Kaleidoskop 2017: Si Mungil PCC dan Jeratannya

206
Kaleidoskop 2017: Si Mungil PCC dan Jeratannya
Kaleidoskop 2017: Si Mungil PCC dan Jeratannya

Kaleidoskop 2017: Si Mungil PCC dan Jeratannya Kaleidoskop 2017: Si Mungil PCC dan Jeratannya

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Masih jelas di ingatan masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra) peristiwa yang terjadi di Kota Kendari pada September 2017 lalu. Puluhan pelajar secara bersamaan masuk rumah sakit jiwa (RSJ) setelah mengonsumsi pil yang disebut PCC. Pil ini bahkan sampai merenggut nyawa pemakainya.

PCC mengandung Paracetamol, Caffeine, dan Carisoprodol sehingga dinamai PCC. Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sendiri tidak menyebut pil ini sebagai obat.

Kepala BPOM Kendari Adillah Pababari mengatakan, pil tersebut izin edarnya telah dicabut sejak tahun 2013, sehingga PCC tidak lagi dikategorikan sebagai obat.

Pil PCC ini sempat digunakan dalam dunia medis. PCC mengandung senyawa Carisoprodol yang masih termasuk di dalam golongan muscle relaxants atau relaksan otot. Namun, dalam penggunaannya banyak disalahgunakan oleh masyarakat, khususnya kalangan remaja.

Menurut Adillah, pil PCC mempunyai khasiat yang baik saat digunakan dengan dosis yang pas. Diantara manfaatnya antara lain merilekkan otot, menghilangkan rasa nyeri, memperbaiki pola tidur, serta biasa juga digunakan untuk pengidap penyakit jantung.

(Baca Juga : 30 Remaja di Kendari Bersamaan Masuk UGD Setelah Konsumsi Obat, Satu Meninggal Dunia)

Pil ini sebelumnya masuk dalam daftar obat G. Artinya penggunaannya harus menggunakan izin dari dokter. Karena itu, obat yang tergolong obat keras ini, tentu mempunyai efek samping ketika dikonsumsi. Efek samping yang paling dominan ditimbulkan oleh pil ini adalah insomnia, cepat marah, cemas berlebih, serta kejang-kejang.

30 Remaja Masuk UGD Usai Konsumsi Obat, Ini Pengakuan Salah Satu Korban
Salah satu korban

Namun faktanya, banyak masyarakat mengonsumsi pil PCC bukan pada peruntukkannya. Mereka sengaja menelan pil itu dengan dosis lebih, agar mendapat efek samping “hilang kesadaran”.

Entah apa yang ada di benak mereka. Pengakuan salah satu korban PCC, AF (16), merasa semua beban pikirannya hilang setelah mengonsumsi pil tersebut.

“Rasanya itu, kita kayak terbang. Kepala kaya dipijit, lama-lama kita tidak sadar,” kata AF di bilangan Jalan Laute Kendari, September 2017.

Senada dengan pernyataan AF, salah satu mantan pengguna PCC, AA (23) mengungkapkan, setelah mengonsumsi PCC beban pikirannya akan hilang. Bukan hanya beban pikiran yang hilang kata dia. Namun pikirannya juga ikut hilang.

“Saya sudah berhenti. Saya sempat pakai itu beberapa bulan. Sebenarnya bukan beban pikiran kita yang hilang, tapi kita memang hilang kesadaran dan tidak tahu apa yang kita lakukan,” papar AA.

Harga Naik Dua Kali Lipat

Generasi muda memang menjadi sasaran empuk tangan-tangan nakal pengedar PCC. Generasi muda yang selalu tertarik mencoba hal baru, menjadi peluang para pengedar. Mereka tidak memikirkan efek dominan dan berkepanjangan. Mereka hanya memikirkan keuntungan yang mampu diraup dari PCC yang dijadikan komoditi.

Hingga saat ini, 21 orang yang diduga sebagai pengedar PCC telah diamankan Kepolisian Daerah Sultra. Latar belakang pekerjaan mereka berbeda-beda, mulai dari karyawan swasta, apoteker, petugas apotek, hingga yang bekerja serabutan.

Motivasi mereka menjadikan PCC sebagai komoditi tidak lain hanya untuk mendapatkan materi lebih. Tuntutan ekonomi, sulitnya lapangan kerja menjadi alasan kuat para tersangka nekat melakukan bisnis terlarang itu.

(Baca Juga : Pasca Telan Puluhan Korban, Harga PCC di Kendari Kini Naik Dua Kali Lipat)

Setelah jatuh banyak korban, kepolisian meningkatkan atensi terhadap peredaran pil PCC. Terakhir, 23 Oktober 2017 lalu, 4 orang yang diduga sebagai pengedar PCC kembali diamankan. Diamankannya 4 orang ini, menjadi kabar baik. Namun, di balik itu, fakta lain kemudian muncul, yakni harga PCC meningkat dua kali lipat.

Jika dulunya sepuluh butir pil PCC dipasarkan dengan harga Rp10 ribu hingga Rp25ribu, kali ini pengedar nakal membandrol pil terlarang tersebut dengan harga Rp50 ribu hingga Rp200 ribu per sepuluh butir.

ilustrasi pcc
Ilustrasi

Hal ini terungkap setelah jajaran Direktorat Narkoba Polda Sultra menangkap kawanan pengedar pil PCC pada Senin, 23 Oktober 2017. Para tersangka mengaku menjual pil tersebut dengan harga Rp50 ribu tiap sepuluh butir yang telah dikemas dalam satu saset plastik.

“Kemarin kita telah mengamankan empat orang tersangka pengedar sediaan farmasi. Jadi harga tiap sasetnya dihargai dengan Rp50 ribu. Jadi ini naik ya, dulu kan biasanya dijual Rp10 ribu sampai Rp25 ribu,” ungkap Kasubdit III Dit Res Narkoba Polda Sultra, AKBP Laode Kadimu.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kapolsek Mandonga AKP Akhmat Basuki. Kata dia, pasca boomingnya pemberitaan PCC, peminat PCC di Kota Kendari tidak berkurang. Bahkan ia mengindikasikan ada peningkatan. Hal itu terbukti dengan harga PCC yang menurutnya naik sampai dengan Rp200 ribu per sasetnya (10 butir).

“Harga PCC ini semakim naik loh. Pengedar bahkan gila-gilaan naikin harga hingga Rp200 ribu per saset,” ungkap Akhmat Basuki sesaat sebelum menggelar razia di bilangan eks MTQ Kendari.

Proses Hukum Tersangka

Sepanjang tahun 2017, Polda Sultra telah mengungkap 37 kasus pil PCC dengan tersangka 52 orang.

Direktur Reserse Narkoba Polda Sultra Kombes Pol Satria Adi Permana mengatakan, pengungkapan itu dilakukan sejak Januari hingga Desember 2017. Sebanyak 50 berkas tersangka yang diamankan saat ini telah dilimpahkan ke kejaksaan.

“Kemarin itu kan waktu September sempat ramai PCC yang kejang-kejang massal. Terhitung dari September kita sudah amankan 23 orang tersangka dengan 12 laporan polisi,” ungkap Satria Adi Permana di Dit Res Narkoba Polda Sultra, Senin (18/12/2017).

Sepanjang 2017, Polda Sultra Amankan 52 Tersangka Pengedar Pil PCC
Sepanjang tahun 2017, Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mengungkap 37 kasus pil PCC dengan tersangka 52 orang, Senin (18/12/2017).

 

“Tinggal dua orang yang berkasnya belum kita limpahkan ke kejaksaan. Masalahnya, kita terkendala saksi ahli dari BPOM karena ini menyangkut undang-undang kesehatan,” tambahnya.

Meskipun polisi telah menangkap 52 tersangka, Satria Adi Permana menduga masih banyak pengedar yang berkeliaran di Sultra, khususnya di Kota Kendari.

Adapun rincian barang bukti obat terlarang yang telah disita Polda Sulra, PCC 20.814 butir, 20.209 butir tramadol, dan 3.320 butir obat daftar G (obat yang dianjurkan dikonsumsi seizin dokter).

Tanggung Jawab Semua Kalangan

Boleh dikata, kepolisian telah berhasil meminimalisir peredaran PCC. Buktinya, peredaran PCC semakin hari semakin menurun. Bersamaan dengan itu, karena kurangnya pasokan PCC, maka tidak heran jika para pengedar yang tersisa meningkatkan harga jual.

Badan Narkotika Nasional juga telah melakukan langkah tepat dengan meningkatkan sosialisasi bahaya Napza ataupun pil PCC di sekolah-sekolah. Seperti yang disampaikan Kepala BNNK Kendari Murniati saat menggelar sosialisasi di SMA Kartika. Murniati mengatakan kegiatan tersebut dilakukan agar pelajar bisa mengenali obat-obatan yang dilarang untuk digunakan.

Namun tentunya, sosialisasi ini bukan hanya tugas dari pihak BNN, melainkan kewajiban bagi semua kalangan masyarakat. Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Sunarto mengatakan, peran orang tua yang paling berpengaruh dalam menciptakan imun anak dari bahaya narkoba.

“Sebenarnya peran orang tua yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak kita. Dengan membimbing para anak anak dekat dengan Tuhan, saya yakin bisa membuat mereka (anak) berpikir untuk menghindari narkoba,” ucap Sunarto.

“Dengan demikian, anak anak kita juga bisa memilah teman dan lingkungan yang positif untuk mereka,” jelas Sunarto.

Dengan itu, perang terhadap PCC harus terus dikobarkan. Bukan hanya tugas pemerintah setempat ataupun tugas institusi penegak hukum, melainkan tugas semua masyarakat, karena PCC belum juga usai. (A)

 

Penulis: Lukman Budianto
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini