Tanpa Restu Gubernur, Paslon Ruksamin-Raup Boleh Ikut Pilkada

38

ZONASULTRA.COM, KENDARI– Para pendukung dan simpatisan pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Konawe Utara (Konut) Ruksamin-Raup dengan tagline Konasara, kini bisa bernapas lega. Jagoan mereka dipastikan boleh ikut Pilkada meski surat pengunduran diri Raup ditolak oleh gubernur.

Kepastian itu diketahui setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bersama KPU dan Bawaslu Pusat, mengadakan pertemuan tertutup Selasa (20/10/2015), membahas persiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015. Salah satu yang dibahas adalah persoalan calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah yang disyaratkan harus mundur dari jabatannya setelah ditetapkan sebagai calon oleh KPU. (Baca Juga: KPU Konut Tunggu SK Pengunduran Diri Raup Paling Lambat 23 Oktober )

Hal ini juga berlaku bagi kader PAN di Kolaka Timur (Koltim), Farida yang maju berpasangan dengan Syamsul Alam. Untuk kasus Raup yang juga ketua DPD PAN Konut, proses pengunduran dirinya sudah dilakukan secara berjenjang dengan proses yang tidak mudah. Mulai dari persetujuan ketua DPRD, Sekretaris dewan, bupati.

Namun untuk gubernur yang juga ketua DPW PAN Sultra, Nur Alam, menolak menandatangani persetujuan bagi Raup untuk maju dalam Pilkada. Nur Alam sendiri mendukung paslon incumbent Aswad Sulaiman-Abuhaera. Hal serupa juga terjadi di Koltim. Gubernur justru mendukung Tony Herbiansyah yang berpasangan dengan Andi Merya.

Alasan Nur Alam tidak mendukung kedua kadernya tersebut maju di Pilkada karena dianggap menyalahi mekanisme partai dalam melakukan penjaringan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Keduanya dituding melakukan penjaringan tanpa koordinasi dengan DPW PAN Sultra. Nur Alam pun geram dan menyebut kedua kadernya itu adalah “maling kundang”.

Dikutif dari laman resmi www.dkpp.go.id, diketahui ada delapan pejabat yang harus mundur dari jabatannya jika telah ditetapkan menjadi calon, yaitu polisi, TNI, PNS, pegawai BUMN, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Syarat mundur tersebut tidak cukup hanya berupa surat permohonan pengunduran dari calon.

KPU dalam PKPU Nomor 12 Tahun 2015 memberi batas waktu 60 hari agar calon melampirkan surat keputusan pemberhentian dari pejabat yang berwenang mengeluarkan surat tersebut.

Dalam konferensi pers yang disampaikan oleh Ketua DKPP Prof Jimly Asshiddiqie bahwa batas 60 hari yang ditentukan KPU ternyata menimbulkan masalah. Sejak tahapan penetapan pada 24 Agustus 2015 sampai hari ini, batas tersebut sudah hampir habis. Dan pada 23 Oktober 2015 batas itu telah habis. Sementara masih ada 100 lebih calon yang masih belum mendapatkan SK dari pimpinan mereka.

“Untuk itulah hari ini kami bertemu untuk menyusun langkah-langkah solutif. Jangan sampai masalah administratif menghambat hak  konstitusional calon dan mengganggu agenda nasional. Para calon itu sebenarnya telah beriktikad baik mengajukan pengunduran diri.

Akan tetapi karena berbagai alasan, seperti alasan politis, pengunduran diri mereka dihambat,” ungkap Prof Jimly didampingi Ketua KPU Husni Kamil Manik dan Ketua Bawaslu Prof Muhammad.

Poin Kesepakatan

Prof Jimly menyampaikan, rapat tiga lembaga kepemiluan (tripartit) tersebut telah memutuskan lima hal terkait masalah syarat pengunduran diri calon. Berikut adalah lima poin kesimpulan rapat.

  1. KPU tetap konsisten menjalankan peraturan untuk batas waktu 60 hari. Batas waktu 60 hari dimaksudkan (primer reasoning-nya) untuk mencegah penyalahgunaan oleh calon.
  2. Namun, jika calon terbukti telah beriktikad baik dan sungguh- sungguh memenuhi persyaratan tetapi terkendala hal di luar kemampuannya, maka calon dapat dinyatakan memenuhi syarat.
  3. KPU dan Bawaslu mengirim surat ke instansi yang memiliki otoritas menerbitkan SK pemberhentian terhadap calon kepala atau wakil kepala daerah yang telah mengajukan pengunduran diri.
  4. KPU mengeluarkan surat edaran ke KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota tentang penilaian terhadap surat permohonan pemberhentian calon atau wakil calon dari jabatannya seperti yang diatur PKPU 12/2015.
  5. Bawaslu menerbitkan surat edaran kepada Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota agar segera merespons atas sengketa pencalonan para pihak dalam kesempatan pertama dan putusannya bersifat final.

Dengan adanya 5 kesepakatan triparti tersebut, maka tanda tangan persetujuan maju dalam Pilkada atasan calon yang bersangkutan  secara berjenjang termasuk gubernur sekali pun, tidak wajib bahkan tidak berlaku jika tidak menyetujuinya.

Pendukung Tenang

Terkait kesepakatan triparti tersebut, Raup yang dihubungi melalui telepon selularnya menyambut baik keputusan DKPP bersama KPU dan Bawaslu. Ia pun meminta seluruh pendukungnya dari perbatasan Konut-Konawe desa Tondowatu hingga ke perbatasan Konut-Sulawesi Tengah (Sulteng) desa Tetewatu untuk tetap tenang.

“Alhamdulillah, sekarang sudah ada keputusan bersama DKPP, KPU dan Bawaslu. Karena itu kami menghimbau kepada seluruh keluarga, pendukung dan simpatisan agar tenang dan sabar menghadapi berbagai cobaan,” kata Raup, Selasa (21/10/2015).

Raup mengakui, dirinya bersama Ruksamin menghadapi banyak tantangan dan kendala dalam pencalonannya. Mulai dari internal partai hingga ke atasannya di daerah.

Ia pun mengakui dirinya bersama tokoh masyarakat Konut telah berupaya menemui Gubernur Sultra, Nur Alam untuk meminta restu dan persetujuan pengunduran diri di kediamannya, namun tak mendapat respon.

“Sekarang tak perlu lagi ada yang dipolemikkan, semuanya sudah jelas Konasara boleh ikut Pilkada. Jadi kalau ada segelintir orang yang mengkampanyekan kami akan gugur, itu adalah bentuk ketakutan mereka saja. Mari kita bertarung secara fair dan gentleman dalam Pilkada 9 Desember mendatang,” kata Raup.  

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini