Desa Sombano dan Desa Pajam Bentuk Kelompok Wisata

555
Desa Sombano dan Desa Pajam Bentuk Kelompok Wisata
KELOMPOK WISATA - Kepala Desa Sombano, Laode Folio saat menjelaskan potensi pariwisata di desanya kepada tim Trip Media Wakatobi Kampanye #TemanTamanLaut di Pulau Hoga, Selasa (11/4/2017). Di desa ini telah terbentuk kelompok wisata Tonduno. (JUMRIATI/ZONASULTRA.COM)
Desa Sombano dan Desa Pajam Bentuk Kelompok Wisata
KELOMPOK WISATA – Kepala Desa Sombano, Laode Folio saat menjelaskan potensi pariwisata di desanya kepada tim Trip Media Wakatobi Kampanye #TemanTamanLaut di Pulau Hoga, Selasa (11/4/2017). Di desa ini telah terbentuk kelompok wisata Tonduno. (JUMRIATI/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, WANGIWANGI – Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pariwisata kini menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Wakatobi, pasca ditetapkan sebagai 10 destinasi pariwisata prioritas nasional.

Namun, jauh dari Wangiwangi, Ibu Kota Kabupaten Wakatobi, ada sebuah desa yang masyarakatnya sudah mulai sadar pentingnya pariwisata untuk meningkatkan ekonomi mereka.

Desa tersebut adalah Desa Sombano di Kecamatan Kaledupa. Di desa ini telah terbentuk kelompok ekowisata Tonduno. Meski baru terbentuk akhir 2016 lalu, namun kelompok ini sudah mulai berusaha memanfaatkan pariwisata sebagai salah satu sumber pendapatan. Salah satu yang menjadi andalan adalah Pantai Sombano.

Kepala Desa Sombano Laode Folio mengatakan, awalnya masyarakat Desa Sombano tidak tahu pariwisata apa yang akan dikembangkan di daerah itu. Pantai Sombano yang kini menjadi andalah dulunya penuh semak belukar dan duri. Masyarakatpun enggan menata pantai itu karena yakin pantai tersebut penuh bebatuan, seperti kontur wilayah Kepulauan Kaledupa yang dipenuhi bebatuan.

“Pantai Sombano ini kami tidak tahu medannya seperti apa. Kami pikir pasti penuh dengan lubang dan batu-batu, tapi begitu kami bersihkan ternyata bagus juga pantainya,” kata Laode Folio.

Adalah World Wildlife Fund (WWF) dan Taman Nasional Wakatobi yang berperan membantu masyarakat Sombano mengetahui pentingnya pariwisata, apalagi dengan ditetapkannya Wakatobi sebagai destinasi prioritas.

“Kelemahan kami itu karena belum mengerti arti penting wisata namun setelah tim WWF dan taman nasional memberikan bimbingan dan pengetahuan tentang wisata, maka kami mulai bergerak untuk menata desa kami, apa yang bisa dijadikan obyek wisata. Pantai Sombano kami bersihkan, semak belukar kami babat,” terang Laode Folio saat berdiskusi dengan tim Trip Media Wakatobi Kampanye #TemanTamanLaut di Pulau Hoga, Selasa (11/4/2017).

Meski pantai ini masih dikunjungi masyarakat lokal di sekitar Kepulauan Kaledupa, namun sudah sedikit memberikan hasil. Untuk masuk ke pantai ini, kelompok wisata Tonduno memasang tarif Rp 5.000 untuk motor dan Rp 25.000 untuk mobil.

Tak hanya pantai, Desa Sambano juga memiliki obyek wisata lain seperti wisata mangrove. Tak seperti wisata mangrove lainnya yang identik di sekitar pesisir, mangrove di Sombano justru ada dua macam, berada di pesisir dan ada yang berada di tengah daratan.

Selanjutnya, ada obyek wisata danau payau dengan ikan bendeng di dalamnya, benteng Horuo dan benteng cilik Lafagege peninggalan zaman kerajaan dulu.

Masyarakat desa lainnya yang juga mulai sadar akan pentingnya wisata adalah Desa Pajam di Kecamatan Kaledupa Selatan. Desa Pajam merupakan perkampungan tertua yang ada di Kepulauan Kaledupa.

Menurut Mulyadi, Kepala BPD Desa Pajam, desanya itu mengutamakan wisata benteng karena di daerah ini terdapat 3 benteng yaitu Benteng Fangilia, Benteng Palea, dan benteng Tobelo. Kelompok wisata di desa ini pun diberi nama kelompok Fangilia.

Didesa ini bahkan sudah ada homestay yang disewakan Rp 50.000 per malam. Meski jumlahnya masih sedikit, hanya 6 unit.

Di desa ini pelajar juga dilibatkan dalam pengelolaan pariwisata dengan membentuk remaja wisata. Para pelajar ini akan menampilkan tari-tarian daerah untuk menyambut tamu yang datang ke Desa Pajam.

Dan yang menarik dari Desa Pajam ini adalah rumah penduduk yang masih menggunakan kayu. Jika ada penduduk yang memiliki rumah batu, maka dipastikan bukan asli Pajam. Kalaupun asli Pajam, namun sudah lama merantau di luar Wakatobi.

“Dari sekitar 268 rumah di desa ini, baru ada 13 yang rumah batu,” kata Mulyadi.

Sementara itu, Martina Rahmadani, Responsible Marine Business Officer WWF Wakatobi mengatakan kedua kelompok wisata tersebut memang masih baru dan perlu dibenahi. Namun dirinya yakin mereka mampu mengoptimalkan potensi wisata yang ada di desa masing-masing. (*)

 

Penulis : Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini