SK Pemberhentian Tetap Jadi Masalah Pilkada

38

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), KPU, dan Bawaslu telah menetapkan 5 poin keputusan untuk solusi terlambatnya surat keputusan (SK) pemberhentian permanen calon bupati/wakil bupati 23 Oktober 2015.

Namun demikian, belum ada jaminan jika SK berhenti calon bupati/wakil bupati dari kalangan PNS dan dewan  di Sulawesi Tenggara (Sultra) nantinya tetap akan keluar.

Pakar komunikasi politik Najib Husen mengatakan tidak adanya jaminan tersebut akan menimbulkan masalah baru. Bisa saja hingga hari pemilihan 9 Desember 2015, pejabat seperti Gubernur tetap tidak menandatangani pemberhentian anggota dewan di kabupaten.

Terlambatnya surat pemberhentian bisa masuk di ranah politik atau ranah administrasi. Jika berkaitan dengan politik maka sudah pasti tidak keluarnya SK itu karena ada kepentingan yang bermain. Olehnya kata Najib, perlu ada regulasi yang menekan pejabat setingkat Gubernur untuk mengeluarkan SK calon.

“Di Sultra, menjegal calon dengan tidak adanya SK dari atasan itu merupakan cara-cara lama yang kembali dipraktekan. Dahulu di Kota Kendari hal itu pernah terjadi,” kata Najib di Kendari, Jumat (23/10/2015).

Akademisi yang meraih gelar Doktor Komunikasi politik UGM ini mengatakan publik selama ini mengetahi bahwa batas penyetoran SK yakni 60 hari setelah penetapan calon sesuai PKPU nomor 12 tahun 2015. Namun, dengan adanya kesepakatan baru yang bertolak belakang maka bisa memicu konflik.

Ada calon yang belum mendapatkan SK berhenti permanen tapi diloloskan sementara calon lainnya sudah berhenti secara permanen. Hal itu menimbulkan persepsi bahwa calon tidak mendapat perlakuan yang sama.

Olehnya harus ada sebuah kebijakan yang luar biasa atau istimewa terhadap calon yang belum mendapatkan surat berhenti definitif. Bila perlu kata Najib,  ada surat perjanjian antara calon dengan KPU bahwa tetap akan berhenti secara permanen.

“Misalnya calon diberi waktu 1 minggu setelah tanggal 23 Oktober harus sudah ada surat berhenti permanennya keluar. Jadi tetap ada sebuah komitmen waktu yang mengikat,” ujar Najib.

Apa yang dilakukan oleh pimpinan dengan tidak menandatangani SK pemberhentian  merupakan sebuah pelanggaran kata Najib.Yakni melanggar hak asasi manusia tentang diberikan kesempatan untuk dipilih. Menjadi sangat disayangkan jika itu dilakukan oleh instansi pemerintahan di Sultra.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini