Dituding Telantarkan Pasien Bumil Sampai Bayinya Meninggal, Ini Kata Pengacara RSUD Muna

346
LM Syahridin
LM Syahridin

ZONASULTRA.COM, RAHA – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) dituding telah menelantarkan salah satu pasiennya, Reni seorang Ibu Hamil (Bumil) yang menyebabkan bayinya meninggal dunia setelah mendapat penanganan dokter kandungan di rumah sakit itu, Senin (9/9/2017) lalu.

LM Syahridin
LM Syahridin

Reni mulai merasakan sakit perut sejak pukul 04.00 Subuh, pada hari Jumat (08/09/2017) lalu. Namun hingga pukul 14 siang, hari Sabtu (9/9/2017) ia tak kunjung melahirkan. Sehingga bidan desa atas nama Masria, memberikan rujukan ke RSUD Muna. Namun sampai di Rumah Sakit (RS), Reni tak juga langsung ditangani, sehingga bayinya meninggal dunia.

Buah hati dari Unyil dan Reni itu diduga meninggal dunia karena kualitas layanan rumah sakit di kota Raha itu tidak maksimal. Sehingga Bumil asal desa Lagasa, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna itu terpaksa menerima kenyataan, kalau ia telah kehilangan anak kelimanya itu.

Machdin sebagai keluarga korban sekaligus Ketua Asosiasi Masyarakat Pesisir Warga Lagasa saat ditemui kediaman Unyil menjelaskan, pihaknya akan memproses tuntutan hukum kepada pihak RSUD Muna dalam hal ini bidan dan dokter yang menangani ibu Reni.

Machdin menceritakan kronologis kejadian, awalnya pihak RS telah melakukan penangan medis, namun kata bidan Asra yang saat itu sedang bertugas piket, bahwa pasien tersebut belum waktunya melahirkan. Sementara dari rumah mereka telah melihat tanda-tanda melahirkan.

“Sekitar 20 menit di RS, pecahlah air ketuban ibu Reni. Namun tidak ada tindakan yang dilakukan pihak RS karena alasan belum waktunya, dan masih menunggu dokter,” tuturnya.

Namun pada pukul 19.00 Selasa malam, bidan Asra mengumumkan kepada pihak keluarga yang berada di RS bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan, bayi tersebut sudah tidak memiliki denyut jantung dan tidak bergerak-gerak lagi.

Unyil, suami pasien mengatakan, pihaknya akhirnya membawapasien ke ruangan operasi. Setelah beberapa menit di dalam ruangan, tiba-tiba dokter keluar menyuruh pihak keluarga untuk membeli obat di luar Rumah Sakit yang harganya Rp 1.900.000.

“Setelah dilakukan operasi, dokter Tamsila keluar. Dia menyampaikan bahwa bayi itu sudah tidak bernyawa lagi, sehingga keluarga pulang dengan rasa sedih. Namun telah tiba di rumah, terlihat ada tanda-tanda tergores pada bebarapa bagian tubuh bayi, sehingga hal ini akan kami krosek kembali pada pihak RSUD,” ungkap Unyil.

Atas dasar itu, dia bersama Machdin mendesak pihak RSID untuk mempertanggungjawabkan kelalaian petugasnya, karena diduga tak mampu bekerja dengan baik. Dia juga mendesak penegak hukum agar secepatnya menangani kasus tersebut.

LM Syahridin selaku kuasa hukum (pengacara) dokter spesialis ahli kandung RSUD Muna dr. H. L Tamsila membantah pernyataan Machdin dan Unyil. Kata dia, kliennya tidak melakukan pembiaran atau penelantaran pasien di RSUD Muna dan dokter melaksakan tugas sudah sesuai dengan SOP rumah sakit.

Dia menjelaskan, pada tanggal 8 September 2017 yang lalu, pihak RSUD Muna menerima pasien bernama Ny. Reni dengan baik di beri tempat tidur, diopname, pasang infuse, cateter dan di laporkan ke dokter serta observasi lahir normal.

“Proses operasi berjalan lancar, ibu selamat, namun bayi meninggal dalam kondisi kulit lepuh-lepuh pecah, plasenta membiru, perut bengkak, air ketuban berbau dan berubah warna. Kondisi ini menunjukan bahwa bayi meninggal dalam tahap masarase tingkat II yang artinya bayi sudah meninggal lebih dari 2×24 jam atau 48 jam bayi mati dalam rahim ibu serta kondisi kehamilan lewat bulan,” ucap LM Syahridin Kamis (21/9/2017).

Menurutnya, tuntutan Machdin dan Unyil terlalu prematur dan terkesan menjustifikasi bahwa meninggalnya bayi Ny Reni itu akibat kesalahan manajemen atau kelalaian RSUD Muna.

“Kami melakukan pendalaman lebih jauh dan melakukan konsultasi kepada dokter ahli kandungan dr. Tamsila dan saat dengar pendapat di DPRD Muna, kami berkesimpulan bahwa tidak ada tindakan menelantarkan pasien,” katanya.

Menurutnya, bahwa kejadian ini sebetulnya hanya salah persepsi saudara Machdin dan keluarga korban yang terbawa ego. Lanjut dia, sehingga menuduh seakan-akan kliennya dr. Tamsila melanggar kode etik.

Dia juga menegaskan bahwa kliennya tidak menerima tudingan Machdin itu. Sehingga persoalan ini akan ia bawa ke ranah hukum. (C)

 

Reporter: Kasman
Editor: Abdul Saban

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini