8 Warga Sultra Digigit Buaya, BKSDA Ungkap Faktor Penyebabnya

4597
Ilustrasi buaya
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM,KENDARI- Sepanjang tahun 2019, tercatat 8 warga Sulawesi Tenggara (Sultra) menjadi korban serangan buaya. Dari semua korban itu, ada 5 orang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia, dua orang lainnya terluka dan satu orang masih dalam proses pencarian tim gabungan di Sungai Lasolo, Konawe Utara.

Berdasarkan data yang dihimpun zonasultra kejadian warga menjadi mangsa buaya tahun 2019 diawali dengan peristiwa pertama, Melkias (54) seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di salah satu instansi lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe.

Jasadnya ditemukan setelah dilakukan pencarian selama tiga hari dalam kondisi tubuh yang utuh, Selasa (19/3/2019) siang di Sungai Lahambuti, Kelurahan Unahaa, Konawe. Korban sebelumnya hilang pada Minggu (17/3/2019) malam sekitar pukul 20.00 Wita, saat memancing bersama anaknya.

Peristiwa itu terjadi ketika salah satu umpan pancing milik korban dimakan ikan. Korban kemudian menarik tali pancingnya. Tarik menarik antara korban dan ikan terjadi cukup lama lantaran ikan Lele yang diduga berukuran cukup besar. Korban kemudian ke tepi sungai untuk menarik pancingannya. Saat itu tiba-tiba seekor buaya muncul di dekat korban dan menggigit tangannya serta menyeretnya hingga masuk ke sungai.

Peristiwa kedua pada Senin (8/4/2019) sekitar pukul 13.30 Wita La Sudi (46) warga Kioko, Kelurahan Bonegunu, Kecamatan Bonegunu, Kabupaten Buton Utara (Butur) meninggal dunia setelah digigit buaya di Kali Kioko.

(Baca Juga : Warga Konut Hilang Saat Mencuci di Sungai, Diduga Diterkam Buaya)

Saat itu korban bersama tiga orang rekannya tengah membawa kayu yang telah dirakit melewati Kali Kioko. Ketinggian air saat itu sebatas lutut orang dewasa. Dalam perjalanan, tiba-tiba muncul seekor buaya dari dalam air dan langsung menerkam kaki korban.

Peristiwa ketiga, Darlin Uti (30) korban terkaman buaya di Sungai Malaoge, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton ditemukan dalam keadaan meninggal dunia pada Sabtu (13/4/2019) sekira pukul 16.45 WITA oleh tim Basarnas Kendari.

Kronologi kejadiannya pada Jumat (12/4/2019) pukul 14.00 WITA korban bersama adiknya Darlan sedang menambang pasir di Sungai Malaoge menggunakan mesin pompa penambangan pasir. Ketika mesin mengalami masalah (trouble), korban turun ke sungai untuk memeriksa pipa spiral mesin pompa penambangan dengan menggunakan peralatan selam tradisional berupa kompresor angin. Sekitar 15 menit setelahnya, korban tiba-tiba diterkam seekor buaya.

Selang beberapa bulan kemudian, seorang ibu rumah tangga (IRT) bernama Sinta (29) warga Kelurahan Tiworo, Kecamatan Tikep, Kabupaten Muna Barat (Mubar), digigit seekor buaya saat sedang mencuci pakaian di Sungai Tiworo, Minggu (7/7/2019) sekitar pukul 09.00 Wita.

(Baca Juga : Kaki Kanan Hilang, Warga Konut yang Diterkam Buaya Ditemukan Tewas)

Sinta menceritakan, awalnya sekitar pukul 08.00 wita, dirinya datang di sungai untuk mencuci pakaian dan beberapa anak tetangganya sedang mandi tidak jauh dari tempatnya mencuci. Saat mencuci, ia membelakangi sungai. Ia juga mengaku tidak melihat ukuran buaya tersebut saat digigit. Hanya saja saat itu dia melihat gigi dan mulut buaya yang sudah terbuka siap menerkam.

Selanjutnya, Andri (30) warga Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton juga ditemukan ditemukan dalam keadaan meninggal dunia pada Selasa (6/8/2019) sekitar pukul 11.45 WITA. Korban menjadi korban terkaman buaya saat mengambil air di bendungan di Sungai Umalaoge, Senin (5/8/2019).

Kejadian itu bermula saat korban bersama istri dan ibu mertua pergi ke Bendungan Umalaoge. Korban berniat mengambil air untuk menyiram sayur di kebunnya dengan menggunakan ember cat besar. Saat turun ke pinggir bendungan, korban tiba-tiba terjatuh ke dalam bendungan dan tenggelam. Sejumlah warga sempat melihat korban dalam gigitan buaya tidak jauh dari tempat kejadian.

“Sebelum berhasil dievakuasi korban sempat terlihat, tapi masih dalam mulut buaya. Sehingga tim memutuskan untuk menunggu sampai korban terlepas,” ungkap Kepala Basarnas Kendari Djunaedi.

Korban berikutnya, Rahmi (21) terpaksa menjalani perawatan intensif di Puskesmas Andowia, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara (Konut), setelah beberapa bagian tubuhnya mengalami luka robek usai diterkam dan digigit buaya. Peristiwa itu terjadi Minggu (29/9/2019) saat warga Desa Mata Benua, Kecamatan Landawe saat ia tengah mencari pokea di kawasan Sungai Puusuli, Kecamatan Andowia.

(Baca Juga : Lagi, Warga Konut Diterkam Buaya)

Akhir tahun ini, Nurgaya (48), warga Desa Bandeuta, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konut ditemukan dengan kondisi telah meninggal dunia tanpa kaki kanan, korban dikabarkan tenggelam di sungai sekitar Desa Sambandete saat sedang mencuci pakaian, Kamis (26/12/2019).

Peristiwa warga diterkam buaya pun kembali terjadi di Konut, korbannya bernama Ema (40) warga Desa Puusuli, Kecamatan Andowia. Hingga saat ini, korban yang merupakan Ibu Rumah Tangga (IRT) itu belum ditemukan pasca diterkam buaya sekitar pukul 09.00 WITA, Jumat (27/12/2019) pagi tadi.

Faktor Penyebab versi BKSDA Sultra

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sultra Sakrianto Djawie mengungkapkan, untuk sementara pengamatan timnya di lapangan hal yang menyebabkan peristiwa itu karena adanya sejumlah faktor antara lain disebabkan oleh konflik ruang antara manusia dan satwa, dalam hal ini beberapa spot/titik ruang yang menjadi habitat buaya telah menjadi ruang pemanfaatan aktivitas manusia.

Tak hanya itu ada kemungkinan pakan (makanan) dari satwa tersebut berkurang akibat aktivitas pemanfaatan oleh manusia. Namun, menurutnya, kondisi ini juga masih membutuhkan kajian dan penelitian lebih lanjut.

(Baca Juga : Begini Kronologi Warga Konut yang Kembali Diterkam Buaya)

Akibat maraknya terjadi konflik satwa dan manusia saat ini, Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ditjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) dalam waktu dekat ini akan memprioritaskan program penanganan konflik satwa dengan manusia melalui sinergi dengan berbagai pihak untuk review penataan ruang di sepanjang alur sungai atau koridor satwa.

“Buaya lebih kepada aktivitas manusia di sepanjang alur sungai atau koridor satwa di darat konflik manusia dengan satwa anoa misalnya. Kalau aktivitas di alur sungai misalnya, ya bisa aktivitas penangkapan ikan di area habitat, pemukiman dan kegiatan pembukaan lahan misalnya pembuatan tambak dan lain-lain,” ungkap Sakri melalui sambungan pesan whatsapp.

Ia juga menjelaskan bahwa sifat satwa buaya umumnya akan menghindar dari manusia, kecuali dalam keadaan terancam misalnya habitatnya terganggu, dalam kondisi lapar, sedang bertelur serta dalam kondisi terluka. Satwa buaya jantan yang terusir dari kelompoknya pun bisa menjadi agresif. (a)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini