Ceramah Politik Dilarang, Demi Siapa?

231
Ceramah Politik Dilarang, Demi Siapa?
Ulfah Sari Sakti

Banyak umat muslim yang mengartikan bahwa politik itu kotor, sehingga tidak layak dicampuradukan dengan ajaran agama.  Padahal jika dikaji secara mendalam, islam  merupakan agama spiritual dan politik (ideologi), sehingga tidak mengherankan jika para ulamanya yang notabenenya merupakan pewaris nabi harus paham politik.  Dengan kata lain melarang ulama bicara politik berarti menolak sebagian ajaran islam.  Karena itu umat muslim tidak boleh alergi apalagi anti politik, tentunya politik yang dimaksud yaitu politik islam yang benar, bukan hanya sekedar politik yang diembel-embeli islam untuk mencapai kekuasaan.  Untuk itu memperjuangkan islam sebagai agama politik (ideologi) adalah suatu kewajiban guna menyongsong kebangkitan umat.

Karena merupakan suatu kewajiban, fakta yang menyudutkan ulama di bidang politik tentunya menjadi cambuk tersendiri bagi umat islam untuk tetap menjalankan kewajibannya, yaitu belajar dan menjalankan politik islam secara kaffah.  Sebagaimana berita yang dilansir cnnindonesia.co.id, Wakil Presiden,Jusuf Kalla (JK) menyebut ceramah Ustad Abdul Somad  (UAS) di beberapa tempat menuai pro kontra masyarakat.  JK mengatakan Somad perlu mengevaluasi materi ceramahnya. Somad mengklaim mendapat ancaman dan intimidasi saat akan menyampaikan tausiyah di sejumlah daerah di Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim).  Karena pro dan kontra itu, ia pun membatalkan ceramahnya.  Sebagai Ketua Dewan Mesjid Indonesia (DMI), JK memastikan tak ada pelarangan terhadap Somad untuk mengisi ceramah di Mesjid.  Ia menegaskan bahwa DMI bakal memfasilitasi Somad.

Bahkan di Tangerang Selatan UAS dilarang ceramah soal politik dan hanya berfokus pada agama.  “Terkait upaya penolakan Somad berceramah, Polres Tangerang Selatan telah mengantisipiasi supaya tidak terulang di Pamulang.  Polres meminta ceramah dan acara tidak membahas persoalan politik,” kata Ferry.  Sementara itu Ahmad Dhani menganggap pelarangan ini ada sesuatu yang sangat aneh, karena ketua ulama malah diajak berpolitik.(banjarmasinpost.co.id dan cnnindonesia.co.id).

Atas hal tersebut, MUI minta pelarangan atas ceramah UAS dihentikan.  Menurut Ketua  Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin, intimidasi dan ancaman seharusnya tidak terjadi di negara Indonesia yang menganut ideologi Pancasila, yang mengajarkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.  “Tindakan tersebut tidaklah dilakukan oleh orang yang mengaku muslim yang seharusnya menjunjung tinggi tasamuh dan ukhuwah islamiyah.  Selain itu, kepada aparat keamanan untuk melindungi para mubaligh dan rohaniawan yang menjalankan misi keagamaan dan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa,” ungkap Din.  (cnnindonesia.co.id : MUI Minta Pelarangan atas Ceramah UAS Dihentikan).

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Definisi Politik

Dalam wikipedia.org, kata politik pada mulanya terambil dalam bahasa Yunani atau bahasa latin politicos atau ploiticus yang berarti relating to citizen.  Diartikan juga sebagai hubungan sosial yang melibatkan otoritas atau kekuasaan dan mengacu para peraturan urusan publik dalam suatu unit politik dengan metode dan taktik yang digunakan untuk merumuskan dan menerapkan kebijakan.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, politik diartikan sebagai (pengetahuan) mengenai ketatanegeraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan).  Politik juga diartikan sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya)mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain.

Dalam bahasa Arab, politik dikenal dengan istilah siyasah.  Siyasah berakar kata sasa-yasusu.  Dalam kalimat sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti qama’alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya dan mendidiknya).  Bila dikatakan sasa al amra artinta dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara).  Kata sasa-yasusu-siyasatan yang berarti memegang kepemimpinan masyarakat, menuntun atau melatih hewan dan mengatur dan memelihara urusan.  Bila dalam bahasa Inggris politik identik dengan kekuasaan, berbeda dengan bahasa Arab arti siyasah lebih menekankan kepada pengurusan urusan masyarakat.

Pentingnya Ulama Berpolitik

Politik menurut islam adalah pengaturan urusan (kepentingan) umat baik dalam negeri maupun luar negeri, berdasarkan hukum-hukum islam.  Pelakunya bisa negara (khalifah) maupun kelompok atau individu rakyat.  Rasululah saw bersabda.  “Adalah Bani Israel, para Nabi selalu mengatur urusan mereka.  Setiap seorang Nabi meninggal, diganti Nabi berikutnya.  Dan sungguh tidak ada lagi Nabi selainku.  Akan ada para khalifah yang banyak” (HR Muslim dari Abu Hurairah ra).

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Didalam islam, agama dan politik tidak dapat dipisahkan.  Seperti dijelaskan oleh Imam al-Ghazali yang mengatakan bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar.  Agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya.  Karena itu ulama harus sadar politik dan peka terhadap permasalahan umat.  Mengingat tugas dan fungsinya sebagai pewaris nabi, sudah selayaknya ulama memberikan saran dan kritik terhadap pemerintah, serta tidak kalah pentingnya menjadi penggerak kebangkitan umat.  Sayangnya tidak semua ulama menyadari tugas dan fungsinya, yang antara lain disebabkan karena (1) kurangnya kesadaran ideologi dan politik (2) adanya depolitisasi ulama (3) ada upaya memarginalisasi peran ulama dari ranah pilitik dan negara (4) orang-orang kafir berusaha keras memecah belah kesatuan dan persatuan ulama melalui isu perbedaan pendapat (khilafiyyah), perbedaan mazhab dan isu-isu lainnya.

Seorang tokoh ilmuwan dari Universitas Yordania, Fathi al-Durayni menuturkan islam berbeda dengan agama lainnya, karena islam menghubungkan agama dengan politik.  Al-Durayni juga menjelaskan bahwa segala aktivitas seorang muslim terutama aktivitas politik dihitung sebagai ibadah.  Senada dengan itu, Ibn Taymiyyah mengatakan bahwa kekuasaan politik merupakan satu kewajiban agama yang utama.  Seperti itu pula yang diungkapkan al-qaradawi bahwa simbiosis antara islam dengan politik sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan daripada hakikat islam itu sendiri.

Olehnya itu sudah merupakan suatu kewajiban bagi ulama untuk melaksanakan tugas dan fungsinya di bidang politik, dan tidak menjadikan agama sebagai tameng untuk meraih kekuasaan.  Mengingat ulama yang baik dan benar tidak berambisi dekat dengan pemerintah (penguasa) untuk kepentingan pribadinya, tetapi sebaliknya untuk kemaslahatan umat guna meraih ridha Allah swt.  Wallahu’alam bishowab[].

 


Oleh: Ulfah Sari Sakti
Penulis adalah Jurnalis Muslimah Kendari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini