Tidak Masuk Peta Sastra Nasional, Penyair Sultra Bangkit

153

Tidak diperhitungkannya Sultra ini dalam peta sastra nasional dapat dilihat dari tidak adanya karya-karya lokal Sultra yang masuk dalam kurikulum pendidikan nasional. Hal itu kata sastrawan nasional

Tidak diperhitungkannya Sultra ini dalam peta sastra nasional dapat dilihat dari tidak adanya karya-karya lokal Sultra yang masuk dalam kurikulum pendidikan nasional. Hal itu kata sastrawan nasional asal Sultra, Raudal Tanjung Benua, telah membuat siswa hanya mengenal karya sastra asal Jakarta dalam buku sekolahnya.
Raudal belum menemukan referensi yang cukup untuk mencantumkan sastra Sultra dalam peta kesusastraan tanah air. Hal ini memprihatinkan padahal Sultra memiliki tradisi sastra bukan hanya lisan berupa ritual, melainkan juga tertulis sepeti penulisan kabhanti.
“Jangan lupakan bahwa daerah ini sudah memiliki sastra berabad lampau, dengan tokoh dan karya yang abadi hingga kini. Kabhanti Muhammad Idrus Qaimuddin, Bula Malino, dan segala hal menyangkut tradisi kepujanggaan di Keraton Buton adalah modal besar yang harus dibangkitkan,” Kata Raudal dalam acara temu 40 penyair muda Sultra di Kantor Bahasa Sultra, Jum’at (1/5/2015).
Bukan hanya di Sultra, banyak sekali di daerah lain yang tidak muncul dalam percaturan sastra nasional. Olehnya, kata Raudal, penyair muda Sultra saat ini perlu lebih kreatif dalam membuat jalan sendiri untuk memperkenalkan sastra lokal Sultra.
Sementara itu, penyair Sultra Syaifuddin Gani mengatakan kini penyair lokal Sultra terus bermunculan dengan karya-karyanya yang tidak kalah dengan kesusastraan Jakarta. Para penyair itu bersal dari Kendari, Bau-Bau, Kolaka, Muna dan Konawe.
“Jika terus bangkit seperti sekarang ini maka dengan sendirinya akan turut diperhitungkan dan bisa masuk dalam peta sastra tanah air,” kata Syaifuddin. (Taslim)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini