4 Oktober Sidang Praperadilan Nur Alam Digelar

205
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jalan Ampera
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jalan Ampera
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jalan Ampera
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jalan Ampera

 

ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengajukan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel). Panitera PN Jaksel mengamini hal tersebut saat dikonfirmasi awak Zonasultra.

“Iya. Berkas praperadilan Nur Alam sudah masuk,” ujar Ratih selaku staf panitera PN Jaksel di kantornya di Jalan Ampera Raya no.133 Jaksel, Selasa (20/9/2016).

Ratih juga menuturkan bahwa praperadilan Gubernur Sultra dua periode ini akan digelar 4 Oktober mendatang.

“Sidangnya nanti tanggal 4,  Hakimnya wakil ketua Pak Wayan dan hakim lainnya belum diketahui,” ungkapnya lebih lanjut.

Sebelumnya, pada 16 September yang lalu  penasehat hukum Nur Alam, Maqdir Ismail  mendaftarkan permohonan praperadilan atas penetapan Gubernur Sultra sebagai tersangka dengan dugaan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tipikor oleh KPK. Perkara ini  terdaftar dengan nomor: 127/Pid.Prap/2016 PN.Jkt. Sel.

Alasan praperadilan yang diajukan berkenaan dengan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dipersangkakan oleh KPK telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor ini pernah digugat  oleh PT. Prima Nusa Sentosa di Peradilan Tata Usaha Negara.

(Artikel Terkait : Nur Alam Salah Satu Kepala Daerah Yang Memiliki Rekening Gendut)

Dalam putusannya Mahkamah Agung memutuskan bahwa penerbitan IUP tersebut sesuai dengan kewenangan dan prosedur dalam penerbitan IUP, sehingga berdasarkan ketentuan padal 37 huruf b Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara, adalah menjadi kewenangan Gubernur untuk penerbitan izinnya.

Menurut pihaknya, dalam penetapan Nur Alam sebagai tersangka ini, belum ada penghitungan kerugian keuangan sebagai elemen pokok dugaan perbuatan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor sesuai  Putusan Mahkamah Konstitusi No.003/PUU-IV/2006, tanggal 25 Juli 2006. Bahwa dalam perkara ini, ketika Nur Alam ditetapkan sebagai Tersangka pada tanggal 15 Agustus 2016 (saat keluarnya SprinDik 15 Agustus 2016), tidak ada perhitungan kerugian keuangan Negara yang jumlahnya nyata dan pasti serta dilakukan oleh ahli yang berwenang menurut UU yakni BPK.

Alasan lainnya juga, sesuai dengan UU KPK, KPK tidak diperkenankan melakukan penyelidikan, ketika ada lembaga lain sedang melakukan penyelidikan atas obyek yang sama. Dalam  MOU antara KPK, Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian Negara RI,  terkait dengan ketentuan pasal 6, 7, dan 8 UUKPK.

Kejaksaan Agung sedang melakukan penyelidikan, berdasarkan Surat perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-04/F.2/Fd.1/01/2013 tanggal 15 Januari 2013. Kejaksaan Agung RI menerbitkan surat dengan No. R-391/F.2/Fd.1/08/2015 tertanggal 24 Agustus 2015 yang ditujukan kepada Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan Keuangan (PPATK), menyatakan bahwa, “ Sehubungan dengan surat dari PPATK S-604/1.03.1/PPATK/12/12/SR tanggal 12 Desember 2012 Perihal: Hasil Analisis Transaksi keuangan Yang Berindikasi Tindak Pidana Korupsi Atas Nama NUR ALAM, dan berdasarkan hasil penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang atas nama NUR ALAM,  ternyata sampai saat ini belum ditemukan alat bukti yang cukup untuk dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Dengan kata lain sampai dengan tanggal 23 Agustus 2015 Kejaksaan Agung masih melakukan penyelidikan.

(Artikel Terkait : Nur Alam Tersangka di KPK, Asrun Akhirnya Buka Suara)

Akan tetapi ternyata berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan No: Sprin.Lidik-26/01/04/2015 tanggal 06 April 2015 (sesuaikonsiderans Surat Permintaan Keterangan No. R-299/22/03/2016 tanggal 10 Maret 2016 yang diterbitkan KPK), KPK melakukan penyelidikan perkara yang sama  dengan perkara yang sedang diselidiki oleh Kejaksaan Agung RI berdasarkan surat perintah penyelidikan tanggal 15 Januari 2013, sehingga terjadi duplikasi penyelidikan.

Ini adalah pelanggaran terhadap UU KPK dan MOU KPK, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penyelidik KPK. (B)

 

Reporter Rizki Arifiani
Editor Tahir Ose

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini