Ali Mazi Disebut Angkat Sekda yang Terlibat Kasus Dugaan Korupsi

2056
Ratusan Masyarakat Sultra Demo di DPRD Tagih Janji Kampanye Ali Mazi
DEMO - Ratusan masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra) yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Masyarakat Sultra Bersatu (GeIMETAR) menggeruduk gedung DPRD Sultra, Kamis (12/9/2019). Mereka hendak menagih janji politik yang pernah diutarakan Gubernur Ali Mazi selama kampanye pada tahun 2018 yang lalu. (Ramadhan Hafid/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Ratusan warga Sulawesi Tenggara (Sultra) yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Masyarakat Sultra Bersatu (GeIMETAR) menyerbu kantor Gubernur Sultra, Kamis (12/9/2019). Massa demonstran menagih janji kampanye Ali Mazi saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2018 lalu.

Salah satu elemen masyarakat dari asosiasi pemuda pelajar (AP2) Sultra La Ode Hasanuddin Kansi dalam orasinya menyebut banyak janji dan kebijakan orang nomor satu di Bumi Anoa itu bermasalah. Salah satunya pengangkatan Mustari sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Sultra.

Baca Juga : Ratusan Masyarakat Sultra Demo di DPRD Tagih Janji Kampanye Ali Mazi

“Plt Sekda itu bermasalah. Dia terlibat kasus korupsi izin kayu jati Sampolawa saat masih menjabat sebagai PJ Bupati Buton Selatan. Kasus itu saat ini diselidki oleh Polda Sultra dan menjadi supervisi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” teriak Hasanuddin Kansi dalam orasinya.

Dia juga menyinggung soal janji Ali Mazi terkait jabatan Sekda dari tokoh Kabupaten Muna yang diingkari saat ini. Pasalnya proses seleksi jabatan jenderal ASN itu sampai saat ini, dia menilai tidak jelas.

Selain itu juga, Hasanuddin juga memprotes kebijakan kader Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu terkait pembangunan rumah sakit jantung dan pembuluh darah dan jalan Wisata Toronipa yang menelan anggaran Rp. 1,1 triliun. Serta pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra.

“Untuk itu kami menuntut Ali Mazi turun dari jabatannya. Kami tidak menginginkan Gubernur yang banyak mengingkari janji. Ali Mazi harus sadar dia jadi Gubernur karena dipilih oleh rakyat,” tegasnya.

Sementara itu, koordinator aksi wilayah Konawe Utara (Konut) Safar menolak kehadiran Plt Sekda Sultra yang juga menjabat Kepala Badan Kegawaian Daerah (BKD) Sekretariat Daerah (Sekda) saat hendak menemui masa aksi selaku perwakilan pemerintah.

Safar dalam orasinya juga, senada dengan Hasanuddin Kansi, menegaskan tidak ingin ditemui oleh Mustari, pasalnya dia orang yang menurutnya bermasalah, yakni kasuk korupsi izin pengelolaan kayu jati di Sampolawa.

“Tangkap dia pak polisi, kami tidak mau bertemu dengan orang yang bermasalah ini,” tegasnya dari atas mobil.

Dikonfirmasi di lokasi demonstrasi, Mustari menolak untuk diwawancarai. Dia langsung pergi meninggalkan wartawan menuju gedung kantornya. Dihubungi via whatsapp, Mustari juga tak merespon pesan tersebut.

Data yang dihimpun awak Zonasultra, pada 2015 pasca Busel mekar dari Kabupaten Buton, melalui Pj Bupati pertama Mustari menerbitkan surat perintah kerja (SPK) nomor 522.21/1507 kepada CV Setya Jaya Abadi tertanggal 10 April 2015.

Dasar surat itu atas rekomendasi Dinas Kehutanan Busel nomor 522.2/65 tanggal 9 April 2015 perihal pertimbangan teknis terhadap permohonan Direktur PT Setya Jaya Abadi nomor 01/SJA/II/2015 tanggal 28 Februari 2015.

Baca Juga : 1.300 Anggota TNI-Polri Amankan Demo Satu Tahun Pemerintahan Ali Mazi

20 Juni 2015 Keputusan Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Busel nomor 110 tahun 2015 tentang pemberian izin pemanfaatan kayu (IPK) kepada PT Satya Jaya Abadi yang ditandatangani atas nama Bupati Busel La Ode Hajarudin.

Kasus ini sempat bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari kemudian berlanjut ke Pengadilan Tinggi TUN Makassar pada masa Pj Bupati ke dua Muhammad Faizal. Alhasil perusahaan yang mengantongi izin pun penebangan jati berlomba dengan masyarakat perambah jati Sampolawa.

Setelah itu, perusahaan mendapatkan perpanjangan izin hingga Juni 2017 ini. Polemik ini hingga masa Pj Bupati ke tiga Dr Ilah Ladamay belum juga berhasil. Begitupun eks lahan jati belum diketahui pasti pembagian peruntukannya. Begitupun pemerintah provinsi sebagai pemegang kuasa kewenangan terkesan tak mampu menahan gejolak mafia jati Sampolawa. Keterbatasan personel dan operasional menjadi alasan klasik.

Kepala BPKAD Busel, Muhammad Massad mengungkapkan pengelolaan hasil hutan untuk tahun 2017 sesuai bagi hasil pemerintah pusat ke Pemkab Busel sesuai nomenklatur sumber daya hutan yakni PSDH, IIUPH dan DS total Rp 21.802. 000. (a)

 


Kontributor: Fadli Aksar
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini