Posisi Fatwa Ulama Di Negeri Sekularis

85
Posisi Fatwa Ulama Di Negeri Sekularis
Siti Maisaroh

OPINI : Mengamati kasus-kasus dinegeri ini tak akan pernah ada habisnya. Dan setiap permasalahannya selalu bermuara dari diterapkannya sistem Kapitalisme dinegeri ini. Dimana negara sama sekali tidak menengok pada aturan agama (Islam) pada setiap kebijakannya. Seperti yang baru dan tengah terjadi, terkait pelarangan atas pemaksaan perusahaan kepada para karyawannya untuk mengenakan atribut natal di tanggal 25 nanti. Sebagaimana yang sempat dirilis oleh media masa nasional.kini bahwa Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin, mengatakan pihaknya sudah memberikan larangan bagi umat Islam untuk menggunakan atribut selain Islam. Fatwa tersebut, kata Hasanuddin, harus dipatuhi. Pasalnya atribut keagamaan jelas dipakai sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu.

Posisi Fatwa Ulama Di Negeri Sekularis
Siti Maisaroh

“Menggunakan atribut keagamaan non-muslim adalah haram,” tulis MUI dalam fatwanya. “Mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-muslim adalah haram.” Selain itu MUI juga mengeluarkan rekomendasi. Di antaranya agar umat Islam tetap menjaga kerukunan hidup dan memelihara harmoni kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa menodai ajaran agama, serta tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.

Ketua Umum MUI Marif Amin juga mengatakan, ada beberapa alasan di balik lahirnya fatwa tersebut. “Ini karena adanya keluhan dari masyarakat, banyaknya mereka dipaksa,” kata Maruf di sela peluncuran gambar mata uang rupiah yang baru di Gedung BI, Jakarta Pusat, Senin (19/12/2016) lalu. Menurut dia, beberapa perusahaan mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan karyawannya menggunakan atribut dalam rangka menyambut perayaan Natal.
“Mereka enggak berani menolak karena ada tekanan. Oleh karena itu, mereka butuh pegangan. Di situ MUI memberi fatwa untuk menjadi pegangan dan supaya itu oleh pihak kemananan dan penegak hukum juga melindungi masyarakat,” ujar Maruf.

Dia berharap dengan keluarnya fatwa tersebut, pihak perusahaan atau pengelola mal tidak memaksakan karyawannya menggunakan atribut tersebut.

MUI Menuai Pro dan Kontra

Tak akan semulus yang diharapkan, ketika fatwa para ulama diluncurkan dilapangan, nyaris nasibnya seperti “bola bebas” dipimpong-pimpong menjauhkan dari arah tujuannya. Inilah faktanya, saat Menko Polhukam Wiranto meminta setiap fatwa yang akan dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) harus dikoordinasikan dulu dengan pemerintah agar tidak timbul keresahan di masyarakat. Sehingga Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengkritik pernyataan Wiranto itu.

“Saya sangat menyayangkan sekali pernyataan Bapak Menko Polhukam Wiranto agar MUI melakukan koordinasi dengan pihak Kepolisian RI dan Menteri Agama dalam setiap akan menetapkan fatwa. Hal tersebut bukan saja sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap MUI dalam menetapkan fatwa, juga bisa dipahami sebagai bentuk pembatasan hak MUI dalam berekspresi, menyatakan pikiran dan pendapat yang sangat jelas dan tegas dijamin oleh konstitusi,” kata Zainut dalam keterangannya kepada detikcom, Rabu (21/12/2016) lalu. Bentuk kontra atas fatwa MUI ini senada dengan tindak lanjut dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menegur keras Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Umar Surya Fana yang mengeluarkan surat edaran (SE) terkait imbauan kepada pihak perusahaan untuk tidak memaksa karyawan Muslim mengenakan atribut natal. Kapolri pun memerintahkan agar surat edaran tersebut ditarik kembali. (POJOKSATU.id)

Mana UU Kebebasan yang Negara Janjikan?

Masih jelas dalam ruang ingatan kita, kalau negeri ini menjamin kebebasan, yang salah satu pilarnya adalah kebebasan beragama. Tepatnya pada UUD 45 pasal 28 dan 29 menjamin HAM dan kebebasan memeluk ajaran agama masing-masing. Tapi mengapa, saat kaum muslim berekspresi dengan caranya sendiri untuk menjalankan ajaran agamanya, justru tidak mendapat dukungan. Perlu dipertanyakan, sebenarnya kebebasan beragama yang dimaksud untuk siapa, apakah semua, terkecuali Islam?. seperti yang Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin telah katakan, penggunaan atribut itu sudah berkenaan dengan ciri khas atau ideologi seseorang, jadi ini bukan perkara yang main-main alias masalah besar yang harus segera dicari solusinya. Namun sayangnya, solusi yang MUI berikan melalui fatwanya tidak diindahkan adanya.

Mengapa Hal ini Bisa Terjadi?

Sebenarnya fatwa yang dikeluarkan oleh MUI adalah bentuk pengaplikasian dari salah satu ajaran Islam, sebagaimana yang Rasulullah SAW sabdakan “Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (Hadis shahih riwayat Abu Daud) Menggunakan atribut natal baik berupa pakaian ataupun asesoris lainnya itu adalah bentuk kebiasaan kaum kristiani dihari rayanya (natal), olehnya Allah dan RasulNya sangat melarang keras bagi kaum muslim untuk mengenakannya, baik di hari natal ataupun hari-hari biasa.

Tetapi, kita tidak bisa berharap terlalu banyak, berharap ajaran Islam makin berkembang di negeri sekular ini adalah hal yang hampir tidak mungkin. Karena negara yang menerapkan sistem sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) sehingga susah jika kita ingin negara mendukung bentuk-bentuk atau ekspresi ibadah kita.

Dengan demikian, kita butuh solusi yang paripurna, solusi yang menyeluruh disetiap aspek permasalahannya. Sistem Islam, itulah tawaran solusi yang menjanjikan. Aturan yang datang dari sang khalik, dan tentu sistem mulia ini hanya dapat tegak nan kokoh dalam naungan negara Islam (khilafah). Dimana negara akan menjalankan peranannya sebagai pelindung akidah kaum muslim dari segala benturan, hingga Islam akan jaya sebagaimana dulu pernah ada, saat Rasulullah SAW dan para khalifah penerusnya menerapkan seluruh aturan Islam secara sempurna. Waallahu a’lamu bishowab.

 

Oleh : Siti Maisaroh
Penulis : Merupakan Mahasiswa UM.BUTON

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini