencari dan melakukan identifikasi kasus.
  3. Penemuan kasus secara pasif terhadap penyakit termasuk agen penyebab penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemeriksaan penderita Penyakit Menular yang datang kefasilitas pelayanan kesehatan.
  4. Penemuan kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperkuat dengan uji laboratorium.

 

Pasal 16

  1. Penanganan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf (e) ditujukan untuk memutus mata rantai penularan dan/atau pengobatan penderita.
  2. Penanganan kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tenaga Kesehatan yang berwenang di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Dalam rangka memutus mata rantai penularan, Pejabat Kesehatan Masyarakat berhak mengambil dan mengumpulkan data dan informasi kesehatan dari kegiatan penanganan kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  4. Tenaga Kesehatan yang melakukan penanganan kasus wajib memberikan data dan informasi kesehatan yang diperlukan oleh Pejabat Kesehatan Masyarakat.

 

Pasal 17

  1. Pemberian kekebalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf (f) dilakukan melalui imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus.
  2. Ketentuan mengenai penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 18

Pemberian obat pencegahan secara massal sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 9 ayat (1) huruf (g) hanya dapat dilakukan pada penyakit yang dikategorikan sebagai penyakit tropik yang terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTD) dengan memperhatikan tingkat endemisitas wilayah.

 

 

 

Bagian Ketiga

Strategi

Pasal 19

Strategi dalam penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular meliputi :
a. mengutamakan pemberdayaan masyarakat;
b. mengembangkan jejaring kerja, koordinasi, dan kemitraan serta kerja sama lintas program, lintas sektor dan lintas daerah;
c. meningkatkan penyediaan sumber daya dan pemanfaatan teknologi;
d. mengembangkan sistem informasi; dan
e. meningkatkan dukungan penelitian dan pengembangan.

 

BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

 

Pasal 20

Dalam rangka penanggulangan penyakit menular, masyarakat berhak untuk :
a. mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab;
b. memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau;dan
c. mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

 

Pasal 21

Dalam rangka penanggulangan penyakit menular, masyarakat wajib untuk :
a. mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan melalui upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, dan upaya pembangunan berwawasan kesehatan;
b. melaksanakan upaya kesehatan promotif dan preventif;
c. mendukung upaya kesehatan kuratif dan/atau rehabilitatif;
d. melaporkan adanya penderita atau diduga penderita penyakit wabah kepada OPD.
e. mematuhi larangan memasukkan hewan dan/ atau produk turunannya yang dimungkinkan membawa penyakit dari daerah tertular dan/atau terduga tertular.

 

BAB VI

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH

 

Pasal 22

Pemerintah Daerah mempunyai peran dan tanggung jawab untuk:
a. menetapkan jenis penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat;
b. menetapkan kawasan dan prosedur penanganan penyakit yang memerlukan tindakan karantina;
c. mencabut penetapan kawasan wabah penyakit apabila sudah tertangani;
d. segera melakukan tindakan-tindakan penanggulangan seperlunya, apabila ada terduga penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah;
e. melaksanakan sistem kewaspadaaan dan tindakan dini untuk penyakit menular yang potensial wabah atau KLB yang secara epidemiologis dapat menjadi masalah kesehatan;
f. menyediakan akses terhadap komunikasi, informasi dan edukasi;
g. melakukan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. memobilisasi sumber daya kesehatan;
i. memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan;
j. melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi, Pemerintah, masyarakat dan/atau luar negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

BAB VII

SUMBER DAYA

 

Pasal 23

  1. Sumber daya  kesehatan  penanggulangan   penyakit   menular meliputi pembiayaan, tenaga, perbekalan kesehatan, ketersediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi.
  2. Semua pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.

 

BAB VIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 24

  1. Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan penanggulangan penyakit menular dilakukan oleh Walikota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.

 

BAB IX

LARANGAN

 

Pasal 25

Setiap orang dan/atau masyarakat dilarang:
a. dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan penyakit menular dan penanggulangan penyakit wabah atau KLB ;
b. memasukkan hewan dan/atau produk turunannya yang dimungkinkan membawa penyakit dan/atau terduga tertular penyakit dari luar daerah ke dalam daerah; dan/atau
c. melakukan pembiaran dan/atau tidak menginformasikan kepada Dinas Kesehatan atau OPD lain yang terkait tentang adanya penderita atau terduga penderita berpotensi penyakit wabah;
d. perusahaan dan / atau toko yang bergerak di bidang peternakan, seperti ternak ayam, penjual bibit ternak, burung atau sejenisnya, dilarang apabila :
1. tidak melaporkan kepada Dinas Kesehatan atau instansi terkait adanya indikasi penyakit menular dan/atau wabah penyakit menular terhadap hewan ternaknya;
2. adanya pembiaran bahwa hewan ternak, burung dan/atau sejenisnya berpotensi menimbulkan penyakit menular;dan
3. menjual hewan ternak, burung dan atau sejenisnya yang terjangkit penyakit menular.

 

BAB X

KETENTUAN PENYIDIKAN

 

Pasal 26

(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang penanggulangan penyakit menular, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) PPNS tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berwenang untuk :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan tentang tindak pidana di bidang penanggulangan penyakit menular;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang penanggulangan penyakit menular;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang penanggulangan penyakit menular;
d. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang penanggulangan penyakit menular;
e. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang penanggulangan penyakit menular;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang penanggulangan penyakit menular;
g. menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana penanggulangan penyakit menular; dan
h. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang penanggulangan penyakit menular sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

 

Pasal 27

  1. Setiap orang dan/atau masyarakat yang melanggar ketentuan Pasal  25 dipidana dengan  pidana  kurungan paling  lama  6  (enam)  bulan  atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
  2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

 

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 28

Ketentuan pelaksanaan dari  Peraturan Daerah ini  ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan setelah Peraturan Daerah ini ditetapkan.

 

Pasal 29

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Kendari.

 

Ditetapkan di Kendari

pada tanggal  31 – 10 – 2017

                                                                                                                                                        WALIKOTA KENDARI

                                                                                                                                                          TTD

                                                                                                                                                        ADRIATMA DWI PUTRA

 

Diundangkan di Kendari
pada tanggal 31 – 10 – 2017
SEKERTARIS DAERAH KOTA KENDARI

 

      ALAMSYAH LOTUNANI

LEMBARAN DAERAH KOTA KENDARI TAHUN 2017  NOMOR 101

 

 

 

 

 

 

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI
NOMOR 7 TAHUN 2017
TENTANG
PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

 

  1. UMUM.

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Kesehatan merupakan hak asasi dan salah satu unsur kesejahteran yang harus dipenuhi sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat diketahui dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakitterutama penyakit menular. Penyakit menular merupakan permasalahan kesehatan masyarakat di Kota Kendari yang sangat mempengaruhi derajat kesehatan,oleh karena itudalam rangka mewujudkan masyarakat Kota kendari yang sehat dan sejahtera diperlukan upaya penanggulangan penyakit menular secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.

Perkembangan penyakit menular, tidak mengenal batas wilayah, usia, status sosial dan jenis kelamin yang bisa terjadi kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja serta penularannya bisa begitu cepat sehingga penanggulangannya dilakukan melalui upaya  pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan. Upaya pencegahan dimaksudkan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan spesifik, pengendalian faktor risiko, perbaikan gizi masyarakat, upaya pengendalian ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko penyakit, dan upaya pemberantasan bertujuan untuk meniadakan sumber atau agen penularan, baik secara fisik, kimiawi dan biologi.

Penanggulangan penyakit menular bukan hanya semata menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab bersama dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Oleh karena itu dalam pelaksanaan penanggulangannya memerlukan keterkaitan dan kerjasama dari berbagai lintas sektor Pemerintah dan masyarakat. Masyarakat juga dapat diikutsertakan dalam penanggulangannya, yang keseluruhannya harus dilaksanakan secara terpadu.

Peraturan Daerah ini menetapkan dan mengatur penanggulangan penyakit menular di Kota Kendari. Hal-hal yang ditetapkan adalah penyakit-penyakit menular yang harus ditanggulangi. Adapun hal-hal yang di atur adalah penyelenggaraan penanggulangan penyakit menular termasuk pengaturan penyediaan sumber daya kesehatan, hak dan kewajiban masyarakat serta peran dan tanggungjawab pemerintah daerah.

  1. PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan ”asas kemanusiaan” adalah asas berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia dan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa.

Huruf b

Yang dimaksud dengan ”asas manfaat” berarti bahwa penanggulangan penyakit menular harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga Negara.

Huruf c

Yang dimaksud dengan ”asas berdaya guna” berarti penanggulangan penyakit menular diselesaikan dengan tepat, cepat, hemat dan berhasil guna.

Huruf d

Yang dimaksud dengan ”asas keadilan” adalah penanggulangan penyakit menular harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas kesejahteraan” adalah suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial  agar dapat hidup layak, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktifitas dan mampu mengembangkan dirinya.

Huruf f

Yang dimaksud dengan ”asas partisipatif” adalah asas yang mengedepankan peran serta aktif dari masyarakat dan semua pihak, bahwa kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan namun melibatkan secara aktif semua sektor.

Huruf g

Yang dimaksud dengan ”asas non diskriminatif” adalah asas yang menerapkan tidak adanya pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik,ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupanlainnya.

 

 

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Huruf a

Yang  dimaksud  dengan  “penyakit  menular langsung”  adalah penyakit yang  proses penularannya dari manusia yang satu kepada yang lainnya secara langsung.

Huruf b

Yang  dimaksud  dengan “penyakit  menularyang ditularkan melalui vektor dan binatang” adalah penyakit  yang proses penularannya  kepada  manusia  melalui  perantaravektor dan binatang pembawa penyakit dan/atau produk turunannya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas.Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

 

 

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

 

 

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

 

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini