Sambut Hari Tani 2017, Puluhan Petani Unjuk Rasa di Kantor Gubernur Sultra

179
Ilustrasi
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Puluhan petani yang tergabung dalam Aliansi Tani Sultra Bersatu (ATSB) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (27/9/2017) dalam aksi perayaan Hari Tani Nasional 2017. Puluhan tani ini menuntut penyelesaian konflik-konflik agrari khususnya di Sultra yang hingga saat ini belum mengalami penurunan.

Ilustrasi
Ilustrasi

Koordinator Aksi Kisran mengungkapkan, praktek perampasan sumber-sumber agraria dan liberalisasi ekonomi semakin tidak terkendali. Meskipun dalam program Nawacita Presiden Jokowi butir ke-5, agenda reforma agraria telah menjadi prioritas kerja nasional dalam pembangunan Indonesia dengan keluarnya Perpres No.45 tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017.

“Tujuan reforma agraria sejati di republik ini terbukti masih jauh panggang dari api. Perampasan hak atas tanah,” ujarnya.

Politisi kedaulatan ruang masyarakat kota, lanjutnya, kriminalitas petani, kemiskinan sismetik serta represifitas aparatur negara merupakan fenomena anomali yang dinilai sebagai biang kerok dalam menyumbat cita-cita reforma agraria.

Hal itu pun yang dinilai oleh ATSB, sebagai ketimpangan struktur agraria di Sultra. Dalam konteks lokal sultra, tambahnya, praktek praktek monopoli atas sumber agraria juga semakin masif. Dimana konflik-konflik agraria yang terjadi selalu menempatkan petani menjadi korban penggusuran dan perampasan ruang agraria.

“Seperti yang dialami oleh petani di UPT Arongo, Kecamatan Palangga (UPT Tolihe), Kecamatan Moramo (UPT Amohola I, UPT Amohola II, Desa Pudarua Jaya, Desa Marga Cinta, Desa Watuporambaa) serta masih banyak lagi di Sultra,” ungkapnya.

Selain konflik pertanahan di Konawe Selatan (Konsel), lanjut Kisran, juga terjadi konflik wilayah tangkap antara masyarakat nelayan Desa Panambea dan Desa Wawosunggu dengan kapal-kapal tangkap milik bandar-bandar besar.

“Sehingga kami menuntut jalankan reforma agraria sejati yang berkeadilan gender, segara bentuk pokja untuk percepatan pelaksanaan reforma agraria dan penyelesaian konflik agraria di Sultra. Hentikan teror dan kriminalisasi rakyat, petani dan nelayan serta pejuang agraria,” jelasnya.

Selain itu, massa juga menuntut agar pemerintah mencabut Undang-undang sektoral dan RUU yang dinilai tidak sejalan dengan UU PA Nomor 5 Tahun 1960. Juga menghentikan proyek-proyek infrastruktur yang menggusur, merampas hak hak dan sumber penghidupan petani dan nelayan.

“Tuntaskan kasus korupsi sumber daya alam, wujudkan kedaulatan pangan di Sultra. Hentikan dan tindak tegas pelaku perampasan tanah rakyat, hutan untuk rakyat bukan untuk perkebunan dan pertambangan,” tutupnya.

Sebelum meninggalkan kantor Gubernur Sultra, massa aksi sempat ditemui oleh Kepala Biro Umum Sekretariat Daerah (Sekda) Sultra Beangga Herianto dan mengajak massa untuk berdiskusi dengan salah satu perwakilan massa aksi.

“Permasalahan yang terkait itu sudah tepat disampaikan saat ini, karena proses penetapatan anggaran sementara dibahas. Tapi minta maaf karena pimpinan Plt Gubernur dan Sekda tidak berada di tempat, tapi kalau semuanya mau masuk terpaksa kita diskusi dilapangan saja,” ucapnya.

Namun hal itu ditolak oleh massa, dan memaksa agar seluruh massa aksi bisa masuk kedalam ruang kantor gubernur Sultra. (B)

 

Reporter: Randi Ardiansyah
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini