JUJUR SAJA ‘Sebuah Introspeksi Akademik’

52
JUJUR SAJA ‘Sebuah Introspeksi Akademik’
Akbar Arfah

Jujur saja.. Gelar Akademik notabene hanyalah sebuah kesepakatan manusia dalam untaian huruf yang menunjukan sebuah stratifikasi, kesepakatan ini membawa sebuah kelas-kelas tersendiri dalam membentuk cara pandang seseorang ditinjau dari pengalaman keilmuanya secara formil. Dalam tulisan ini saya tidak bermaksud mempongahkan diri dalam memandang hal ini sebagai suatu hal yang kurang sakral. Jauh dari itu ada maksud utama untuk mengintrospeksi paradigma masyarakat yang sering menyengat kuping ini, lanjut hatiku.

JUJUR SAJA ‘Sebuah Introspeksi Akademik’
Akbar Arfah

Jujur saja.. saya berpijak pada Teori Empirisisme E.Mach untuk menyatakan ini, bantahan yang ada dari pespektif lain adalah hal yang wajar, bersyukur sekali jikalau itu berbau konstruktif untuk menyegarkan otakku yang agak ‘panas’ ketika menulis ini.

Jujur saja.. apa yang saya ketahui hingga kuungkapkan adalah  Pengalaman-pengalaman empirikku, pun teman-temanku. Bahwa sudah terlalu banyak untuk menyimpulkan ada suatu kecenderungan yang kuat bahwa gelar akademik bukanlah label paten yang menyatakan kualitas seseorang. Tidak bermaksud mengukur, lagi-lagi saya ingin berintrospeksi, juga ingin mengajak mengintrospeksi orang-orang yang menjadikan gelarnya sebagai senjatanya.

Jujur saja.. dibalik-balik meja birokrasi masih banyak para Magister yang belum tahu apa itu ‘microsoft word’, tidak sedikit para Sarjana yang lupa ‘judul skripsinya’, tak ketinggalan Pak Prof juga yang lupa dengan kalau Teori itu bukan dogma hingga bertindak otoriter jika berdiskusi. Eh, maaf jikalau kevulgaran ini menyinggung perasaan. Maafkan jika saya yang bodoh ini lagi ingin jujur-jujuran.

Jujur saja.. saya juga pemburu gelar akademik, yang tentu bangga dengan tambahan huruf yang menghias nama, namun kebanggan itu teriring ketakutan untuk bertanggungjawab secara etis, secara moril terhadap nikmat ilmu-Nya. Kesepakatan manusia soal gelar-menggelari toh hanyalah bunga-bunga dunia, jangan sampai membuat silau hingga kita terpeleset dalam jalan buaiannya.

Jujur saja.. saya berharap ada ‘kultur mengingatkan dalam kebaikan’ yang bisa membuat kita semakin jujur saja..

 

Oleh : Akbar Arfah*

*Penulis adalah Mahasiswa UHO, Pemerhati Sosial.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini