Tahta Putra Mahkota dan Panggung Akbar Para Ayah

521
Tahta Putra Mahkota dan Panggung Akbar Para Ayah

Tahta Putra Mahkota dan Panggung Akbar Para Ayah

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pertarungan “putra mahkota” politik dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2017 Sulawesi Tenggara mulai memasuki babak akhir. Adriatma Dwi Putra (ADP), putra Walikota Kendari Asrun berhasil memenangkan pertarungan Kendari. Agus Feisal Hidayat putra mantan Bupati Buton Sjafei Kahar menang di Buton Selatan. Sementara LM. Ihsan Taufik, putra mantan Bupati Muna Ridwan Bae keok di Muna Barat.

#Asrun-Adriatma Dwi Putra

Masa jabatan Asrun sebagai Wali Kota Kendari (dua periode) akan berakhir 8 Oktober 2017 mendatang. Estafet kepemimpinan tersebut akan diserahkan langsung kepada putra kandungnya. ADP akan melanjutkan cetak biru pembangunan Asrun selama dua periode memimpin.

Kemenangan itu dipastikan setelah pleno rekapitulasi perhitungan suara Rabu, 22 Februari 2017 lalu. ADP yang berpasangan dengan kader PKS Sulkarnain unggul dengan perolehan 62.019 suara (40,99 %). Kemudian disusul Abdul Rasak-Haris Andi Surahman 55.759 suara (36, 85 %) dan Mohammad Zayat Kaimoeddin-Suri Syahriah Mahmud 33.501 suara (22,14 %).

Hasrat ADP untuk naik takhta sepertinya bakal berlangsung mulus meski Rasak-Haris mendaftarkan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Peluang untuk diprosesnya gugatan sangat kecil dengan selisih ADP dan Rasak yang mencapai 4 persen. Sementara standar MK untuk Kota Kendari yakni 1,5 persen (jumlah penduduk lebih dari 250 ribu) selisih atau lebih kecil.

Kemenangan ADP tersebut tak lepas dari “kalkulator” politik Asrun yang berlatar belakang seorang insinyur (ilmu eksakta). Keakuratan Asrun dalam takaran politik, terbukti ketika mengatur dua anaknya. Putra sulung Asrizal Pratama kini jadi legislator PAN di DPRD Kendari sedangkan ADP adalah si bungsu yang selalu didorong Asrun dalam pertarungan-pertarungan akbar.

Di bawah naungan Asrun sebagai Ketua PAN Kendari, perjalan politik ADP dimulai pada Pilcaleg 9 April 2014 di DPRD tingkat provinsi. Dia terpilih dengan suara terbanyak 25.387. Begitu duduk di DPRD Sultra, ADP mendapat kursi kehormatan sebagai Ketua Komisi III DPRD Sultra. Dua tahun kemudian ADP juga menduduki jabatan strategis sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Sultra.

Saat ini usia ADP baru baru menginjak 27 tahun, kelahiran 28 Mei 1989 silam. Usia yang sangat muda untuk ukuran seorang kepala daerah sekelas wali kota/bupati. Jika dilantik pada 9 Oktober 2017 mendatang, ADP genap berusia 28 tahun. Sebuah rekor yang belum pernah terjadi di Sultra.

#Sjafei Kahar-Agus Feisal Hidayat

Sjafei Kahar merupakan bupati Buton dua periode 2001-2011 dan seorang kader Golkar senior yang berasal dari birokrasi pemerintahan. Dia pernah mendorong putranya Agus Feisal Hidayat pada pemilihan bupati Buton 2011. Kala itu, Agus sebagai putra mahkota berpasangan dengan kader PKS Yaudu Salam Ajo.

Hasilnya Agus berhasil menumbangkan lawan-lawannya pada putaran pertama dengan 32 persen suara. Namun, mahkota yang hendak dikenakan Agus mendadak lenyap dengan adanya anulir MK. Pemungutan suara ulang digelar dan dimenangkan Samsu Umar Samiun sebagai bupati.

Meskipun Umar yang dilantik dan menjabat selama hampir 5 tahun, namun sengkarut lenyapnya mahkota Agus ternyata bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Ketua MK Akil Mochtar dijebloskan ke penjara terkait kasus suap, salah satunya kasus Pilkada Buton. Terakhir, Umar Samiun jadi tersangka dan sudah ditahan oleh komisi anti rasuah tersebut.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Garis tangan Agus yang pernah kehilangan mahkota membawanya pada pertarungan Pilkada Buton Selatan (Busel). Sebuah Daerah Otonomi Baru (DOB) yang mekar 2014, dahulu berada dalam wilayah pemerintahan Sjafei.

Dari 7 daerah Pilkada Sultra 2017, Busel merupakan daerah dengan kontestan calon kepala daerah terbanyak, total 4 pasangan calon. Namun hal itu bukan halangan untuk merengkuh sejuk kemenangan, Agus yang berpasangan dengan La Ode Arusani mengumpulkan 17.224 suara (43.01 %).

Mantan Penjabat Bupati Busel M. Faisal yang menggandeng Wa Ode Hasniwati mengumpulkan 15.686 suara (38.17 %) dan kerabat Umar Samiun, Sattar yang berpasangan dengan M. Yasin hanya bisa mendulang 5.915 suara (14.77 %). Di posisi paling buncit terdapat Agus Salim- Laode Agus 1.218 suara (3.04 %).

Mahkota yang pernah hilang kini akan benar-benar takkan terkeoas. Agus tak perlu resah lagi seperti pertarungannya di Buton sebab dalam pendaftaran gugatan di MK tak ada daerah Buton Selatan apalagi dengan selisih 4 persen dibanding suara terbanyak kedua. Itu artinya pelantikan hanya tinggal menghitung hari.

Meskipun Agus dilahirkan dari garis politik Sjafei namun dalam bendera politik bersilangan. Agus saat ini tercatat sebagai kader Demokrat sedangkan Sjafei tetap mempertahankan ke-Golkar-annya. Namun demikian Agus tak serta merta meninggalkan naungan si beringin kuning karena salah satu partai pengusungnya adalah Golkar.

Agus lahir di Bau-Bau pada 11 Agustus 1976. Saat mendaftar di KPU 2016 lalu, usianya sudah 40 tahun. Pada saat memenangkan Pilkada Buton 2011, Agus hampir saja menjadi satu-satunya putra mahkota di Sultra yang terpilih pada saat orang tuanya masih menjabat kepala daerah. Kini rekor tersebut dipegang oleh Putra Asrun, ADP.

#Ridwan Bae-LM. Ihsan Taufik

Salah satu politisi senior Sultra adalah Ridwan Bae. Ia pernah mengecap manisnya kursi seorang bupati selama dua periode 2000 sampai 2010 di Muna. Di tahun 2017, ia mendorong putranya bernama LM. Ihsan Taufik bertarung di Pilkada Muna Barat, daerah yang sebelumnya tergabung dengan Muna lalu mekar 2014. Namun sayang putra Ridwan belum cukup tangguh untuk berhadapan dengan Rajiun, mantan Penjabat Bupati Muna Barat.

Rapat Pleno Rekapitulasi Penetapan Hasil Perhitungan Suara yang digelar oleh KPU Rabu (22/2/2017) lalu, LM. Rajiun-Ahmad Lamani meraih suara sebanyak 26. 121 (59,4%). Ihsan Taufik -La Nika hanya meraup suara 17. 823 suara (40,6 %).

Selisih yang begitu besar tersebut menunjukkan keperkasaan Rajiun yang pernah memimpin Muna Barat. Padahal dalam pertarungan ini Ihsan tak sendiri, dukungan datang dari berbagai elemen politik Golkar dan Bupati Muna Rusman Emba. Kekalahan itu final, sebab kubu Ihsan sudah mengucapkan selamat terhadap Rajiun dan tak ada gugatan di MK.

Dari catatan perjalanan politik, Ihsan adalah sosok anak muda pendatang baru di gelanggang politik. Ihsan hampir saja menjadi bupati termuda di Sultra, dari 38 calon kepala daerah yang mendaftar di KPU pada 7 daerah Pilkada Sultra 2017, dia petarung yang paling muda dengan usia 27 tahun. Putra ke-5 Ridwan Bae ini lahir pada 2 September 1989, lebih muda 5 bulan dari putra Asrun, ADP.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

#Asrun-Sjafei-Ridwan dalam Gelanggang yang Lebih Akbar

Asrun dan Sjafei menatap cerah pertarungan akbar Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sultra 2018, ajang paling bergengsi dari semua Pilkada. Modalnya sudah pasti didukung langsung secara all out oleh putra mereka.

Dalam politik memang dikenal istilah tak ada teman abadi dan tak selamanya musuh menjadi lawan, yang kekal hanyalah kepentingan. Namun lain cerita bila kepentingan yang dibangun dengan hubungan darah “bapak-anak”. Pertalian darah secara langsung dalam lingkar kekuasaan dinasti masa kini, seperti dua roda yang berputar saling dibesarkan-membesarkan.

Hitung-hitungan modal politik Asrunlah di atas angin. Jabatan sebagai Ketua DPW PAN Sultra tak lama lagi akan direbutnya dari Umar Samiun yang saat ini menjadi tersangka KPK. Kalaupun ada skenario lain maka tentu ADP yang menjabat sekretaris akan mengamankan pintu pencalonan gubernur. PAN yang memiliki 9 kursi DPRD provinsi sudah cukup untuk pintu pencalonan tanpa harus berkoalisi.

Sjafei Kahar ini tak memiliki modal partai seperti Asrun dan Ridwan. Namun sebagai kader tulen di Golkar tentu akan menjadi opsi kuat jika Ridwan tak maju bertarung. Dalam catatan politiknya, ia pernah membuat perjanjian politik dengan Bupati Kolaka Utara Rusda Mahmud bahwa yang tertinggi surveinya akan menjadi 01. Ini berarti Sjafei bersedia menjadi 02 jika terdesak, berbeda dengan Asrun dan Ridwan yang ngotot maju 01.

Jika mau menjadi 02 maka tentu Sjafei akan menjadi incaran sedap kandidat-kandidat calon gubernur. Bagaiamanapun juga Sjafei yang pernah menjadi bupati dua periode merupakan representasi tokoh yang mewakili wilayah Kepulauan Buton, plus kekuatan Buton Selatan yang dikuasai putranya. Dalam posisi ini, Sjafei akan menjadi incaran kandidat wilayah datatan seperti Asrun, Lukman Abunawas, dan lainnya.

Mendung saat ini menggelayuti sejarah perjalanan politik Ridwan Bae yang telah dua kali menelan pil pahit kekalahan. Pertama keok di Pilgub 2012 melawan Nur Alam dan kini 2017 putra yang didukungnya kalah duel dengan LM. Rajiun Tumada.

Modal Ridwan yang tersisa adalah posisinya sebagai Ketua Golkar Sultra dan legislator di DPR RI. Golkar yang memiliki 7 kursi di DPRD Sultra tak akan menyulitkan Ridwan yang hanya perlu mencari 2 kursi koalisi. Meskipun putranya kalah di Muna Barat, ada kemungkinan dia akan didukung penuh oleh Bupati Muna Rusman Emba, kendati sudah keluar dari Golkar dan memilih masuk struktur PDIP.

Baca Juga : Panggung Para “Putra Mahkota” Penerus Tahta Politik

Langkah politik Rusman menentang PDIP pernah ditunjukkannya secara terang-terangan dengan mengantar langsung Ihsan saat mendaftar di KPU dan menyatakan dukungan lewat media massa. Alasannya tidak lain karena pertalian darah, Ridwan adalah paman Rusman.

Magnet politik 2018 akan mempertamukan ketiganya di gelanggang Pilgub. Masing-masing akan tarik-menarik di garis yang sama atau malah berlawanan. Kemungkinan kecil, satu atau dua diantaranya hanya akan menjadi penggembira sengitnya pertarungan. (A*)

 

Penulis : Muhamad Taslim Dalma
Editor : Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini