Kekerasan pada Perempuan dan Anak Marak di Bombana, Pemda Bentuk Satgas

224
Kekerasan pada Perempuan dan Anak Marak di Bombana, Pemda Bentuk Satgas
PENGUKUHAN SATGAS - Bupati Bombana Tafdil mengukuhkan 144 satuan petugas (satgas) perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak di aula kantor bupati setempat, Senin (8/4/2019). (MUHAMMAD JAMIL/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, RUMBIA – Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) menjadi persoalan serius. Sejak 2017, tercatat ada 75 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan motif yang beragam.

Kondisi ini membuat seluruh instansi terkait, baik pemerintah daerah, TNI, Polri, dan tim penggerak PKK (TP-PKK) berkomitmen memininalisir dangan membentuk tim satuan petugas (satgas) perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak di desa dan kelurahan.

Sebanyak 144 satgas yang telah dibentuk itu dikukuhkan Bupati Bombana Tafdil di aula kantor bupati setempat, Senin (8/4/2019). Tafdil berharap seluruh satgas mampu bekerja profesional dalam memantau serta memediasi perkara kekerasan pada perempuan dan anak di wilayah masing-masing.

Ketua Tim Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (TP2A) Bombana, Andi Nirwana menekankan agar anggota satgas bisa membaur dengan masyarakat dan menekan adanya upaya kekerasan bagi perempuan dan anak.

Menurutnya, kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Bombana saat ini menjadi masalah serius. Ia tidak yakin hanya 75 kasus saja. Makanya, satgas ini hadir sebagai wadah cepat tanggap dan siap memberantas kekerasan itu secara berkala.

Ketua Tim Penggerak PKK Bombana ini juga menekankan ke seluruh anggota satgas agar memulai aksi penanganan kekerasan itu dari diri sendiri. “Bagaimana kita mau atasi masalah orang lain, sementara diri kita saja tidak mampu,” ujarnya.

Istri Bupati Bombana Tafdil ini menyebutkan beberapa kasus kekerasan yang kerap terjadi di masyarakat. Pertama, masalah perselingkuhan yang tak saja dialami masyarakat kalangan menengah ke bawah, namun menjangkit di kalangan menengah ke atas seperti ASN dan polisi.

“Perselingkuhan itu sangat rentan menghadirkan kekerasan dalam rumah tangga,” katanya.

Selain masalah perselingkuhan, kekerasan pula terjadi karena unsur salah paham. Tanpa disadari kesalahpahaman tersebut menimbulkan kekerasan fisik maupun batin. Ragam motif kekerasan terjadi pula pada anak, baik di lingkungan sekolah maupun keluarga. Karena itu, pihaknya merencanakan pembuatan rumah singgah di setiap kecamatan untuk melindungi perempuan bahkan anak yang mengalami masalah kekerasan.

“Kalau ada masyarakat yang menemukan unsur kekerasan pada perempuan dan anak di wilayah kita, jangan pernah ragu melaporkan ke satgas, jangan ditutupi agar mudah ditangani,” tegasnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bombana Abdul Rahman mengatakan, seluruh satgas P3A dibentuk untuk mengidentifikasi, mencegah, dan memediasi adanya kekerasan pada perempuan dan anak.

“Tahun 2019 ini sudah ada sembilan kasus yang kami temukan. Kami pun meyakini, masih banyak kekerasan yang tersembunyi karena takut melapor,” kata Abdul Rahman.

Kata dia, pembentukan satgas itu pula karena ketersediaan aparat di dinas P3A yang belum memadai serta terkendala pada aspek anggaran.

“Kami yakin dengan adanya satgas ini angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Bombana akan menurun,” ucapnya. (b)

 


Kontributor: Muhammad Jamil
Editor : Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini