KEKERASAN PADA GURU: BUKTI NEGARA GAGAL

97
Norma Rahman, S.Pi
Norma Rahman

OPINI : Wakil Ketua Komisi X Fikri Faqih, menyesalkan terjadinya pemukulan seorang guru oleh murid dan orang tuanya di sebuah SMK di Makassar.

Dia mengatakan dengan adanya tindakan tak patut ini, ia meminta UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen perlu dilaksanakan.

“Sehingga perlu dibentuk Dewan Kehormatan, karena perlu ada lembaga yang melindungi profesi guru,” kata Fikri, kepada wartawan, Kamis (11/8). Menurutnya, dengan adanya peristiwa itu, proses belajar mengajar dicoreng oleh tindakan brutal mereka. Politisi PKS itu menilai, kasua ini berkaitan dengan masalah kepercayaan.

Norma Rahman, S.Pi
Norma Rahman

Bila sekolah sudah dipercayai oleh orang tua untuk mendidik anaknya, mestinya semua proses dalam sekolah dimaknai sebagai proses pendidikan. Selama ini, lanjut dia, pemangku kepentingan pendidikan dari guru atau dosen, siswa, dan penyelenggara pendidikan hanya konsentrasi kepada kurikulum, operasional dan sarpras. Sementara, penegakan aturan, perlindungan dan lembaga penegak etika, luput dari perhatian.

“Dianiayanya guru oleh orang tua siswa menunjukkan pemerintah gagal melindungi guru dari gangguan pihak luar. Seharusnya tak ada ruang buat siapapun masuk ke dalam sekolah apalagi dalam keadaan emosi, jika ini tak disikapi dengan baik maka akan terus terjadi.

Sekolah saat ini, telah mengupayakan komunikasi dengan orangtua tapi komunikasi itu gagal karena orangtua kadang mewakilkannya kepada orang lain atau ibunya yang datang tapi ayahnya yang mengamuk.

Pentingnya Undang-Undang Perlindungan Guru

Pendidikan bagi suatu masyarakat berfungsi sebagai social machine yang bertanggungjawab untuk merekayasa masa depannya. Seorang pendidik bertugas membantu mempersiapkan para peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas.

Namun belakangan ini, eksistensi pendidik seringkali dihadapkan dengan realitas yang tidak mendukung pelaksanaan tugas profesinya, seperti adanya pengaduan orang tua dan masyarakat terhadap kekerasan yang dilakukan pendidik tatkala melaksanakan tugasnya di sekolah.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan UU Perlindungan Anak sesungguhnya merupakan upaya melindungi anak Indonesia dari perlakuan yang sewenang-wenang. Namun, eksistensinya seringkali dijadikan “alat” untuk menjustifikasi kesalahan anak.

Kondisi ini berdampak semakin sulitnya guru melaksanakan tugas kependidikan untuk menegakkan kedisiplinan, terutama membina kepribadian anak dengan akhlak yang terpuji.

Bila dalam pendidikan dikenal pemberian penghargaan (reward) dan hukuman (funishment), sebagai salah satu alat pendidikan, maka dengan adanya UU Perlindungan Anak dan KPAI, seakan dunia pendidikan kehilangan salah satu alat dalam melaksanakan proses pendidikan. Padahal, eksistensi reward dan funishment sangat penting dalam pencapaian tujuan pendidikan.

Adanya KPAI dan UU Perlindungan Anak secara yuridis melarang adanya tindakan kekerasan terhadap peserta didik. Padahal, sebagai seorang pendidik, guru/dosen memiliki otoritas akademik di dalam kelas untuk menegakkan disiplin agar tercapai tujuan pembelajaran yang dilaksanakan. Di sisi lain, seringkali terlupakan adalah alasan hukuman yang dilakukan guru.

Untuk itu, perlu dilakukan uji materi (judicial review) terhadap UU Perlindungan Anak, khususnya pasal 80, 81, dan 82. Sebab, belum tentu tindakan guru murni kesalahannya, akan tetapi akibat kesalahan yang dilakukan peserta didiknya.

Sebagai tenaga pendidik, mereka seringkali berada pada posisi yang dilematis, antara tuntutan profesi dan perlakukan masyarakat. Mereka dituntut untuk mampu menghantarkan peserta didik mencapai tujuan pendidikan.

Namun tatkala mereka berupaya untuk menegakkan kedisplinan, mereka dihadang oleh UU Perlindungan Anak dan KPAI. Jika mereka gagal menegakkan kedisiplinan peserta didiknya dan gagal menghantarkan peserta didik pada pencapaian tujuan pendidikan, kembali pendidik akan menjadi kambing hitam dan tumbal atas kegagalan tersebut.

Tatkala guru ingin melakukan hukuman terhadap muridnya dalam rangka menegakkan kedisiplinan, maka secara sepontan orang tua dan masyarakat mengkategorikannya sebagai tindakan melanggar HAM dan UU Perlindungan Anak.

Mereka kemudian melaporkan tindakan guru tersebut kepada polisi atau kepada KPAID. Dengan kekuatan tersebut, acapkali guru tidak mendapatkan perlindungan terhadap profesinya. Akibat adanya KPAID dan UU Perlindungan Anak, eksistensi guru berada pada posisi sangat pasif dan menjadi sosok yang serba salah.

Secara yuridis, UU Perlindungan Guru dan Dosen telah termuat dalam UU No 14/2005. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa Pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.

Adapun maksud Perlindungan Profesi yang diamanatkan dalam UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen adalah perlindungan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugasnya. Sementara perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kesehatan, dan/atau resiko lainnya.

Berangkat dari paparan di atas, terlihat bahwa eksistensi UU No 14/2005 telah memuat perlindungan terhadap guru atas profesinya. Namun, implementasi terhadap UU tersebut masih belum terlaksana. UU tersebut lebih banyak disoroti sebagai kekuatan hukum atas peningkatan kesejahteraan guru/dosen, sementara perlindungan terhadap profesi guru/dosen seringkali lepas dari perhatian.

Gambaran Sistem Pendidikan Islam

Di dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan pokok seluruh rakyat yang wajib dipenuhi oleh Negara. Oleh karena itu, Negara menjamin setiap rakyatnya baik laki-laki maupun perempuan dari segala kalangan mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa memungut biaya.

Islam menjadikan aqidah Islam sebagai dasar kurikulum pendidikan. Dengan keyakinan penuh bahwa untuk mewujudkan generasi berjiwa pemimpin memerlukan kurikulum berkualitas yang disusun berdasarkan dan berorientasikan ideologi Islam bukan pasar.

Materi dan metode pendidikan didesain sedemikian rupa sehingga peserta didik memahami dan meyakini bahwa eksistensi Allah swt dengan segala sifat-sifat uluhiyahnya adalah realitas, kesadaran ini dimanivestasikan dengan memandang keridhoan Allah swt sebagai kebahagiaan tertinggi, dan keterikatan kepada syariat Allah swt adalah hal yang mutlak.

Disamping itu peserta didik memandang Islam sebagai sistem kehidupan satu-satunya yang layak bagi manusia. Di atas prinsip-prinsip ini nilai-nilai, akhlak mulia benar-benar menghiasi segenap aktivitas pelajar.
Pendidikan Tanggung Jawab Negara

Dalam Islam pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen maupun infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban negara. Ringkasnya, dalam Islam pendidikan disediakan secara gratis oleh negara (Usus at-Ta‘lîm al-Manhaji, hlm. 12).

Mengapa demikian? Sebab, negara berkewajiban menjamin tiga kebutuhan pokok masyarakat: pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Berbeda dengan kebutuhan pokok individu (sandang, pangan, dan papan) yang dijamin secara tak langsung oleh negara, pendidikan, kesehatan dan keamanan dijamin secara langsung oleh negara. Maksudnya, tiga kebutuhan ini diperoleh secara cuma-cuma sebagai hak rakyat atas negara (Abdurahman al-Maliki, 1963).

Dalilnya adalah as-Sunnah dan Ijmak Sahabat. Nabi saw. bersabda: “Imam bagaikan penggembala dan dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya itu”. (HR Muslim).

Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk 2 (dua) kepentingan. Pertama: untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Kedua: untuk membiayai segala macam sarana dan prasana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya. (An-Nabhani, 1990).

Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara.

Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas Baitul Mal. Pada masa kekhilafahan Umar bin Khatab saja, seorang guru digaji 15 dinar setahun.

Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan pada Ijma Sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari Baitul Mal dengan jumlah tertentu. Contoh praktisnya adalah Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsir Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara.

Fasilitas sekolah disediakan seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian. Begitu pula dengan Madrasah an-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad 6 H oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.

Sistem pendidikan Islam telah terbukti mampu mewujudkan generasi berjiwa pemimpin, menjadi pelopor di segala bidang kehidupan. Mulai dari pemerintahan, sains dan teknologi, militer hingga ekonomi. Dunia telah mengakui kehebatan mereka, sebut saja para khulafaur Rasyidin, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Muhammad Al-Fatih, Shalahudin Al-Ayyubi, Umar bin Abdul Aziz, para imam mazhab, dll.

Sudah saatnya semua insan pendidikan mengalihkan pandangannya ke sistem pendidikan Islam yang bernaung dalam kekhilafahan. Dan berjuang bersungguh-sungguh demi terwujudnya generasi berjiwa pemimpin, penyokong peradaban unggul. Tentu saja demi menggapai ridho Allah. Wallahu a’lam.

 

Penulis Merupakan Guru SMKN 1 Pomalaa & Aktivis MHTI Kolaka

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini