Kaleidoskop 2016: Warna Warni Politik di Sultra

157
Kaleidoskop 2016: Warna Warni Politik di Sultra
Kaleidoskop 2016 Berita zonasultra.com
Kaleidoskop 2016: Warna Warni Politik di Sultra
Kaleidoskop 2016 Berita zonasultra.id

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Sepanjang tahun 2016 berbagai dinamika mewarnai dunia politik di Sulawesi Tenggara (Sultra). Berdasarkan catatan Zonasultra.com, ada sejumlah kejadian yang menyedot perhatian publik di Bumi Anoa ini.

1. PSU Muna

Sebanyak tujuh daerah di Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2015 lalu. Ketujuh daerah tersebut adalah Konawe Selatan, Konawe Kepulauan, Konawe Utara, Kolaka Timur, Buton Utara, Muna, dan Wakatobi. Dari tujuh daerah ini yang paling menyita perhatian publik adalah Pilkada di Kabupaten Muna karena menggelar pemilihan suara ulang (PSU) hingga dua kali.

Pilkada Muna terdiri dari tiga pasangan calon (Paslon) yakni pasangan nomor urut 1 Rusman Emba–Malik Ditu (Rumah Kita), nomor urut dua Arwaha–Samuna, dan nomor urut tiga Baharuddin-La Pili (Dokter Pilihanku). Berdasarkan hasil Pilkada 9 Desember 2015 Dokter Pilihanku unggul 33 suara dari rivalnya Rusman Emba-Malik Ditu (Rumah Kita).

Rumah Kita Unggul di TPS 4 Kelurahan Wamponiki
PSU Muna

Namun kemenangan Dokter Pilihanku buyar setelah pasangan Rumah Kita menggugat di Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran banyak kecurangan yang ditemukan tim sukses pasangan ini.

MK pun menerima gugatan Rumah Kita dan pada Kamis, 25 Februari 2016 MK memerintahkan KPU Muna untuk menggelar PSU di 3 TPS yaitu di TPS 4 Kelurahan Raha 1, TPS 4 Kelurahan Wamponiki, dan di TPS 1 Desa Marobo pada 22 Maret 2016. Dengan ditetapkannya PSU ini, maka kemenangan Dokter Pilihanku dianggap batal.

Hasil PSU jilid I Dokter pilihanku kembali unggul 1 suara. Namun data 321 TPS se-Kabupaten Muna (setelah ditambah dengan hasil PSU), Rumah Kita unggul 93 suara.

Setelah itu, MK memutuskan lagi untuk PSU ulang di dua TPS yakni di TPS 4 Kelurahan Wamponiki dan TPS 4 Kelurahan Raha 1. Salah satu pertimbangan dalam amar putusan MK adalah adanya surat keterangan dari Lurah Wamponiki dan Raha 1 yang menerangkan bahwa ada sejumlah warga dari daerah lain memilih di kelurahan yang menggelar PSU. Total ada 17 pemilih yang dianggap bermasalah.

(Baca : MK Tetapkan Rusman Emba Bupati Muna Terpilih Dengan Perolehan 33 Suara)

PSU jilid II tersebut berhasil digelar Minggu, 19 Juni 2016 dengan hasil dari 2 TPS tersebut Rumah Kita Unggul 20 suara dari Dokter Pilihanku. Hasil akhir perhitungan suara yang diputuskan MK adalah pasangan Rusman Emba-Malik Ditu 47.587 suara, Arwaha-Samuna 5.382 suara dan Baharudin-La Pili 47.554 suara. Oleh karena itu Rumah Kita unggul 33 suara dan menjadi bupati Muna terpilih.

Pasangan Rusman Emba-Malik Ditu pun dilantik menjadi Bupati Muna pada Jumat, 2 September 2016 di Aula Bahteramas Kantor Gubernur Sultra oleh Nur Alam.

2. Kisrun PAN Sultra

Kisruh perebutan kursi Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Sultra cukup menyita perhatian publik selama tahun 2016. Ambisi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PAN Kota Kendari Asrun untuk menahkodai PAN Sultra benar-benar dicekal oleh kader partai sendiri.

Salah satu yang menolak pencalonan Asrun adalah Ketua DPD PAN Buton Umar Samiun. Umar bahkan mengancam akan keluar dari PAN jika Asrun dipilih sebagai Ketua DPW PAN Sultra menggantikan Nur Alam. Umar mengklaim dari 17 DPD di Sultra, 15 DPD (minus Kendari dan Konsel) masih menginginkan Nur Alam kembali memimpin PAN untuk keempat kalinya.

Penolakan juga datang dari kader PAN lainnya, Kery Saiful Konggoasa. Bupati Konawe ini secara terang-terangan menyoroti pencalonan Asrun sebagai Ketua DPW PAN Sultra.

4 Lawan 1, Asrun Mustahil Pimpin PAN Sultra
MUSWIL PAN SULTRA : Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan (tengah) didampingi Nur Alam, Ketua DPRD Sultra, Abdurahman Saleh dan sejumlah pengurus DPP dan DPW PAN Sultra pada Muswil IV yang digelar di Grand Hotel Clarion Kendari, beberapa waktu lalu. (MUKLIS/ZONASULTRA.COM)

 

“Lebih baik dia (Asrun) berkonsentrasi pada pencalonan gubernur. Kalau sampai dia yang pegang PAN Sultra citranya tidak bagus dan habis cerita. Ini saja anaknya mau maju walikota kan imegnya jadi kurang bagus tentang bapak anak di kekuasaan. Ini saya bicara terbuka,” kata Kery usai mendaftar jadi formatur Muswil PAN di Kendari, Kamis, 11 Februari 2016 lalu.

Tak hanya kedua kader tersebut, dukungan kepada Nur Alam untuk memimpin PAN Sultra juga datang dari Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh, Walikota Baubau A.S Tamrin, mantan Bupati Buton Utara Ridwan Zakaria, mantan Bupati Muna Baharuddin, Bupati Wakatobi terpilih Arhawi Ruda, dan Bupati Bombana Tafdil.

Ambisi politik Asrun untuk menahkodai DPW PAN Sultra periode 2016-2021 pun jadi mustahil setelah DPP PAN menetapkan lima tim formatur saat Musyawarah Wilayah (Muswil) PAN Sultra pada 18-19 Februari 2016 lalu.

(Baca : DPP Tunjuk Umar Samiun Ketua DPW PAN Sultra)

Empat dari lima pemilik suara itu adalah pendukung Nur Alam. Adapun kelima tim formatur yang dipilih langsung oleh DPP adalah Nur Alam (Gubernur Sultra), Kery Saiful Konggoasa (Bupati Konawe), Umar Samiun (Bupati Buton), Asrun (Walikota Kendari) dan Abdurrahman Saleh (Ketua DPRD Sultra).

Meski “dikeroyok”, Asrun saat itu tetap optimis bisa pimpin DPW PAN Sultra. Menurutnya, komposisi formatur tersebut sangat realistis dan menjaga keseimbangan di PAN supaya tidak terjadi bentrok. Kelima orang itu akan berunding untuk menentukan siapa yang akan menjadi Ketua PAN Sultra.

“Kalau tidak ada kesepakatan (walaupun 1 orang tak sepakat) maka DPP yang akan ambil alih dalam penentuan Ketua PAN Sultra. Jadi kalau saya tidak setuju saja selesai persoalan,” ujar Asrun.

Dan hasil rapat formatur Muswil pada 20 Februari 2016 lalu, anggota formatur Abdurrahaman Saleh, Kery Saiful Konggoasa, Umar Samiun sepakat memilih Nur Alam memimpin PAN untuk periode keempat. Sementara Asrun tetap berkeras memilih dirinya sendiri.

Dokumen hasil rapat tersebut dikirim ke DPP namun ditolak karena rapat formatur tidak mencapai mufakat (Asrun tak memilih Nur Alam). DPP PAN pun memberikan jangka waktu hingga satu bulan sejak berakhirnya Muswil hingga 20 Maret 2016, namun tetap tidak ada kata sepakat sehingga diambil alih oleh DPP.

Pada awal April 2016 lalu sempat beredar kabar bahwa Ketua PAN Konawe Kery Konggoasa sebagai Ketua DPW PAN Sultra. Sayangnya kabar itu langsung ditepis oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PAN Eddy Soeparno.

Polemik dan teka-teki siapa Ketua DPW PAN akhirnya terjawab setelah Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN menetapkan Umar Samiun sebagai Ketua DPW PAN Sultra pada Kamis, 19 Mei 2016. Sedangkan sekretarisnya adalah putra Walikota Kendari, Adriatma Dwi Putra (ADP). ADP sebelumnya tidak terdaftar sebagai anggota formatur, hanya memang pernah mendaftar sebagai calon anggota formatur.

3. Nur Alam Keluar dari PAN

Pertengahan tahun 2016, pengakuan mengejutkan datang dari mantan Ketua DPW PAN Sultra 3 periode, Nur Alam. Gubernur Sultra itu menyatakan telah keluar dari PAN baik sebagai kader maupun pengurus.

Saat itu Nur Alam mengaku tidak tergabung di partai manapun dan jika ada permintaan untuk memimpin partai lain maka tergantung apa yang ditawarkan. Jika hanya sekedar menjadi ketua partai di tingkat provinsi, itu adalah jabatan yang sudah lewat apalagi sudah dua kali menjadi gubernur.

Nur Alam ,gubernur sultra
Nur Alam

Pengunduran diri Nur Alam di partai berlambang matahari terbit itu berawal dari suksesi pemilihan ketua DPW. Nur Alam yang sudah tiga periode memimpin partai yang didirikan tokoh reformasi Amin Rais itu, tak lagi terpilih sebagai ketua.

DPP akhirnya menjatuhkan pilihan kepada Bupati Buton Umar Samiun. Penetapan Umar pun setelah melalui proses yang panjang hingga dua bulan. Alotnya penentuan ketua DPW PAN Sultra dikarenakan adanya tarik menarik tiga kader PAN yaitu Walikota Kendari Asrun, Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa dan Umar Samiun. Sementara Nur Alam terganjal aturan AD/ART partai.

DPP PAN pun menunjuk Nur Alam sebagai Wakil Ketua Umum PAN mendampingi Zulkifli Hasan. Kecakapan politik Nur Alam dinilai sangat mumpuni. Terbukti dia mampu membesarkan PAN di Sultra dan menjadi gubernur selama dua periode.

Namun Nur Alam mengaku kaget atas penunjukan itu karena tanpa pemberitahuan sama sekali. Pengurus pusat PAN, kata dia, tidak bisa menempatkan dirinya begitu saja tanpa ada permintaan kesediaan terlebih dahulu.

Dalam membuat keputusan, lanjut Gubernur Sultra dua periode ini, semestinya DPP tidak memandang dirinya sebagai pegawai partai, tapi harus dianggap sebagai kader partai. Jika seseorang diposisikan sebagai kader, maka sebelum ditempatkan selaiknya ada permintaan bersedia atau tidak.

“Tidak bisa ditempatkan begitu, saya harus diminta kesediaan karena saya bukan pegawainya partai. Kalau pegawai itu siap ditempatkan dimana saja. Jadi kalau mau ditempatkan ditanya dulu. Jadi tidak otomatis apa yang menjadi keinginan mereka di Jakarta saya langsung terima,” tutur Nur Alam saat itu.

Ketua Umum (Ketum) PAN Zulkifli Hasan pun tak mempersoalkan jika Nur Alam benar-benar ingin keluar dari partai yang telah menjadi kendaraan politiknya menjadi Gubernur Sultra dua periode.

(Baca : Tolak Dimasukkan Pengurus DPP, Nur Alam Keluar Dari PAN)

Menurut Zulkifli, adalah hak seluruh kader untuk tetap melanjutkan perjuangan atau keluar dari kepengurusan partai. Namun sejauh ini, Nur Alam masih menjadi kader terbaik yang pernah dimiliki PAN. Ia menyebut jika Nur Alam belum resmi keluar dari partai berlambang matahari terang itu.

“Semua orang bebas untuk berpendapat, tetapi semua ada aturan yang sudah kita sepakati di AD/ART partai. Dia masih terdaftar di DPP,” kata Zulkifli, di Baubau, Rabu 3 Agustus 2016.

4. Abdul Rasak Tak Dapat Pintu PAN

Tidak diusungnya Abdul Rasak sebagai calon walikota oleh PAN juga menyita perhatian publik. Padahal Abdul Rasak adalah salah satu kader terbaik PAN yang bergabung ke partai ini sejak tahun 1999, bahkan dirinya juga ikut memenangkan Asrun- Musadar dalam Pilwali Kendari 2012 lalu. Namun DPP PAN justru mengusung kader lainnya Adriatma Dwi Putra (ADP) yang juga putra Walikota Kendari, Asrun.

3 Agustus Pelantikan Pengurus DPW dan DPD PAN se-Sultra
Partai Amanat Nasional

Sebelum penjaringan calon kepala daerah dimulai, Ketua DPD PAN Kendari Asrun mengatakan bahwa bahwa DPP PAN sudah memutuskan mengusung Adriatma Dwi Putra (ADP). Dengan demikian peluang kader PAN lainnya Abdul Rasak sudah tidak memungkinkan lagi.

DPP pun sempat membantah pernyataan Asrun. Ketua Pengkaderan, Organisasi dan Keanggotaan (POK) DPP PAN Yandri Susanto memastikan kedua kadernya Abdul Rasak dan ADP masih memiliki peluang yang sama untuk diusung dalam Pilwali 2017.

Menurut Yandri, jika Abdul Rasak dan ADP ingin diusung, maka harus mengikuti mekanisme baku yang ada di PAN. Mekanismenya sudah disusun berdasarkan hasil rapat kerja nasional (Rakernas) belum lama ini dan sesuai aturan perundang-undangan.

Namun pada akhirnya DPP tetap mengusung ADP, sedangkan Abdul Rasak yang berpasangan dengan Haris Andi Surahman maju dengan menggunakan pintu koalisi Nasdem (3 kursi), Golkar (4) dan PBB (1).

5. Pergantian Ketua Gerindra Sultra

Kabar mengejutkan juga datang dari Partai Gerindra Sulawesi Tenggara (Sultra). Pada akhir Juli 2016 lalu Anton Timbang lengser dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Sultra dan digantikan oleh Imran, mantan bupati Konawe Selatan dua periode.

Imran Lengserkan Anton Timbang Sebagai Ketua Gerindra SultraMunculnya nama Imran menjadi Ketua Gerindra Sultra merupakan hal yang tak diduga-duga. Sebenarnya pergantian Ketua Gerindra Sultra sudah lama beredar, hanya isu yang santer beredar bahwa mantan Ketua Gerindra Kendari Ishak Ismail yang akan menggantikan posisi Anton.

Kabar pergantian kursi pimpinan DPD Partai Gerindra Sultra ini pun dibenarkan oleh Anton Timbang. Ia mengaku dirinya digantikan mantan Bupati Konawe Selatan, Imran. Adapun posisinya di Partai Gerindra adalah naik sebagai pengurus DPP.

Bergantinya pucuk pimpinan di Gerindra Sultra juga berimbas pada dukungan partai besutan Prabowo Subianto itu terhadap calon walikota Kendari.

(Baca : Imran Lengserkan Anton Timbang Sebagai Ketua Gerindra Sultra)

Sebelum Imran dilantik sebagai ketua DPD, partai ini telah melakukan proses penjaringan bakal calon Walikota Kendari yang akan diusung sesuai dengan aturan partai. Ada dua nama yang dihasilkan dalam proses penjaringan ini yaitu Abdul Razak dan Andi Musakir Mustafa. Namun, belakangan setelah pelantikan Imran, Gerindra kembali melakukan kocok ulang. Dan akhirnya Gerindra mendukung Adriatma Dwi Putra (ADP), yang merupakan menantu dari Imran.

6. Anak Lorong Tak Dapat Partai Koalisi

Salah satu bakal calon walikota Kendari yang tidak mendapatkan partai koalisi yang cukup hingga penutupan pendaftaran calon walikota 23 September 2016 lalu adalah Ishak Ismail. Figur yang populer dengan tagline Anak Lorongnya Kendari akhirnya batal mencalonkan diri.

Perjuangan Ishak untuk mendapatkan partai koalisi (syarat minimal 7 kursi) sudah maksimal, bahkan dirinya mengaku berada di Jakarta selama dua bulan lebih hanya untuk mengurus partai. Lima partai politik didekati dan diikuti tahapannya yakni PKS (3 kursi), Nasdem (3), PDIP (4), Gerindra (5) dan Golkar (4).

Ishak Ismail
Ishak Ismail

Partai pertama yang sempat deal untuk memberikan dukungan adalah PKS namun buyar dengan masuknya Adriatma Dwi Putra (ADP) yang lebih dulu membawa partai koalisi. PDIP bahkan sudah sampai tahap akhir mengeluarkan surat tugas mencari partai koalisi. Namun Ishak tidak mampu membawa koalisi sesuai batas waktu surat tugas tersebut.

“Saya mendapat surat tugas dari PDIP dengan batas waktu 24 Agustus. Lalu rekomendasi dari partai Gerindra yang sudah saya urus berbulan-bulan keluar 25 Agustus, selisihnya hanya satu hari tapi PDIP sudah tidak bisa,” ujar Ishak di kediamannya di Kendari, 25 September 2016.

Berbekal SK rekomendasi Gerindra, Ishak mengaku pernah menjalin komunikasi dengan Nasdem yang sudah lebih dulu merekomendasikan Abdul Rasak. Namun tidak ada titik temu untuk berpasangan sebab masing-masing ingin menjadi 01.

(Baca : Gagal Nyalon Walikota Ini Cerita Ishak Ismail Berburu Dukungan Partai Politik)

Golkar yang tidak menjadi target juga sempat terjalin komunikasi. Ishak mengatakan pernah bertemu langsung Ketua Umum Golkar Setya Novanto dan sempat terjalin kesepakatan, namun pada akhirnya tetap tak ada hasil.

Terakhir, Ishak mengatakan membangun komunikasi dengan DPP Demokrat di masa injury time (22 dan 23 September 2016) pendaftaran. Namun komunikasi dengan petinggi-petinggi Demokrat terhambat karena alotnya pembahasan Pilkada DKI Jakarta.

Dengan batalnya pencalonan tersebut, Ishak mengatakan akan kembali fokus sebagai pengusaha dan berkoordinasi dengan rekan-rekan kerja. Kepada para calon walikota yang sudah mendapatkan pintu koalisi, Ishak pun berpesan agar bisa memberikan yang terbaik. (*)

 

Penulis : Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini