Asa Penyandang Disabilitas untuk Presiden Terpilih

294
Asa Penyandang Disabilitas untuk Presiden Terpilih
Nasrul Nasir (35) penyandang disabilitas tuna netra. Selain bekerja sebagai guru di SDLB Nur Hidayah Wawbalata Labibia Kota Kendari, Nasrul juga merupakan relawan demokrasi pada pemilu 2019. (Foto : Ros)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Nasrul dan Ali Said adalah penyandang disabilitas dan latar belakang berbeda. Pada pemilihan presiden 17 April 2019 ini, harapan yang menggelayuti keduanya sama, adanya regulasi yang lebih berpihak pada kepentingan mereka, para komunitas penyandang disabilitas khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) agar mereka setara dengan warga normal pada umumnya. Siapa pun kelak presiden yang akan terpilih, 01 Joko Widodo atau 02 Prabowo.

Sekilas, tidak ada yang aneh dengan Nasrul, pria kelahiran Kendari, 35 tahun lalu. Perawakannya tinggi tegap dan ramah senyum. Ketika diajak ngobrol, bicaranya agak cepat dan kerap terbata-bata. Tetapi jika diamati secara seksama, mata Nasrul tidak fokus melihat mata lawan bicaranya.

Kelainan yang ia alami sudah berlangsung lama semenjak usia remaja . Tepatnya di tahun 1999, tahun pertama ia mengawali jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum. Oleh dokter mata, ia di vonis menderita Low Vision.

Low Vision merupakan bagian dari ragam tingkat tunanetra. Kondisi mata tidak mampu berfungsi normal dan berkurangnya ketajaman penglihatan. Diduga, trauma tumpul akibat terjatuh saat bermain di usia lima tahun menjadi penyebab utama.

Ketua PPDI wilayah Sultra Ali Said (duduk di kursi roda)
Ketua PPDI wilayah Sultra Ali Said (duduk di kursi roda)

Orang dengan Low Vision harus memicingkan mata atau seperti orang mengintip saat melihat objek.

Dalam kesehariannya, pria bernama lengkap Nasrul Nasir itu mengajar khusus siswa tuna grahita dan tuna netra di SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) Wawombalata, Kelurahan Labibia, Kota Kendari. Ia menjadi guru karena mengantongi Ijazah Strata Satu Pendidikan Luar Biasa (PLB), Universitas Menado tahun 2014.

(Baca Juga : Bantu Penyandang Disabilitas di Pemilu 2019, HMPS Ilmu Politik UHO Bentuk Relawan)

Selain menjadi guru, dalam setahun terkahir ia sukses membuka layanan servis pijat message sport, di jalan Ilmiah, kelurahan Wua-wua. Keahlian pijat ini didapatnya saat tinggal di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tumotou di Manado Sulawesi Utara.

Nasrul punya tekad merubah stigma penyandang disabilitas yang lemah, dan tidak produktif. Itu dibuktikan dengan pilihannya dengan mendaftarkan diri di KPUD kota Kendari sebagai relawan pemilu di desk disabilitas.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Keputusanya itu bukan tanpa alasan, ingin menunjukan orang disabilitas bisa melakukan banyak hal produktif yang laiknya dikerjakan orang normal.

“Semua bisa saya lakukan sendiri, memasak, mencuci, saya juga hobi membaca buku tetang sejarah dan sosial. Yang tidak bisa saya lakukan yah kalau mau tanda tangan, atau ada dokumen penting saya minta tolong orang bacakan apa yang tertulis,” kata Nasrul saat ditemui awal April lalu.

Sebagai relawan dia semangat menyapa dan mengedukasi pemilih disabilitas agar menyalurkan suaranya pada 17 April 2019. Bagaimana tata cara mencoblos, pentingnya memilih serta edukasi politik lainya. Di Kendari katanya ada 354 penyandang disabilitas yang terdata sebagai pemilih.

Meski dengan keterbatasan sebagai penyandang disabilitas Nasrul merasa masih cukup beruntung. Dia bisa berkuliah, bekerja dan melakukan banyak aktifitas normal lainya. Namun begitu dia tidak menampik berbagai ketidakadilan masih terjadi dan dirasakan penyandang disabilitas. Sulitnya akses, risakan, dan berbagai persoalan lainya.

(Baca Juga : Merajut Mimpi di Tengah Keterbatasan, Kisah Inspiratif Pasangan Tunanetra Asal Kendari)

“Kami para disabilitas banyak bekerja di sektor swasta, perlu banyak diberikan kesempatan agar penyandang disabilitas bisa berkarier lebih luas lagi. Di sektor pemerintah kebanyakan kami bekerja menjadi PNS. Berikan akses dan keterampilan agar kami mandiri dan produktif. Pada dasarnya banyak dari kami semangat untuk mengubah nasib tapi kami tidak diberi kesempatan” jelasnya.

Penjelasan Nasrul tak jauh beda dengan yang disampaikan Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Wilayah Sultra Ali Said, pria kelahiran 46 tahun silam itu menegaskan hal terpenting pada pemilu kali ini presiden yang terpilih wajib mengemban komitmen dan melahirkan regulasi yang mendorong persamaan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas sebagai warga negara Indonesia.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Pria yang duduk di kursi roda itu menyatakan meski undang-undang bagi penyandang disabilitas sudah ada, yakni Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Namun amanat undang-undang tersebut tidak sepenuhnya dijalankan. Di Sultra menurutnya hanya 20 persen saja amanat itu yang terealisasi.

Asa Penyandang Disabilitas untuk Presiden Terpilih
Sejumlah penyandang difabel dari berbagai jenis disabilitas berfoto bersama usai mengikuti sosialisasi pemilu di Wilayah Andonohu awal April lalu

Setidaknya ada beberapa masalah terutama di bidang pendidikan, lapangan kerja, kesehatan serta aksesbilitas yang merupakan hak dasar warga negara yang sepenuhnya belum maksimal dilaksanakan pemerintah. Hal yang juga dikritisi pria yang memiliki usaha permebelan ini adalah infrastruktur yang ada khusus di Kota Kendari dan Sultra tidak ramah disabilitas.

“Yang terpenting saat ini adalah kemudahan akses dan infrastruktur yang ramah disabilitas, kalau berurusan di kantor-kantor itu sangat menyusahkan kami” jelas Ali.

Penyandang disabilitas di Sulawesi Tenggara berjumlah 3700 orang dengan berbagai jenis disabilitas. Padahal menurut Ali dengan segala keterbatasan yang dimiliki banyak penyandang disabilitas memiliki kelebihan namun tak berdaya karena sulitnya akses dan kesempatan.

“Keinginan kami pemerintah lebih peduli. Penyandang disabilitas juga butuh berkompetisi dengan orang normal, tapi apa yang bisa dilakukan semua masih minim tak ada modal, tak ada tempat dan keterampilan jadi ini yang harus diperhatikan,” urai Ali.

Ali mengaku dari ribuan penyandang disabilitas sebagian memiliki usaha mandiri tapi itu hanya sebagian sehingga butuh lagi upaya serius agar mereka bisa mandiri tanpa harus bergantung pada orang lain.

Selanjutnya, ia bersama rekan-rekannya mendorong isu persamaan dan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas dalam bentuk lahirnya perda di Kota Kendari. Besar harapan penerapannya kelak di Kendari sebagai ibu kota provinsi menjadi percontohan kota inklusi, kota yang ramah disabilitas bagi kota/kabupaten lain di Sultra.

Dibalik perjuangan itu, tetap saja ia menaruh harapan kepada siapa pun presiden terpilih dapat menjamin persamaan hak-hak mereka. Entah itu Jokowi atau Prabowo.*

 


Penulis : Rosniawanti

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini