Deteksi Dini Narkoba

193
Opini Deteksi Dini Narkoba
Okki Oktaviandi

Zero Halinar, Lapas dan Rutan Bebas Narkoba adalah suatu visi yang terus digaungkan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia dalam komitmennya untuk menyatakan perang melawan narkoba. Memiliki 524 satuan kerja di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah menjadi suatu tantangan nyata bagi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk menyatukan visi bersama demi mewujudkan Lapas dan Rutan bebas dari Narkoba. Sejak digelorakannya revitalisasi Pemasyarakatan di tahun 2018, yakni dengan dikukuhkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) No. 35 Tahun 2018, semakin menegaskan bahwa Ditjenpas  secara proaktif terus mengoptimalkan penyelengaraan Pemasyarakatan melalui pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemasyarakatan yakni peningkatan stabilitas keamanan Lapas dan Rutan se-Indonesia.

Pembentukkan Lapas Super Maksimum Sekuriti (SMS) di wilayah terluar Indonesia yakni Pulau Nusakambangan adalah salah satu bukti bahwa Pemasyarakatan menunjukkan eksistensinya untuk mewujudkan Lapas dan Rutan bebas dari narkoba. Namun, apakah tujuan dari Ditjenpas sudah melekat di visi masing – masing lapas dan rutan se- Indonesia untuk mewujudkan lapas dan Rutan bebas dari narkoba? Hal tersebut adalah menjadi tantangan dan prioritas utama bagi Ditjenpas untuk selalu mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan fungsi Lapas dan Rutan dengan melakukan upaya preventif dan deteksi dini terhadap ancaman peredaran narkoba khususnya di dalam Lapas dan Rutan.

Modus Operandi

Di tahun 2019, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) mengungkapkan 2,7 ton barang bukti sabu. Di tahun 2020 sampai dengan hari ini, data menunjukkan 4,57 ton. Sehingga ada peningkatan yang signifikan terjadi dari tahun kemarin hingga di tahun 2020 yakni, sebesar 2 ton. (CNN Indonesia, 18/11). Data tersebut menunjukkan bahwa peredaran narkoba di Indonesia semakin menghawatirkan. Menurut Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen. Pol Arman Depari, bahwasannya modus peredaran narkoba di tahun ini dilakukan dengan memanipulasi aksinya dengan cara mengirimkan bantuan logistik sembako.  Cara ini juga dilakukan oleh beberapa kasus penyelundupan narkoba di banyak UPT Pemasyarakatan, yakni Lapas dan Rutan se-Indonesia dengan memanipulasi bahan logistik terutama makanan yang kemudian digiring dan dimasukan ke dalam lapas.  Mulai dari bungkus makanan, mie instan, kaleng minuman hingga kerupuk menjadi alternatif bagi sebagian orang untuk memasukan narkoba di dalam Lapas dan Rutan di Indonesia. Cara ini juga adalah, cara yang biasa dilakukan oleh sindikat dan jaringan perdagangan narkoba Internasional dengan menyabotase bahan logistik kemudian diedarkan ke seluruh dunia.

Berdasarkan data yang di himpun oleh Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan serta bukti yang di dapat di lapangan, banyak orang maupun pihak yang tidak bertanggung jawab sengaja memasukan barang terlarang tersebut demi meraup keuntungan semata. Meskipun sebenarnya pelaku sudah mengetahui bahwa hal ini akan dijerat sanksi dan denda bahkan hukuman pidana, namun dengan sejulmlah alasan ataupun iming – iming lainnya membuat pelaku bersikeras untuk tetap melakukan aksinya. Kurangnya deteksi dini petugas terhadap penyelundupan narkoba berakibat narapidana semakin leluasa untuk melancarkan aksinya. Hal ini tentu menambah daftar hitam bagi institusi Pemasyarakatan khususnya dalam peredaran narkoba di dalam Lapas.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

 Pembinaan Narapidana Narkotika

Berdasarkan Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) jumlah penghuni narapidana bandar narkoba hingga Oktober 2020 adalah mencapai 84.049 orang dan narapidana pengguna narkoba pengguna mencapai 42.225 orang. Jika di bandingkan dengan jumlah narapidana secara keseluruhan, yakni 234.788 orang maka jumlah narapidana narkoba baik bandar maupun pengguna sudah melebihi 50% dari jumlah narapidana pada umumnya. Hal ini akan berdampak pada kondisi muatan pada Lapas Narkotika di Indonesia yang masih sangat minim, sehingga banyak dari narapidana narkoba untuk sementara di tempatkan di lapas dewasa atau umum. Kondisi ini akan berdampak pada bagaimana proses pembinaan narapidana karena, sejatinya bahwa pembinaan narapidana narkoba membutuhkan pembinaan khusus seperti yang telah dilaksanakan di berbagai UPT pemasyarakatan di Indonesia yakni, pembinaan individu maupun kelompok. Pembinaan secara individu yakni terapi Methadone, dan secara kelompok adalah TC (Therauputic Community).

Pembinaan tersebut seharusnya dilaksanakan di lapas khusus narkotika demi mengurangi dampak adiktif narkoba yang berakibat tidak hanya bagi narapidana namun bagi petugas yang berada di lapas. Efek adiktif dan prisonisasi yang begitu kental menimbulkan efek kecanduan sehingga sangat dimungkinkan bagi narapidana maupun petugas yang sebelumnya tidak kenal dengan narkoba, akan terjerumus bahkan menjadi pelaku atau korban dari barang terlarang ini. Untuk itu perlu adanya pembaharuan sistem tidak hanya bagi pelaku ataupun korban setelah kedapatan menggunakan atau terlibat peredaran narkoba namun sangat penting adanya dilakukan pencegahan dini akan bahaya penggunaan narkoba sehingga tidak menambah daftar narapidana di lapas dan rutan se-Indonesia.

 Perangi Narkoba

Ditjenpas terus melakukan pencegahan terhadap narkoba di seluruh Lapas dan Rutan se-Indonesia. Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), Bapak Reynhard Silitonga menegaskan melalui 3 (tiga) poin kunci pemasyarakatan maju, yakni, deteksi dini, sinergitas dan berantas narkoba. Tiga poin tersebut mengandung makna yaitu, deteksi dini terhadap gangguan keamanan dan ketertiban, bersinergi dengan aparat penegak hukum dan stakeholders, serta memberantas narkoba. Tiga hal tersebut, dilakukan demi mencapai visi Pemasyarakatan maju.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

“Lakukan tiga hal itu, Pemasyarakatan akan maju,” terang Reynhard Silitonga.

Sejauh ini, Pemasyarakatan telah melakukan upaya aktif dalam memerangi Narkoba, tidak hanya wacana belaka namun melalui aksi nyata  Direktorat Jenderal Pemasyarakatan telah melakukan sejumlah aksi hingga akhir bulan November tahun 2020, yakni Pemindahan 434 Bandar Narkoba ke Lapas Super Maksimum Sekuriti (SMS), Pulau Nusakambangan, 141 kali penggagalan penyelundupan narkoba ke dalam Lapas dan Rutan oleh petugas pemasyarakatan, 16 kasus pemberian hukdis dan Pemecatan Petugas yang terlibat dalam Penyelundupan Narkoba, serta penyediaan Layanan pengaduan narkoba melalui aplikasi LAPOR NARKOBA! yang telah digaungkan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam rangka memberantas narkoba di lapas dan Rutan se-Indonesia demi tercapainya Pemasyarakatan Zero Halinar, Lapas dan Rutan bebas Narkoba.

“Buktikan komitmen perang terhadap Narkoba di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan seluruh indonesia”. Tegas Direktur Jenderal Pemasyarakatan,  Reynhard Silitonga.

Ditjenpas tentunya akan memberlakukan sistem reward and punishment tidak hanya bagi petugas atau oknum tetapi bagi pimpinan wilayah ataupun Kepala Satker atau UPT Pemasyarakatan di indonesia yang telah terlibat maupun yang telah berhasil melakukan upaya penggagalan terhadap penyelundupan narkoba. Dengan permberlakuan sistem ini Ditjenpas tentu sangat optimis bahwasannya seluruh petugas Pemasyarakatan proaktif dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap narkoba serta mampu melakukan tindakan preventif dan antisipatif terhadap masuknya narkoba didalam lapas dan rutan di Indonesia.

Selain itu, untuk mendukung aksi nyata tersebut Ditjenpas tentunya memerlukan dukungan dan sinergitas dari aparat penegak hukum lainnya yakni, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Badan Narkotika Nasional (BNN) serta masyarakat untuk membantu dalam upaya pencegahan dan penyelundupan narkoba di dalam Lapas dan Rutan di Indonesia. Dengan begitu, akan tercipta check and balance serta cooperative system antar aparat penegak hukum.

Kepala Lapas bisa sinergi dengan Kapolres, BNN dan seterusnya, dengan makan papeda bersama, makan pisang goreng sambal ngopi. Itu menjadi awal membangun sinergi,” imbuh Reynhard.

Ditjenpas menegaskan bahwa akan memberikan tindakan tegas bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) maupun petugas pemasyarakatan yang terbukti secara hukum terlibat dalam peredaran narkoba dari balik jeruji. Komitmen dalam memerangi narkoba dilakukan dengan mencegah dan memberantas narkoba yang masuk ke dalam Lapas, Rutan, maupun lingkungan Pemasyarakatan lainnya. Dengan kata lain, perang terhadap narkoba adalah hal mutlak yang akan terus digencarkan oleh Ditjenpas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

 


Oleh : OKKI OKTAVIANDI, A.Md.P, S.Tr.Pas, S.H
Penulis merupakan ASN Kementerian Hukum dan HAM

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini