Jumlah Penduduk Miskin Pedesaan Sultra Turun, di Perkotaan Malah Naik

356
ilustrasi miskin
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM,KENDARI– Selama periode Maret hingga September 2019, jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan Sulawesi Tenggara (Sultra) mengalami penurunan 0,2 persen atau berkurang 3,38 ribu orang. Sementara di daerah perkotaaan bertambah 0,76 ribu orang.

Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra mencatat jumlah penduduk miskin di Sultra pada September 2019 adalah 299,97 ribu orang atau 11,04 persen dari total penduduk sekitar 2,65 juta jiwa (BPS 2018). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2018 jumlahnya 301,85 ribu orang atau 11,32 persen dari total penduduk. Dengan begitu selama satu tahun terjadi penurunan 1,88 ribu orang. Sementara jika dibandingkan dengan Maret 2018 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan 2,61 ribu orang.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama periode September 2018 hingga Maret 2019, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,04 ribu orang, sementara di daerah perkotaan naik 1,77 ribu orang. Pada September 2018, sebagian besar penduduk miskin berada di daerah perdesaan yakni 231,80 ribu orang atau 76,79 persen dari total penduduk miskin dan Maret 2019 penduduk miskin yang berada di daerah perdesaan berjumlah 230,76 ribu orang atau 76,26 persen dari total penduduk miskin.

Kepala BPS Sultra Moh Edy Mahmud mengungkapkan besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama September 2018 hingga September 2019, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,39 persen, yaitu dari Rp316.729 per kapita per bulan pada September 2018 menjadi Rp346.466 per kapita per bulan pada September 2019.

Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), bahwa peranan komoditas makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Pada bulan September 2018, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 74,72 persen atau Rp237.716 dari total GK Rp316.729, kemudian pada bulan September 2019 peranannya sedikit meningkat menjadi 75,01 persen Rp259.888 dari total GK Rp346.466.

(Baca Juga : BPS Catat 11,24 Persen Penduduk Sultra Masih Miskin)

Ada tiga jenis sub komoditas yang memberikan sumbangsih terbesar terhadap garis kemiskinan baik di perkotaan dan pedesaan pada September 2019, yaitu beras memberi sumbangan terbesar yakni 23,24 persen di perkotaan dan 24,64 persen di perdesaan. Rokok memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK perkotaan dan perdesaan, masing-masing sebesar 10,01 persen dan 11,93 persen. Kemudian di urutan terbesar ketiga di perkotaan ada mie instan 3,77 persen dan kue basah di perdesaan 3,37 persen.

Lebih lanjut dijelaskan Edy, bahwa persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan program penanggulangan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode September 2018 hingga September 2019 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan peningkatan nilai. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,093 pada September 2018 menjadi 2,230 pada Maret 2019, kemudian sedikit naik di September 2019 menjadi 2,231. Demikian pula nilai Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,548 menjadi 0,58.

Pada bulan September 2019, nilai P1 dan P2 di daerah perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Nilai P1 untuk perkotaan hanya 1,448 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,736. Kemudian, nilai P2 untuk perkotaan hanya 0,403 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,718. Hal ini mengindikasikan bahwa pada bulan September 2019 tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah dari pada daerah perkotaan.

Pengamat Ekonomi Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Syamsir Nur menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan jumlah penduduk miskin di desa dan di perkotaan naik. Ada dua hal menurutnya, pertama, terjadi gejala migrasi penduduk miskin desa yang masuk ke kota untuk mengadu nasib pada sektor informal seperti jasa konstruksi misalnya menjadi buru bangunan karena ia menilai terjadi penurunan produktivitas di sektor pertanian yang disebabkan lahan berkurang dan tingkat kesuburan tanah menurun.

Selain itu, adanya daya tarik perkotaan membuat masyarakat miskin di desa berbondong-bondong ke kota. Apalagi saat ini sektor jasa konstruksi di Kota Kendari tengah berkembang dengan adanya sejumlah proyek-proyek pembangunan skala menengah.

Kedua, Dosen Ekonomi dan Studi Pembangunan itu menilai angka kemiskinan di desa berkurang bisa disebabkan karena manfaat dari penyaluran dana desa mulai dirasakan dan dapat memberikan perbaikan ekonomi masyarakat desa, misalnya terjadi peningkatan kegiatan eknomi di desa seperti UMKM atau terjadinya peningkatan perbaikan infrastruktur dasar yang mendukung kegiatan perekonomian desa, meskipun dana desa sifatnya sebagai stimulan.

Sementara dari sisi perkotaan sendiri, Syamsir mengungkapan salah satu faktor yang menyebabkan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin karena angka garis kemiskinan tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan per kapita warga per bulannya. Belum lagi terjadi peningkatan harga sejumlah komoditas makanan seperti beras, ikan dan sayuran.

Perihal Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan yang menunjukkan di pedesaan lebih parah dibanding perkotaan karena, inflasi yang terjadi di desa lebih tinggi ketimbang di kota. Indeks ini pun mencerminkan semakin tinggi indeksnya berarti para penduduk miskin memiliki pengeluran yang jauh dari garis kemiskinan yang ada.

“Kenapa terjadi seperti itu karena penduduk miskin tidak hanya sulit memperoleh pendapatan tapi harga bahan pokok di desa semakin tinggi, ini dapat dilihat dari indeks nilai tukar petani kita yang saat ini juga datanya masih berada di bawah 100 persen atau per Desember kemarin 92,58 persen,” ungkapnya melalui telepon seluler.

Untuk diketahui dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. (a)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini