Air untuk Kopi

240
M.Al-Akram Opini - AIR UNTUK KOPI
M.Al-Akram

“Woiii!!!! Ngopi Woii… Udah pada ngopi blom? diem-diem baee,,, Ngopi napa??”

Demam celotehan yang sedang viral ini memang sangat kocak. Begitulah kreatifitas netizen. Mereka selalu punya cara yang unik dan nyeleneh untuk eksis dan menghibur di medsos.Bahkan teman tengga kamar kamar juga tak mau kalah. Pagi ini dengan dengan kebahagiaan yang luar biasa sambil menenteng secangkir kopi panas dia masuk kekamar tanpa mengetuk lalu berceloteh penuh ekspresi dengan kata-kata viral tadi. Dan sialnya, saya berhasil terprovokasi dengan kicauan dan kelucuannya. Sebagai seorang bugis yang menjujung rasa malu, saya tentu tak mau kalah darinya. Dikiranya pagi ini hanya dia yang bisa menikmati kopi dan keindahan semesta dari suara kicauan burung pak RT yang menang kontes pekan lalu.

Sejurus kemudian untuk sesachet kopi, saya melangkah ke warung bu’de Sri yang ada depan kontrakan.Setelah kembalidengan wajah sumringah sengaja saya goncang-goncangkan kopi sachet tadi untuk menarik perhatianya. Tapi sayangnya keangkuhanku kali ini tak berhasil, dia justru tersenyum getir seperti menyembunyikan sebuah rahasia. Entah apa juga rencana jahatnya kali ini, pokoknya saya tak begitu ambil pusing dan berlalu ke dapur. Namun setelah menuangkan bubuk kopi di gelas, ternyata air di digalon sudah habis. Ah,, betapa kurang beruntungnya saya pagi ini dan baru saya sadari, ternyata inilah rahasia dibalik senyum teman saya tadi.Dia berhasil mengkacangi saya kali ini. Tak mau kalah begitu saja, saya menyeduh air keran di panci. Tapi pagi ini sepertinya semesta memang sedang tak berpihak. Rupanya gas LPJ melon 3 Kg yang dikonversi lagi oleh pemerintah ini juga sudah habis dan jadi sempurnalah penderitaanku.

Ah, sudahlah! Kalau begini mau tak mau harus kuras dompet lagi untuk isi ulang ke minimarket kapitalis 24 jam itu. Habis mau bagaimana lagi, untuk ukuran warga negara yang cendrung kere seperti saya memang tak sedikit uang yang mesti dikeluarkan agar bisa mendapatkan air pada jaman now.Entah bagaimana juga di negriku yang kaya raya sumber daya alamya ini harga air bersih bisa cukup mahal. Air bersih yang sejatinya merupakan unsur asupan utama manusia dan mahluk hidup lain jadi komoditas yang tak sedikit orang bisa mengaksesnya. Tapi sudahlah, untuk menjelaskan keruwetan perosalan akses air di negri ini saja aku belum tentu bisa, apalagi kalau disuruh mencari solusi dan memecahkan masalahnya. Untuk hal itu saya angkat tangan dan biar jadi tugas pemerintah saja sebagai pertanggung jawaban pada rakyatnya. Pertama hal itu bukan bidang saya. Kedua kalaupun rakyat biasa seperti saya cukup berani untuk “gr” beropini mengkritik pemerintah, ya mau gimana. Wong mereka itu sudah merasa pintar-pintar semua kok. Ketigasaya urung ikut campur dulu, karena sebenarnya saya masih punya masalah lain yang lebih mendesak dan harus saya rampungkan. Ya, bubuk kopi saya yang sedari tadi sudah digelas belum saya seduh juga. Masa saya mesti menganggung rasa malu seharian karena ditertawai teman tadi. Itupun syukur-syukur kalau cuman sehari, nah kalau cerita “abang gagal ngopi” ini diceritakan sama teman yang lainnya?.Bukan apa-apa,bayangkan saja bisa-bisa predikat buruk ini melekat selamanya. Jadi jangan sampailah. Lebih baik idealisme saya dalam kasus ini sedikit mengalah saja pada post hegemoni kapitalis yang disebut minimarket itu. Paling tidak saya bisa lebih menghargai batapa pentingnya anugrah tuhan yang disebut air ini bagi saya dan kehidupan ini.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Saya percaya betul tak ada yang bakal menyangkal bahwa air adalah unsur yang paling penting dalam kehidupan mahluk hidup setelah mungkin kopi dan tembakauatau pemilukada. Kalau masih ada yang cukup keras kepala menyangkal hal tersebut, saya akan pasang badan mendebatnya selama 12 hari.

Tahukah kita bahwa manusia dalam batasan ketahanan fisik maksimal hanya mampu bertahan 3-5 hari?. Ya, itu fakta ilmiah. Tapi tahukah kita berapa kebutuhan air yang diperlukan manusia dalam sehari?, sebulan?, atau mungkin setahun?. Lalu berapa jumlah penduduk indonesia?, kalau dunia? Dan sebarapa banyak cadangan persediaan air yang tersisa untuk kelangsungan hidup kita dan anak cucu kitananti?. Hayo,,, coba jawab berapa?

Tentu tak banyak orang yang memikirkan soal ini. Apalagi mau menghitung dan memproyeksikannya. Percayalah, saya juga salah satu diantaranya. Lagi pula siapa juga selain para ilmuan dan pemerhati lingkungan yang rela mendedikasikan hidup mereka dalam masalah ini. Jika menanyakan pada saya, tentu saya akan kembali berkelit kalau itu bukan bidang saya dan apalagi ilmu yang diberikan oleh yang maha kuasa pada saya terbatas dalam hal matematika, statistik atau semacamnya.Tapi satu hal yang saya sadari, bahwa deertan pertanyaan tadi bukan hanya soal angka yang mengada-ngada. Kalau kita memiliki sedikit saja waktu untuk merenung dan memikirkannya, tentu kesadaran kemanusiaan kita akan dibawa pada sesuatu yang sulit kita bayangkan.

Krisis air merupakan salah satu ancaman bencana terbesar dalam kelangsungan mahluk hidup di bumi. Beberapa diantara kita mungkin berfikir bahwa persoalan air adalah sebuah isu “jauh panggang dari api”. Persoalan ini hanya tak lebih hanya dibesar-besarkan saja dan toh air dirumah masing-masing masih cukup memadai untuk digunakan sehari-hari untuk menyeduh kopi, cebok atau mandi.Tapi tahukah kita ada berapa banyak saudara kita di wilayah lain bumi ini mengalami kelangkaan dalam akses air bersih?. Memang tak bisa dipungkiri kalau 71% permukaan bumi terdiri dari air, Tapi meskipun begitu, ternyata hanya ada kurang dari 1% ketersediaan air bersih(tawar). 2% lainnya adalah kumpulan es di kutub utara dan selatan sebagai cadangan air segar dan sisanya 97% adalah air laut(asin). Angka kurang dari 1% tadilah yang tersedia bagi lebih dari 7 milyar populasi manusia dan mahluk hidup lainnya di bumi ini. Meskipun dengan kemajuan teknologi beberapa negara didunia dapat memproses air laut menjadi air layak minum melalui proses desalinisasi, namun kebutuhan air bersih masih menjadi persoalan yang mengkhawatirkan bagi kelangsungan peradaban.

Seperti yang dukutip BBC, sebuah survei yang pernah dilakukan tahun 2014 terhadap 500 kota besar di dunia. diperkirakan bahwa 1 dari 4 kota tersebut sedang menghadapi masalah krisis air. Bahkan tahun 2018 ini, kota besar Cape Town di Afrika Selatan diprediksi akan benar-benar kehabisan pasokan air bersihnya pada bulan Maret. Laporan lain yang dilansir dari kompas, bahwa diperkirakan 40% wilayah Jakarta dapat terndam air laut karna kantung-kantung cadangan air tanah tertutup aspal dan beton. Beijing Tiongkok dihuni 20% total penduduk dunia, tapi hanya memiliki 7% cadangan air tawar saja. Ditambah lagi 40% pulosi udara mencemari permukaan air. Sekarang mari kita ke Kairo di kawasan Timur Tengah. 97% sumber kebutuhan air Mesir berasal dari suangi Nil. Di 2025 mendatang krisis air akan melanda negara ini. Pencemaran limbah telah mencemari sungai dan menurunkan kualitas air. Bahkan WHO menyebutkan Mesir berada di urutan teratas negeradengan jumlah kematian tertinggi karena pencemaran air.Jika tak segera ditemukan solusi bersama, kemungkinan krisis air dunia akan terus bertambah parah. Bahkan prediksi pada 2030 mendatang kebutuhan akan air tawar dunia akan lebih tinggi 40% dari cadangan yang ada. Masalah ini bisa diperparah dengan adanya perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan ulah kita sendiri sebagai manusia yang diamanti alam dan segala isinya oleh sang pencipta. Selanjutnya silahkan tambahakan saja data dan fakta lain yang lebih mencengangkan yang anda tahu tentang krisis air ini. Sebab saya merasa cukup berat dan tak cukup kuat melanjutkannya, biar Dilan saja. Mengingat beratnya pengalaman masa kecil di kampung halaman dulu yang harus pulang balik memikul jerigen air setelah mengaji saja rasanya gimana gitu, kaya ada nyeri-nyerinya di pundak.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Tapi satu hal yang pasti, bahwa tentu siapapun tak ingin ini terjadi. Saya jadi teringat dengan sebuah kalimat pembukaan Al-Gore (mantan wapres AS) yang juga merupakan tokoh vokal yang bersuara melawan pemanasan global dalam filem sequel awalnya ditahun 2006 yang sangat menginspirasi An Incovenient Truth (kebenaran yang tak menyenangkan). Latar pinggiran sungai yang hijau dengan pemandangan alam khas peternakan Amerika Al-Gore memulai percakapan dengan dirinya sendiri. ”Pandangilah sungai ini, lumpur sedikit menggenangi tepian sungai. Anda menyaksikan dedaunan mendesir bersama angin. Anda mendengar suara burung, mendengar suara katak. Di kejauhan lewat udara anda mendengar leguhan sapi. Anda rasakan lembut rumput alam, rasanya sangat tenang dan damai. Lalu tiba-tiba ada perubahan yang anda rasakan. Seperti menghirup napas panjang dan menghembuskannya, Oh ya, saya lupa tentang suatu hal. Apa mungkin generasi mendatang masih dapat merasakan hal ini? Suatu saat mereka mungkin akan bertanya pada diri mereka sendiri. “Apa yang dipikirkan orang tua kita dahulu”? Mengapa mewariskan lingkungan yang rusak ini pada kami? Kenapa mereka tak sadar saat ada kesempatan??… “Kita harus mendengar pertanyaan mereka itu dari sekarang”

Ya, kita harus mendengarnya hari ini, saat ini.!
Pada akhirnya saya hanya ingin mengucapkan selamat memperingati “Hari Air Sedunia” 22 maret 2018. Dengan tema “Nature For Water” yang diusung tahun ini, hal apa yang bisa kita lakukan pada alam untuk mengatasi tantangan persoalan air dimasa mendatang? Yang pasti kita dapat memulai dari diri kita sendiri, dengan hal-hal sederhana. Menghemat pemakaian air rumah tangga misalnya, atau menanam lebih banyak pohon dan menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan atau apapun bentuk kegiatan positif semacamnya.

Entah disetujui atau tidak, sebenarnya saya sudah cukup terlibat dalam mengkampanyekan penghematan penggunaan air bersih jika dapat disebutkan begitu. Sebuah prestasi yang tak layak ditiru dari saya adalah kebiasaan menghemat mandi(bukan jarang mandi) itu suatu term yang berbeda. Dan saya sarankan sebaiknya jangan meniru laku yang hanya dapat dinikmati oleh para manusia yang memiliki konsep hidup menyatu dengan alam.

 


Oleh : M.Al-Akram
Penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini