Ini Langkah BKSDA Sultra Atasi Konflik Buaya dengan Manusia

696
Kepala BKSDA Sultra Sakrianto Djawie
Sakrianto Djawie

ZONASULTRA.COM,KENDARI- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara (Sultra) melakukan upaya pencegahan konflik buaya dengan manusia pascakejadian buaya yang memangsa manusia di sejumlah kabupaten di Sultra. Tercatat sepanjang tahun 2019 ada 8 orang menjadi korban gigitan buaya, 6 orang meninggal dunia dan 2 orang mengalami luka-luka.

Kepala BKSDA Sultra Sakrianto Djawie mengatakan pencegahan konflik ini akan dilakukan dengan pemasangan rambu-rambu larangan beraktivitas di muara sungai yang ditengarai menjadi habitat buaya. Pemasangan tanda peringatan itu pun akan dilakukan setelah pihaknya menentukan titik rawan buaya yang ada.

(Baca Juga : Warga Tangkap Buaya Sepanjang 5 Meter di Muna)

“Paling ganas itu sebenarnya buaya muara yang di Konut (Konawe Utara). Nah di Konut ada dua sungai besar salah satunya yakni Lasolo dan Sungai Lalindu. Rencana awal tahun ini kita akan ke sana untuk melakukan sosialisasi sekaligus pemasangan rambu-rambu,” ungkap Sakrianto saat ditemui di kantonya, Selasa (31/12/2019).

Selain itu, sosialisasi pencegahan konflik dengan satwa juga akan dilakukan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat sekitar bantaran muara sungai agar tidak melakukan aktivitas yang dapat menganggu satwa buaya. Misalnya, membuka lahan pemukiman atau perkebunan di sepanjang muara sungai serta menangkap ikan dengan cara membius.

BACA JUGA :  Mengenal Quick Count, Benarkah Akurat?

Pasalnya hal ini membuat rantai makanan dari buaya terganggu. Binatang seperti babi, rusa, monyet dan biawak adalah makanan buaya saat kedua binatang tersebut turun ke sungai untuk minum. Namun, karena kondisi bantaran sungai sudah menjadi pemukiman dan kebun maka binatang itu akan menghindar. Pilihan terakhir adalah ikan, namun ikan pun banyak ditangkap oleh masyarakat.

(Baca Juga : Mengenal Dua Jenis Buaya yang Banyak Hidup di Sultra)

Buaya adalah predator tertinggi dalam sistem rantai makanan di sungai. Sifat satwa ini akan agresif saat pagi dan sore hari, terlebih saat ia dalam kondisi lapar akan muncul ke permukaan. Buaya yang terusir dari kelompoknya akan lebih agresif lagi menjelajahi muara sungai dengan radius kurang lebih 1 km dari laut. Sifat kanibalnya pun muncul bahkan sesama buaya, satwa ini juga akan memangsanya ketika sangat lapar.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Berdasarkan peristiwa yang terjadi tahun ini, buaya muara banyak bermunculan dan menyerang manusia saat musim peralihan (pancaroba) dari panas ke hujan begitupun hujan ke panas. Hal ini disebabkan karena terjadi kenaikan permukaan air sungai dalam beberapa waktu tertentu.

(Baca Juga : Begini Kronologi Warga Konut yang Kembali Diterkam Buaya)

“Penting adalah bagaimana masyarakat dapat merubah perilakunya dengan tidak buang air di sungai, mencuci di sungai atau mandi di sungai terutama di tempat yang memang pernah terjadi kejadian buaya memangsa manusia. Ini harus berubah,” ujarnya.

Sakri menambahkan proses sosialisasi ini dapat dilakukan dengan kerja sama yang baik bersama pemerintah daerah setempat. Sebab, keberlanjutan penanganan konflik manusia dan buaya harus tetap dilakukan demi keselamatan masyarakat. Pihaknya juga berkomitmen akan melibatkan pemerintah daerah dalam program pencegahan konflik tesebut. (A)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini