Dimanakah Keadilan?

111
Fitri Suryani

Derita kaum muslim seakan tak ada habis-habisnya baik itu di negeri mereka sendiri yang mayoritas muslim, terlebih di negeri dimana mereka sebagai minoritas. Hal tersebut pun minim akan pemberitaan. Apakah sebenarnya yang menyebabkan hal itu terjadi? dan bagaimana Islam memandang hal tersebut?

Derita Kaum Muslim Rohingya

Fitri Suryani
Fitri Suryani

Bentrokan antara militer Myanmar dengan warga Rohingya terus terjadi. Dalam sepekan terakhir, setidaknya 130 orang tewas akibat bentrokan tersebut. Para muslim Rohingya yang tinggal di wilayah Rakhine, sejak dua hari lalu mencoba untuk menyeberangi perbatasan Bangladesh. Sayangnya kehadiran mereka ditolak oleh penjaga perbatasan. Setidaknya 1,1 juta warga muslim Rohingya dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh, padahal mereka sudah tinggal barat laut Myanmar puluhan tahun lalu. Komisaris tinggi PBB urusan HAM Zeid Ra’ad Hussein mengatakan, dari laporan yang ada mengenai Rohingya, mereka kesulitan mendapat pekerjaan. Tak hanya itu, untuk akses ke rumah sakit juga memerlukan dokumen khusus sehingga banyak dari mereka mengalami penundaan perawatan, dan menyebabkan banyaknya kematian pada bayi dan ibu hamil. Zeid menambahkan, situasi ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan merupakan kejahatan internasional. Hal itu merupakan pelanggaran serius yang bisa meluas dan sistematis. Bentrokan antara Rohingya dan junta militer Myanmar terjadi sudah sangat lama. Sebelum bentrokan tahun ini, pertempuran ras terparah di wilayah ini terjadi pada 2012, tepatnya di Rakhine yang menewaskan ratusan orang. (merdeka.com, 20/11/2016)

Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan pengungsi di perbatasan Bangladesh John McKissick mengatakan Myanmar melakukan pembantaian etnis terhadap warga muslim Rohingya. Sejauh ini sekitar 30 ribu etnis Rohingya mengungsi akibat kekerasan yang dilakukan militer Myanmar sejak bulan lalu. Stasiun televisi Aljazeera melaporkan, Jumat (25/11), McKissick mengatakan tentara Myanmar membunuhi, membantai anak-anak, memperkosa kaum perempuan, membakar dan menjarah rumah warga muslim Rohingya dan memaksa mereka menyeberangi sungai ke Bangladesh. Ini memang bukan kali pertama Myanmar dituduh melakukan pembersihan etnis. Pada April 2013 lembaga Pemantau Hak Asasi (HRW) mengatakan Myanmar melakukan pembantaian etnis terhadap Rohingya. Brutalnya tindakan militer Myanmar salah satunya dialami oleh warga Rohingya yang mengungsi bernama Muhammad Ayaz. Dia mengatakan tentara menyerang desanya dan membunuh istrinya yang sedang hamil. Sambil membopong anak laki-lakinya yang berusia dua tahun, dia mengatakan tentara membunuh sedikitnya 300 orang pria di pasar dan memperkosa puluhan wanita lalu membakar sekitar 300 rumah, termasuk toko milik warga muslim, dan masjid tempat dia biasa menjadi imam.(merdeka.com, 26/11/2016)

Begitu pula Pegiat hak asasi manusia yang tergabung dalam Parade Bhinneka dan Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam menggelar aksi kemanusiaan di depan Kedutaan Besar Myanmar yang terletak di kawasan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam tuntutan mereka, para aktivis ini meminta agar bentrokan yang terjadi di wilayah Rakhine, dihentikan oleh militer Burma. Mereka mengatakan mengutuk segala tindak kejahatan kemanusiaan yang ditujukan kepada etnis Rohingya di Myanmar. Selain itu, para peserta aksi meminta agar pemerintah Indonesia dan organisasi dunia seperti PBB, untuk lebih pro-aktif mengupayakan solusi damai dan keadilan bagi etnis Rohingya di Myanmar. Peserta aksi dari kalangan mahasiswa bahkan meminta agar pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Myanmar. Bentrokan di Myanmar antara etnis Rohingya dengan junta militer Myanmar bermula dari serangan di pos polisi perbatasan pada 9 Oktober lalu. Hingga sebulan berjalan, 130 orang tewas akibat insiden ini. (merdeka.com, 24/11/2016)

Akar Masalah

Saat kaum muslim mengalami ketidak adilan di berbagai belahan dunia, baik di negeri mayoritas muslim maupun negeri dengan penduduk minoritas muslim, semua terdiam seakan-akan tak terjadi sesuatu. Lalu dimakah mereka akan meminta pertolongan jika tak ada yang bergeming? Miris!. Wajar saja semua itu terjadi, karena kita hidup dalam sistem saat ini seakan keadilan begitu sangat mahal harganya untuk didapatkan atau bahkan sangat sulit didapatkan, sehingga hanya sebatas isapan jempol.

Selain itu, dimanakah peranan PBB bagi perdamaian dunia? Terutama dalam membantu menyelesaikan masalah di Negara yang sedang mengalami konflik antar Negara. Bukankah organisasi Internasional tersebut sebagaimana pada piagam PBB mengatur cara penyelesaian pertikaian secara damai, juga  mengatur tindakan yang dapat dilakukan Dewan Keamanan jika terjadi gangguan perdamaian untuk mempertahankan atau mengembalikan perdamaian Internasional? Sayang beribu sayang tak ada aksi nyata yang dapat membantu warga Negara yang mengalami koflik tersebut, bahkan walaupun hal itu sudah lama terjadi.

Disamping itu juga, dimanakah para pejuang hak asasi manusia (HAM) yang sering bersuara tentang keadilan, begitu juga dengan Negara yang sering berkoar-koar menyuarakan HAM? Sungguh sangat memilukan, walaupun telah banyak yang menjadi korban namun hanya sebatas kata-kata saja yang terlontar tanpa aksi real yang dapat mereka perbuat. Sungguh hal tersebut sudah merupakan bentuk pelanggaran HAM terbesar yang mereka lakukan karena telah banyak menghilangkan nyawa baik dari anak-anak kecil yang tak bersalah hingga lansia.

Berharap pada sistem yang diterapakan saat ini sangat mustahil mendapatkan keadilan, karena fakta berbicara bahwasanya kaum muslim yang berada di negeri yang berpenduduk mayoritas non Muslim kebanyakan dari mereka kerap kali mendapatkan perlakuan yang sangat diskriminatif, baik dari segi ketika kaum muslim hendak melakukan jual-beli, pelayanan umum seperti kesehatan dan pendidikan serta tak terkecuali ketika mereka akan melakukan ibadah juga dibatasi bahkan tak jarang justru dipersulit. Ini membuktikan bahwa peranan lembaga-lembaga ataupun organisasi-organisasi dunia  seperti PBB sangat mandul dalam memberikan perlindungan tehadap warga dunia, terutama kaum muslim yang ada hanyalah standar ganda yang mereka terapkan. Sehingga  hal tersebut tak akan berakhir jika kita berharap keadilan dalam sistem yang diterapkan saat ini.

Lebih dari itu, sesungguhnya kekejaman kaum Budha terhadap kaum muslim Rohingnya sudah di luar batas kemanusiaan. Tapi tokoh demokrasi sekaligus Menlu Myanmar Aung Suu Kyi tidak berkomentar apa-apa, apa lagi melakukan langkah untuk menghentikan kekejaman itu. Ini menegaskan bahwasanya demokrasi mustahil menjadi jalan bagi kaum muslim untuk memenuhi kepentingannya, apalagi untuk menyelamatkan diri dari musuh. Jadi masihkan dapat kita berharap pada sistem ini?

Peranan Daulah Islam dalam Melindungi Warga Negaranya

Kehidupan beragama dijamin dalam sistem pemerintahan Islam, baik agama Islam maupun non Islam. Adapun warga Negara non muslim yang tinggal dalam institusi Islam disebut kafir dzimmy atau ahlu dzimmah. Mereka hidup berdampingan dengan kaum muslim dan mendapatkan perlindungan dari Negara. Jaminan terhadap keamanan kaum dzimmy sebagaimana tampak dari pernyataan Imam Abu Hanifah, “Bila seorang Muslim membunuh siapapun dari kalangan ahludz-dzimmah, dia wajib di hukum dengan dibunuh pula. Ini berlaku baik pada perempuan maupun lelaki”. Kesejahteraan mereka dalam Daulah Islam pun terjamin. Mereka berhak melakukan bisnis dengan kaum muslim sesuai dengan ketentuan hukum Negara. Kaum miskin ahludz-dzimmah pun berhak mendapatkan bantuan dari kas Negara. Non Muslim yang menjadi warga Negara Daulah Islam mendapat perlakuan sama dengan kaum muslim, sejalan dengan ketetapan syariah Islam. Hak mereka sebagai warga negara dilindungi dan dijamin oleh Khalifah.

Imam al-Qarafi menyinggung masalah tanggung jawab negara (Khilafah) terhadap ahludz-dzimmah. Ia menyatakan, ”Kaum Muslim memiliki tanggung jawab terhadap para ahludz-dzimmah untuk menyantuni, memenuhi kebutuhan kaum miskin mereka, memberi makan mereka yang kelaparan, menyediakan pakaian untuk mereka, memperlakukan mereka dengan baik, bahkan memaafkan kesalahan mereka dalam kehidupan bertetangga sekalipun kaum Muslim memang memiliki posisi yang lebih tinggi dari mereka. Umat Islam juga harus memberikan masukan-masukan pada mereka berkenaan dengan masalah yang mereka hadapi dan melindungi mereka dari siapa pun yang bermaksud menyakiti mereka, mencuri dari mereka, atau merampas hak-hak mereka.”

Begitu juga dalam hal peradilan, sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya, Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Di mata hukum, tidak ada perbedaan antara non Muslim dengan Muslim. Hakim (qadli) wajib mencermati pembuktian yang disyaratkan menurut syariat semata, bukan menurut aturan lain. Ada banyak contoh yang menunjukkan bagaimana non Muslim dapat mengalahkan seorang Muslim di pengadilan. Sebagaimana Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, sejumlah Muslim menyerobot tanah yang dimiliki oleh seorang Yahudi dan mendirikan masjid di atas tanah tersebut. Ini jelas melanggar hak Yahudi tersebut sebagai ahlu dzimmah. Umar kemudian memerintahkan agar masjid tersebut dirubuhkan dan tanah tersebut dikembalikan pada orang Yahudi tersebut. Dalam kasus lainnya, pada masa pemerintahan Imam Ali, seorang Yahudi mencuri baju zirah milik Khalifah. Ali kemudian mengadukan Yahudi tersebut ke pengadilan dan membawa puteranya sebagai saksi. Hakim menolak gugatan sang Khalifah, dan menyatakan bahwa seorang anak tidak dapat dijadikan saksi dalam perkara yang melibatkan ayahnya di pengadilan. Setelah menyaksikan keadilan tersebut, si Yahudi kemudian mengaku bahwa ia memang mencuri baju tersebut dan kemudian memeluk Islam.

Semua hal tersebut tentunya tak mungkin kita dapatkan saat ini karena aturan yang diterapkan merupakan dari manusia yang sifatnya terbatas sehingga dapat dipastikan akan banyak menimbulkan kontroversi ditengah masyarakat dan tak dapat dipungkiri aturan tersebut memihak pada sebagian dan tentunya merugikan bagi sebagian pihak lainnya. Oleh karena itu tak ada aturan yang lebih baik untuk diterapkan selain dari aturan-Nya, karena dengan diterapkannya Syariah Islam dalam bingkai sebuah Institusi maka rahmat bagi seluruh alam akan kita dapatkan baik bagi kaum Muslim maupun non Muslim. walLah a’lam bi ash-shawab.

 

Oleh : Fitri Suryani, S.Pd
Penulis Merupakan Guru & Aktivis MHTI Konawe

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini