Dulu Tidur di Ruang Kelas, Sekarang Pria Asal Buton Sukses Bangun Sekolah

1995
La Ode Budi berhasil mendirikan Yayasan Pendidikan Permata Hati

ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Pengalaman adalah guru terbaik. Mungkin ini salah satu alasan La Ode Budi, pria asal Buton yang sukses membangun sekolah di Tangerang, Banten. Budi sukses mendirikan Yayasan Pendidikan Permata Hati untuk TK dan SD, hingga kini merambah SMP.

Siapa sangka di balik kesuksesan membangun sekolah Permata Hati, Budi ternyata jatuh bangun mewujudkannya. Saat remaja, Budi telah dididik hidup sederhana oleh sang ayah, La Ode Sahihu yang pada saat itu menjabat Camat Batauga.

Budi mengungkapkan keluarganya merantau ke Pulau Jawa pada tahun 1974. Selain camat, La Ode Sahihu juga berprofesi sebagai guru di Baubau. Ia juga Ketua PNI Sulawesi Tenggara (Sultra) pada tahun 1965.

“Pada tahun itu semua harus masuk Golkar karena PNS. Bapak saya bersikukuh tidak mau pindah partai, kalau orang tidak mau pindah dituduh PKI zaman dulu di sana,” kata La Ode Budi saat ditemui awak zonasultra beberapa waktu lalu.

Situasi politik saat itu membuat Sahihu memutuskan membawa keluarganya ke Jakarta pada tahun 1974. Sahihu ditampung Gubernur Jakarta Ali Sadikin dan menjadi guru hingga kepala sekolah di Kampung Bambu Jakarta.

(Baca Juga : Kisah Musa, Pemuda Wakatobi yang Kuliah di Amerika)

Waktu itu Budi kecil belum turut dengan orang tua merantau ke Jakarta. Ia sempat mengenyam pendidikan di Baubau hingga kelas 5 SD dan menyusul ke Jakarta pada tahun 1974.

Sebagai kepala sekolah, Sahihu mendapatkan fasilitas rumah dinas di samping sekolah atau yang biasa disebut SD Impres. Rumah tersebut kecil dan hanya mempunyai dua ruangan untuk sekeluarga yang berjumlah enam orang. Sedangkan adik Budi, Wa Ode Herlina masih tinggal di Baubau.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

“Akibatnya kalau malam kita tidur di kelas, kita susun-susun meja. Dulu guru susahnya bukan main, saat itulah saya bercita-cita ingin punya sekolah. Saya mau yang punya yayasan supaya bisa mensejahterakan guru-guru, jangan sesusah bapak saya,” ungkap Budi.

Dulu Tidur di Ruang Kelas, Sekarang Pria Asal Buton Sukses Bangun Sekolah
Keluarga La Ode Sahihu

Melihat keadaan ekonomi keluarga, Budi merasa kecil kemungkinan mendapatkan pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Oleh sebab ia giat belajar hingga menjapatkan juara kelas dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) jalur undangan.

Lulus dari IPB, Budi bekerja di sebuah stasiun TV di Jakarta. Ia pun membina rumah tangga. Bersama sang istri, Budi mulai membangun TK di rumahnya. TK pun sukses dan ayah Budi, Sahihu minta diteruskan dengan membangun SD.

(Baca Juga : Muhammad Kurniawan Rachman, Putra Sultra yang Jadi Dosen di Kampus Donald Trump)

Butuh tempat yang lebih luas, Budi menyerahkan rumahnya untuk dijadikan SD sementara ia hidup mengontrak rumah. Kurang lebih 10 tahun Budi mengontrak, biaya operasional sekolah pun ditutupi dengan menggadaikan sertifikat rumah orang tua dan ditebus dengan cara mencicil.

TK Permata Hati didirikan sejak 1996. Berselang 5 tahun, SD terbentuk pada 2001, serta tahun 2019 Budi optimis memulai pendidikan SMP dengan dukungan orang tua siswa. Untuk membangun sekolah SMP, Budi kembali mengutang kepada Bank.

Mantan bakal calon Bupati Buton Selatan ini menamakan “sekolah tumbuh”. Dibangun perlahan-lahan, ada murid baru membangun ruang kelas.

Keberkahan Permata Hati

Kepala Sekolah SD Permata Hati, Uswatun Hasanah menceritakan turut membesarkan Permata Hati ini. Ia mulai mengajar pada tahun 2003.

Meski gaji tidak sebesar sekolah lain atau yayasan lain, Uswah mengaku senang mengajar di Permata Hati. Budi selaku pemilik yayasan memperlakukan guru-guru dengan baik dan sangat peduli.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Bukan hanya mendukung untuk bergelar sajana, yayasan juga membantu agar guru dan karyawan memiliki rumah dengan memberikan pinjaman lunak.

“Mungkin gaji kita kecil dibanding dengan yayasan lain, tapi keberkahannya luar biasa. Kami semua guru jarang yang keluar masuk Permata Hati,” kata Uswah.

Ia mengatakan bahwa hampir semua guru dan karyawan betah mengajar dan bekerja di sekolah Permata Hati.
Sebagai pemilik yayasan, Budi memberikan kepala sekolah maupun guru mengurus siswa-siswanya.

Untuk SPP SD sekitar Rp410 ribu per bulan, sementara untuk TK sekitar lebih dari Rp500 ribu per bulan. Uang SPP tersebut digunakan untuk operasional belajar mengajar dan gaji guru dan karyawan. Uswah mengatakan setiap tahunnya ada kenaikan SPP yang telah disepakati oleh orang tua murid.

“Kenaikan itu juga hanya Rp5 ribu sampai Rp10 ribu juga. Ini tujuannya untuk meningkatkan minat pendidikan siswa, misalnya kegiatan siswa yang sifatnya ekstrakulikuler,” kata Uswah.

Saat ini Yayasan Pendidikan Permata Hati memiliki 60 siswa TK, 433 siswa SD, dan SMP 18 siswa. Sementara untuk tenaga guru, TK memikiki 8 guru, 28 guru untuk SD, 6 guru untuk SMP serta 3 orang staf dan 5 orang tenaga umum.

Untuk kesejahteraan, guru mendapatkan 14 kali gaji dalam setahun. Guru juga diberikan THR dan bonus. Sebanyak 17 guru Permata Hati telah mendapat sertifikasi dan 15 guru telah dilakukan inpassing.

Harapan La Ode Budi, Permata Hati dapat terus maju dan bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya. Ia bersyukur dapat mewujudkan keinginan ayahnya, La Ode Sahihu. (*)

 


Reporter: Rizki Arifiani
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini