Festival Budaya Tua, Tradisi Buton Memperkuat Pesona Indonesia

1716
Festival Budaya Tua buton
Festival Budaya Tua buton

ZONASULTRA.COM, PASARWAJO – Sejak terbentuk, Kabupaten Buton tidak lepas dari sejarah kejayaan Kesultanan Buton yang diakui eksistensinya sebagai salah satu kerajaaan/kesultanan yang demokratis dan kaya akan aneka ragam budaya.

Sebagai daerah eks kerajaan/kesultanan, berbagai tradisi dan budaya tumbuh yang terus terpelihara dalam pola perilaku kehidupan bermasyarakat di seluruh wilayah Kabupaten Buton. Berbagai tradisi dan budaya tersebut diselenggarakan oleh individu, kelompok, dan masyarakat secara berkesinambungan.

Pada tahun 2012 Pemerintah Kabupaten Buton menginisiasi untuk menyelenggarakan tradisi dan budaya tersebut dalam bentuk event yang disebut Festival Budaya Tua Buton dan mulai diselenggarakan pada tahun 2013 berturut-turut setiap tahun sampai saat ini.

Festival Budaya Tua butonPenyelenggaraan Festival Budaya Tua Buton adalah refleksi kegiatan budaya yang menjadi panutan terintegrasi baik dalam kehidupan individu maupun kemasyarakataan dan telah diwariskan secara turun temurun hingga saat ini.

Disebut Festival Budaya Tua Buton karena berkenaan dengan terbentuknya Kerajaan Buton abad ke-12 masa kerajaan, setelah itu beralih ke abad ke-15 pada masa Kesultanan, menggambarkan kehidupan manusia di Buton yang telah memiliki budaya tersendiri dan terpelihara secara berkesinambungan yang telah menjadi pedoman hidup masyarakat sampai saat ini.

Untuk menghindari hilangnya identitas kebudayaan Buton terhadap generasi muda, maka pemerintah Kabupaten Buton menyelenggarakan kegiatan kebudayaan secara massal.

Penyelenggaraan kegiatan Festival Budaya Tua bertujuan untuk mempertahankan seni budaya Buton, juga bisa diartikan sebagai semangat persatuan warga Sulawesi Tenggara. Dalam festival ini semua masyarakat Buton yang terdiri multi etnis dan suku komponen larut dalam persatuan membentuk kalaborasi budaya yakni Budaya Buton.

Festival ini juga bertujuan untuk mengeksplor kekayaan budaya masa lampau. Selain itu, untuk menunjukkan pariwisata Buton juga kaya dengan seni budaya. Selama ini, Buton tidak hanya menarik wisatawan nusantara, tapi juga mengundang minat turis asing. Semua daya tarik yang ada di Buton ditampilkan secara optimal dalam festival ini.

Festival Budaya Tua Buton juga merupakan wujud kepedulian Buton yang konsen memajukan pariwisata dan berupaya terus melestarikan budaya leluhur untuk ditawarkan hingga ke dunia internasional.

Buton Expo

Salah satu rangkaian Festival Pesona Budaya Tua Buton adalah Pameran Buton Expo, yang merupakan sarana informasi dan promosi serta evaluasi pelaksanaan pembangunan yang telah dicapai, khususnya masa kepemimpinan pemerintah daerah setiap tahun. Juga diselenggarakan malam hiburan rakyat berupa lomba-lomba kesenian daerah dan penampilan artis ibukota dan lokal.

Semua SKPD dan lembaga lain turut memamerkan keberhasilan mereka dalam kegiatan tersebut. Buton Expo merupakan sarana untuk mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Buton untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Buton guna kesejahteraan bersama sebagai tolok ukur keberhasilan pemerintahan di dalam pembangunan yang berkesinambungan sebagai wujud berfungsinya sistem tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance) dan perencanaan yang dituangkan di dalam visi, misi, dan RPJM Kabupaten Buton yang didukung oleh sistem penganggaran oleh pemerintah pusat/daerah

Pesona Pedole-dole

Festival Pesona Dole-dole adalah tradisi tua yang diwariskan secara turun temurun, yang merupakan munisasi secara alamiah bagi masyarakat Buton. Prosesi Pedole-dole dilaksanakan untuk anak yang berumur di bawah 5 tahun. Pelaksanaan Pedole-dole ini biasanya dilengkapi dengan pemberian nama bagi anak.

Tradisi Pedole-dole ini berawal dari masa anak seorang Raja Buton bernama Betoambari sakit-sakitan. Atas petunjuk melalui meditasinya diperoleh jawaban bahwa harus dilaksanakan Pedole-dole terhadap anak tersebut. Setelah dilaksanakan prosesi Pedole-dole, Betoambari sembuh dan tumbuh sehat seperti anak lainnya. Sehingga Raja menginstruksikan agar semua masyarakat di wilayah Buton melaksanakan tradisi itu terhadap anak-anaknya.

Dalam rangka menumbuh kembangkan tradisi Pedole-dole, Pemerintah Kabupaten Buton sejak tahun 2013 telah mencanangkan penyelenggaran Pedole-dole secara massal sebagai rangkaian pelaksanaan Festival Budaya Tua.

Festival Pesona Tandaki

Di dalam kehidupan sosial masyarakat Buton dikenal berbagai macam ritual yang berhubungan langsung dengan budaya dan kemasyarakatan. Salah satu prosesi ritual yang dilaksanakan masyarakat Buton adalah Tandaki yaitu tradisi prosesi yang berkaitan sunatan bagi anak laki-laki.

Festival Budaya Tua buton
Festival Pidole Dole

Ritual Tandaki diperuntukan bagi anak laki-laki yang telah memasuki masa aqil balik, yang melambangkan bahwa anak laki-laki tersebut berkewajiban untuk melaksanakan segala kebaikan dan menghindari yang terlarang.

BACA JUGA :  Seorang Wanita di Kendari Jadi Korban Salah Tembak Polisi

Ritual Tandaki biasanya diselenggarakan oleh keluarga yang memiliki kemampuan ekonomi, sehingga dalam pelaksanaannya turut diundang keluarga, sanak saudara, kerabat dekat maupun kerabat jauh sedangkan yang kurang mampu dapat dilaksanakan dalam bentuk yang sederhana yang disebut ‘Manakoi’ dalam pengertian bahwa pelaksanaan tandaki hanya dihadiri oleh segenap anggota keluaraga terdekat.

Kelengkapan pakaiaan Tandaki (Sunatan tradisi Buton) terdiri dari Tandaki (mahkota) yang dibentuk dan ditata sedemikian rupa dengan berbagai hiasan dan aneka rupa sehingga tampak sebagai lambang kebesaran pemakainya, keagungan dan kedamaian yang dijunjung tinggi secara ikhlas. Ikat pinggang diukir dengan kalimat tauhid dan sebilah keris sebagai lambang keberanian.

Festival Pesona Posuo

Festival Posuo adalah tradisi pingitan bagi gadis remaja masyarakat Buton sebelum memasuki usia dewasa, di mana pada masa lampau sejak terbentuknya struktur pemerintah kerajaan/kesultanan di Buton dilaksanakan selama 40 hari, setelah ini menjadi 7 hari, dan saat ini dapat dilakasanakan hanya 4 hari lamanya, yang secara psikis bertujuan untuk membentuk mental dan yang dilarang, sebagai seorang gadis dewasa berdasarkan ketentuan adat istiadat dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat.

Selain pembetukan psikis juga pembentukan fisik, yaitu diajarkan untuk merawat diri, dan berperilaku hidup sehat sehingga tetap tumbuh sebagai seorang gadis yang sehat dan cantik secara alami.

Festival Budaya Tua buton
Festival Pesona Posuo

Posuo bagi masyarakat Buton wajib hukumnya dalam ketentuan adat istiadat, sebelum melangsungkan pernikahan. Karena apabila seorang gadis akan menikah, sudah dapat dipastikan dipingit lebih awal baru dilangsungkan pernikahan.

Hal ini sebabkan karena Posuo merupakan forum training kewanitaan untuk mendengarkan nasehat para Bisa (penasehat perempuan) dalam memasuki kehidupan berumah tangga nantinya. Yang sekaligus diajarkan merawat diri, sehingga setelah memasuki pernikahan akan mampu menjadi calon istri yang dapat menaklukan hati suami, sehingga diharapkan akan terbentuk kehidupan keluarga yang sakinah.

Festival Pesona Pekande-kandae

Festival Pekande-kandea adalah tradisi masyarakat Buton, yang pada zaman dahulu dilaksanakan untuk menyambut para pejuang kembali dari medan pertempuran. Dalam Bahasa Buton sering juga disebut Bongkaana Tao (merupakan acara pembukaan tahun sebagai doa kesyukuran terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen/rezki yang diperoleh selama satu tahun.

Festival Budaya Tua buton
Festival Pesona Pekande-kandae

Juga dapat dilaksanakan setelah melaksanakan hajatan (pesta syukuran) sesuai dengan ketentuan adat istiadat, misalnya melaksanakan kawia (pernikahan), Posipo (peringatan 7 bulan kehamilan), Tandaki (bagi anak laki-laki yang memasuki akil baliq), Posusu (bagi anak perempuanyang memasuki usia remaja), dan Posuo (remaja putri yang beranjak dewasa). Bahkan pada acara-acara peringatan meninggalnya seseorang pun kadang, diakhiri dengan Pekande-kandea walaupun dalam skala kecil.

Pekande-kandea yang berarti makan bersama dengan duduk duduk bersila berhadap-hadapan antara penjaga talang dengan pengunjung/tamu, yang diantarai dengan talang atau dulang (tempat makanan yang berkaki) yang diisi dengan berbagai macam makanan tradisional seperti:Lapa-lapa, nasi bambu, nasi ketan, nasi merah (padi ladang), ikan (bakar dan berkuah), masakan ayam (baik yang dibakar, goreng maupun berkuah), cucur, Epu-epu, Onde-onde, Baruasa, Bolu, dan lain-lain. Tata cara pelaksanaan adalah talang dijaga oleh gadis yang berpakaian adat, menyuap tamu yang hadir dan sebagai balasan tamu akan barter (disawer) untuk memberi sesuatu kepada gadis tersebut.

Festival Pesona Tenunan

Bagi orang Buton, kain tenun mampu menjadi praktek sosial bagi masyarakat Buton karena dua hal. Pertama, tenun Buton merupakan pengejawatahan dari penghayatan orang-orang Buton dalam memahami lingkungan alamnya. Ini dapat dilihat dari corak motif yang terdapat pada tenun Buton. Hal tersebut dapat diamati melalui penggunaan bahasa kearifan lokal dan corak kain tenun.

Alat tenun tradisional (parewana tanua) terdiri dari Pasaana Parewa, Tapua, Yaena Tapua Dopi, Tanekura, Kakunci, Jangka, Balidha, Kaju dan Kasoli. Corak kain Buton menggunakan nama flora dan fauna yang ada dalam kehidupan masyarakat Buton dengan mengandung maksud sebagai pesan moral untuk peletarian dan menjaga keseimbangan alam. Kedua tenun Buton sebagai identitas diri dan sosial.

BACA JUGA :  Seorang Wanita di Kendari Jadi Korban Salah Tembak Polisi
Festival Budaya Tua buton
Festival Pesona Tenunan

Dengan melihat motif pakaian yang dikenakan oleh wanita Buton misalnya, kita bisa mengetahui apakah dia telah menikah atau belum. Melalui pakaian yang dikenakan kita juga dapat mengetahui apakah seorang perempuan dari golongan awam atau bangsawan. Dengan melihat tenun yang dipakai orang Buton, kita dapat mengetahui kedudukan seseorang dalam masyarakat Buton.

Tenun Buton merupakan simbol kedirian orang Buton, maka sudah sewajarnya jika orang Buton menjaga agar simbol jati diri sosilnya tetap lestari. Untuk itulah Pemerintah Kabupaten Buton, pada Festival Budaya Tua Buton ke-6 Tahun 2018 menampilkan Festival Tenun Tradisional Buton dengan menghadirkan penenun asli dari berbagai pelosok Buton.

Tari Kolosal

Penyelenggaraan Tari Kolosal merupakan puncak dari pelaksanaan Festival Pesona Budaya Tua Buton. Inilah puncak acara yang melibatkan ribuan orang, ditonton oleh seluruh masyarakat Kabupaten Buton di seluruh pelosok Nusantara bahkan disaksikan oleh seluruh masyarakat Indonesia yang cinta akan budaya dan tradisi masa lampau.

Tari kolosal yang melakonkan kalaborasi dari beberapa tari tradisional dari peninggalan leluhur digali dan ditampilkan secara massal dalam puncak acara Tari Kolosal Festival Pesona Budaya Tua Buton.

Tari Bhosu

Tarian ini akan dimainkan oleh siswi SD dan SMP yang mencerminkan adat istiadat dan aktivitas masyarakat Buton. Fokusnya lebih kepada aktivitas kaum perempuan Buton yang mengambil air dengan bosu, wadah dari tanah liat untuk keperluan rumah tangga. Tarian ini mengandung makna bahwa wanita Buton merupakan wanita yang ramah, rajin, anggun, dan cantik.

Selain itu, tari ini juga menggambarkan masyarakat Buton yang menjunjung tinggi harkat martabat kaum wanita. Hal ini dapat diperhatikan dari gerakannya yang menggunakan Bosu dan selendang sebagai propertinya. Sebagai informasi, kerajaan pertama Buton awalnya dipimpin oleh seorang perempuan, yakni Putri Wakaka.

Tari Kaleko

Tarian ini diinspirasi dari permainan yang dilakonkan kaum muda mudi masyarakat Lambusango, Kecamatan Kapontori. Permainan ini menggunakan batok atau tempurung kelapa yang isinya terdiri dari Po Boku yang mengetuk-ketukan dua buah batok kelapa yang menimbulkan bunyi dan irama alam membuat perasaan dan pikiran menjadi senang dan bahagia. Tari Kaleko mengungkapkan nilai kemenangan dan kebahagiaan yang merupakan impian bagi semua orang. Dan semua itu dicapai dengan pikiran dan tindakan yang mengedepankan kebenaran.

Tari Lawati

Tari Lawati adalah tarian daerah kabupaten Buton untuk menjemput tamu. Tarian ini mengisyaratkan keramahtamahan masyarakat Buton untuk bergaul dengan manusia lainnya di dunia. Tarian ini biasanya diperankan gadis-gadis cantik sambil memaburkan bunga pada sang tamu kesultanan atau negara

Tari Potimbe

Terinspirasi dari pasukan zaman dahulu Buton yang berjumlah 40 orang saat melawan bajak laut di pesisir pantai. Selain gerakannya yang seperti orang sedang berperang, tari ini juga menggunakan properti tari yang menyerupai senjata tajam pedang atau golok untuk menambah kesan nyata dalam tarian. Tarian ini akan dimainkan siswa SMP.

Potimbe sendiri memiliki kesamaan dengan Ponare dalam hal properti yang digunakan dan makna yang terkandung dalam tarian ini. Perbedaannya hanya terletak pada gerakkan tariannya saja. Ponare dan Potimbe akan dimainkan dalam waktu yang bersamaan. Selain itu, tari potimbe juga mencerimkan jika masyarakat Buton siapa sedia dalam bela negara dan menghargai pahlawannya.

Tari Linda

Tari Linda merupakan jenis tarian tradisional masyarakat Buton. Tari ini lahir sebagai aplikasi dari rangkaian acara pingitan bagi gadis-gadis yang sudah disyarati dengan urutan-urutan tertentu. Tarian ini dianalogikan dari perlakuan bidadari yang baru selesai membersihkan diri/mandi, maka bidadari mengeringkan badan sambil berputar dengan menggunakan sehelai kain yang sekarang disebut selendang. Tari ini juga menunjukan rasa syukur dan kegembiraan ketika panen telah usai dilakukan.

Tari Linda diiringi dengan irama Rambi ganda (pukulan gong) yang memiliki keunikan tersendiri karena antara gerak tari bertolak belakang dengan kecepatan irama gong. Ini mengandung makna bahwa para gadis yang telah disyarati dalam posuo tidak boleh terpengaruh dengan pengaruh lingkungan. (Adv)

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini