Cerita Ita Safitri, Anak Petani di Konsel yang Lolos Paskibraka Nasional

1377
Cerita Ita Safitri, Anak Petani di Konsel yang Lolos Paskibraka Nasional
PASKIBRAKA NASIONAL - Ita Safitri dan rekannya Anggi Suhandar berfoto di Bandara Haluoleo Kendari sesaat sebelum berangkat ke Jakarta, Selasa (25/7/2017). Keduanya mewakili Sultra menjadi anggota paskibraka Nasional. (Foto: Dokumentasi pribadi Ita Safitri)

Cerita Ita Safitri, Anak Petani di Konsel yang Lolos Paskibraka Nasional PASKIBRAKA NASIONAL – Ita Safitri dan rekannya Anggi Suhandar berfoto di Bandara Haluoleo Kendari sesaat sebelum berangkat ke Jakarta, Selasa (25/7/2017). Keduanya mewakili Sultra menjadi anggota paskibraka Nasional. (Foto: Dokumentasi pribadi Ita Safitri)

 

ZONASULTRA.COM, ANDOOLO – Menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) tentu adalah impian bagi setiap anak bangsa. Apalagi menjadi anggota Paskibraka nasional yang bertugas mengibarkan bendera merah putih saat upacara HUT RI di istana negara dan dipimpin langsung oleh Presiden.

Untuk menjadi bagian dari anggota Paskibraka tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Meski memiliki tinggi badan sesuai standar, memiliki wawasan luas, mental yang bagus, semua itu belum cukup. Masih perlu perjuangan mengikuti seleksi tahap demi tahap yang diselenggarakan secara ketat.

Seperti biasa, tahun ini Sulawesi Tenggara kembali mengirimkan putra-putri terbaiknya untuk menjadi bagian dari anggota Paskibraka nasional. Adalah Ita Safitri dari SMAN 11 Konawe Selatan (Konsel) dan Anggi Suhandar yang berasal dari SMAN 1 Wundulako, Kabupaten Kolaka.

Ita Safitri lahir pada 1 November 2001 silam di Desa Rakawuta, Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan. Ita lahir dari keluarga petani yang sederhana.

Di balik keberhasilan Ita Safitri terpilih sebagai calon Paskibraka nasional, ada cerita haru yang harus dilaluinya selama proses seleksi berlangsung mulai di tingkat kabupaten hingga provinsi, sampai pada akhirnya terpilih mewakili Sultra menyisihkan 52 siswa-siswi terbaik lainnya dari seluruh kabupaten/kota di Sultra.

“Awalnya saya tidak menyangka akan bisa berhasil sampai sejauh ini karena sama sekali tidak ada persiapan khusus yang saya siapkan selama ini. Waktu saya datang seleksi di kabupaten saya tidak tahu kalau seleksi itu juga adalah jalan untuk seleksi provinsi setau saya waktu itu untuk kabupaten,” cerita Ita pada awak Zonasultra.com saat ditemui di Kendari, Jumat (21/7/2017).

Cerita Ita Safitri, Anak Petani di Konsel yang Lolos Paskibraka Nasional
Proses latihan dalam seleksi Paskibraka tingkat Provinsi di Kendari. Salah satu diantaranya adalah Ita Safitri

Ita bercerita, saat itu dirinya bersama beberapa temannya diutus oleh sekolahnya untuk mengikuti seleksi di Andoolo (ibu kota Kabupaten Konsel). Mereka pun sempat mengalami kendala akibat tidak ada pihak yang mau menanggung biaya mereka mengikuti seleksi lantaran jauhnya jarak Kota Andoolo dengan sekolah mereka yang ada di Kecamatan Mowila. Untuk menuju Kota Andoolo dari Kecamatan Mowila dibutuhkan waktu hingga dua jam dengan menggunakan kendaraan roda empat.

BACA JUGA :  Ajaran untuk Kerja Keras dan Gotong-royong dari Tari Modinggu

“Waktu mau berangkat sebenarnya sudah ada intruksi dari sekolah kalau kita (SMA 11 Konsel) tidak usah ikut, di situ teman saya mengeluh karena telah membatalkan kegiatannya demi mengikuti seleksi. Kami akhirnya patungan untuk merental mobil dan akhirnya kami berangkat,” kenang anak pasangan Wasina dan Nurhayati ini.

Setibanya di Andoolo, tepatnya di Stadion Abdullah Silondae tempat digelarnya seleksi, dirinya dan teman-temanya utusan SMA 11 Konsel nyaris tidak diikutkan akibat seleksi yang saat itu berlangsung telah mencapai tahap akhir.

Beruntung setelah panitia seleksi berunding akhirnya pihak panitia memberi kebijakan untuk tetap mengikutkan Ita dan teman-temanya bergabung dalam peserta.

“Saat parade ukur tinggi, timbang berat badan sama tes PBB kami belum ada, pas sudah seleksi wawancara baru kita muncul, waktu itu kami diberi kebijakan karena telah jauh-jauh datang sehingga kami diberi kesempatan,” ungkap Ita.

Nyaris Pingsan

Usai lolos seleksi di tingkat kabupaten, Ita dan tiga siswa lainya ditunjuk mewakili Konsel mengikuti seleksi tingkat provinsi.

Saat itulah perjuangan wanita yang hobi bermain bulu tangkis ini benar-benar diuji karena harus berjuang seorang diri. Saat itu dirinya diberi tawaran oleh pendamping provinsi agar mau mengikuti pembekalan sebelum seleksi dimulai.

“Kalau mau ikut silahkan tapi tidak ada tanggungan dana sama sekali, kalau tidak mau, tidak apa-apa,” ucap Ita memperagakan kata-kata dan gaya pendamping yang menawarkan padanya untuk mengikuti pembekalan.

Dengan semangat dan tekad yang tinggi Ita memberanikan diri mengikuti seluruh kegiatan yang diadakan pihak pendamping saat itu. Karena jauh dari kampung dan tidak punya keluarga di Kota Kendari, Ita terpaksa harus menumpang tinggal di rumah orang tua tetangganya yang ada di kampung.

Selama menumpang di rumah orang, anak ke tiga dari empat bersaudara ini harus mengambil alih pekerjaan rumah tangga. Bahkan untuk menuju lokasi latihan saja dirinya harus menyewa ojek karena rumah tempatnya menumpang berada di Puuwatu, cukup jauh dengan lokasi tempat ia latihan di SMAN 4 Kendari.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih
Cerita Ita Safitri, Anak Petani di Konsel yang Lolos Paskibraka Nasional
Acara syukuran di rumah Ita Safitri jelang keberangkatanya ke Jakarta di Desa Rakawuta, Kecamatan Mowila, Konawe Selatan, Sabtu (22/7/2017)

 

Beruntung Ita bertemu dengan Suci Anggun Kinanti Kalenggo, salah satu pendamping calon pasukan pengibar bendera Kabupaten Konsel. Karena merasa berasal satu daerah denganya, Suci langsung menawarkan Ita untuk tinggal di rumahya. Selama kurang lebih satu bulan Ita tinggal dan belajar banyak kepada Suci hingga ia dipilih dan berangkat ke Jakarta.

“Pernah kejadian saat itu dia latihan, saya lihat dia hampir pingsan mungkin karena dia kelelahan karena harus membagi waktunya bekerja di rumah tempat ia numpang dan waktu latihan, saat itu juga saya bawa ke rumah untuk tinggal sementara, sambil menunggu waktu hasil seleksinya hingga waktu keberangkatanya ke Jakarta. Di rumah juga banyak saya datangkan senior untuk terus melatih kesiapanya,” kata Suci saat ditemui di tempat tinggalnya beberapa waktu lalu.

Ita melanjutkan, saat itu ia merima tawaran pendamping karena dirinya sama sekali tidak punya persiapan khusus, apalagi siswa-siswi yang ikut seleksi adalah siswa-siswi terbaik. Hal itu juga yang sempat membuat dirinya minder untuk bersaing dengan anak-anak dari daerah lain.

“Tapi dengan dukungan dan doa orang tua yang ingin melihat saya tampil seperti paskibraka yang ada di TV, untuk mewujudkan keinginan orang tua saya itu, saya berupaya keras, Alhamdulilah saya dipilih,” ungkapnya sambil meneteskan air mata.

Jauh dari keluarganya di kampung membuat Ita merasakan rindu yang amat dalam pada orang tua, terutama pada ibunya. Apalagi dirinya merupakan anak perempuan satu-satunya di keluarganya.

“Rindu sama keluarga sangat rindu, apa lagi sama ibu, mau telpon di sana jaringan susah jadi mau bicarapun tidak bisa, tapi saya tetap harus semangat saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini,” sedihnya.

Ita berharap ke depan dirinya dapat membanggakan orang tuanya, juga nama daerah Sultra. Ita menambahkan setelah tamat SMA dirinya berencana masuk menjadi Kowad atau tentara wanita.

“Semua karena Paskibraka, kalau dulu saya takut dunia militer sekarang saya sudah tidak takut lagi, push up, sit up, lari, bahkan dibentak sudah biasa saya rasakan,” tutur Ita mengakhiri ceritanya. (A)

 

Penulis: Erik Ari Prabowo
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini