Kendari Darurat Narkoba?

185
Rekha Adji Pratama, M.A
Rekha Adji Pratama, M.A
Rekha Adji Pratama, M.A
Rekha Adji Pratama, M.A

 

Satu ton beras cukup untuk mengenyangkan masyarakat satu desa. Sementara satu ton narkoba mampu merusak masyarakat sekabupaten atau kota. Itulah ungkapan yang cocok untuk menunjukkan betapa dahsyat efek negatif narkoba.

Kendari saat ini bisa dikata sedang darurat narkoba. Bagaimana tidak, dalam beberapa hari terakhir warga kota Kendari dihebohkan dengan peristiwa over dosis penggunaan obat terlarang yang menimpa rata rata anak remaja di bawah umur yakni usia sekolah SD, SMP, SMA dan ada pula beberapa orang dewasa. Sampai hari ini telah tercatat lebih dari 50 orang pasien yang dilarikan ke rumah sakit di kota kendari. Tragisnya lagi, Satu orang anak yang masih duduk di sekolah dasar tercatat meninggal dunia, dan puluhan lainnya masih dalam perawatan intensif, bahkan ada yang koma dengan gejala hilang kesadaran dan berhalusinasi serta gangguan pada jantung.

Dari informasi yang beredar di masyarakat dan beberapa media para korban ini mengkonsumsi obat obatan jenis Paracetamol Caffein Carisoprodol (PCC). Jenis obat terlarang ini beredar luas tidak saja di kalangan remaja mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA bahkan sampai ibu rumah tangga pun menjadi korban Narkoba jenis ini. Bahkan, beberapa korban sampai di rawat di RS Jiwa kota kendari sampai-sampai tangan dan kaki mereka harus diikat lantaran sering mengamuk dan bertingkah seperti orang gila.

Direktur Narkoba Polda Sultra Kombes Pol Satria Adhy Pernama memaparkan pihaknya bersama dengan BNN Sultra berhasil mengamankan 5 orang yang diduga mengedarkan obat tersebut. “Dari lima orang itu, satu merupakan apoteker dan satu orang lagi asisten apoteker,” kata Adhy saat jumpa pers di Polda Sultra, Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (14/9). Hadir dalam jumpa pers itu Kasubdit Penindakan BNN Sultra, AKBP Bagus, Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Sunarto dan Kapolres Kendari AKBP Jemi. Barang bukti yang diamankan yakni obat jenis Somadril 5.563 butir dan Tramadol 1.120 butir. Obat tersebut termasuk kategori obat golongan Gevaarlijk atau G. Adhy mengatakan para pelaku dikenakan UU Kesehatan Pasal 197 Nomor 36/2009 dan Pasal 196 terkait penyedia, penadah dan penjual. “Ancaman maksimal 15 tahun penjara,” kata Adhy.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Sudah saatnya kita semua waspada

Kota Kendari menurut rilis BNN menempati peringkat pertama di Indonesia dalam penyalahgunaan narkoba tingkat pemula, ini sebenarnya merupakan tamparan keras bagi pemangku kepentingan kota ini baik itu pemerintah kota kendari dan para penegak hukum seperti kepolisian. Kota Kendari hanyalah kota sedang yang sebenarnya relatif mudah pengawasan dan pemantauannya. Pertanyaan lain muncul sebenarnya apa sih modus pelaku melakukan penyebaran PCC tersebut? Apa jangan-jangan generasi muda kita sengaja dirusak sejak dini agar kedepan bangsa kita semakin bodoh dan mudah dijajah? Mungkin cuman waktu yang bisa menjawab. Intinya, Hikmah dari kejadian luar biasa akibat PCC di kota Kendari ini, semoga bisa membuka mata kita semua untuk mengantisipasi ekstra ketat dari sekecil apapun gejala penyalahgunaan narkoba di masyarakat. Kepolisian, Pemerintah Daerah, Pihak sekolah serta masyarakat baik secara organisasi maupun pribadi harus bergandeng tangan melawan Narkoba secara lebih pro aktif.

Respon Pemerintah Pusat

Penulis yang kebetulan Tenaga Ahli di Komisi IX DPR RI yang merupakan warga asli kota kendari jujur sangat kaget mendengar berita ini. Karena komisi IX tempat penulis bekerja adalah komisi yang membawahi bidang kesehatan dan bermitra kerja dengan BPOM, BNN dan Kementrian kesehatan dimana hampir ditiap RDP bersama anggota DPR RI masalah narkoba ini muncul tapi hanya di Kota-kota besar di pulau jawa, makanya saat mendengar kendari ada kasus saya pribadi terkaget dan tidak menyangka. Di lain tempat Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Demokrat, Ayub Khan mengatakan Dalam waktu dekat saat pembahasan anggaran APBN, Komisi IX akan mempertanyakan dan meminta tindakan tegas kepada Kementerian Kesehatan dan BPOM terkait peredaran pil PCC yang sedang marak menjangkit anak-anak usia remaja di Kendari.

“Komisi IX itu banyak disampaikan ke Kemenkes, BPOM terkait persoalan seperti ini, tapi kami belum melihat tindakan tegas. Sekarang kan masa pembahasan APBN dengan mitra kerja Komisi IX, di sela-sela nanti kita sampaikan, kita diskusikan penanganan persoalan beredarnya obat PCC yang berdampak buruk pada para remaja,” tuturnya. Terakhir, Ayub juga berharap para orang tua dapat mengawasi pergaulan anak-anaknya di lingkungan sekitar. Sebab, keluargalah yang bisa menjadi benteng agar anak-anak remaja tidak terpengaruh mengkonsumsi obat-obatan yang tidak semestinya untuk dikonsumsi. “Saya kira, para orang tua juga harus terlibat ya, keluarga bisa menjadi benteng agar anak-anak tidak terpengaruh obat-obatan yang semestinya tidak dikonsumsi,” tutupnya.

BACA JUGA :  Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Era UU Omnibus Law

Pengawasan

Di samping maraknya peredaran narkoba di Indonesia terkhusus baru-baru ini di Kendari, lemahnya pengawasan secara sosial membuat hal itu merebak. Peran keluarga dan guru menjadi sangat vital untuk membentengi generasi muda dari bahaya narkoba. Mengingat masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Sehingga, mereka gampang terpapar oleh sesuatu yang asing bagi dirinya. Pada awalnya, mungkin mereka mencoba-coba, hingga kemudian terjerembab dan tak bisa keluar dari efek kecanduan akan narkoba.

Berdasarkan Survei Badan Narkotika Nasional tahun 2016 menunjukkan bahwa pengguna narkoba di kalangan siswa yang mencapai 21.194 orang (11.544 SLTA dan 9.650 SLTP). Fakta tersebut adalah alarm bagi kita untuk bahu-membahu menyadarkan dan mengawasi mereka dari barang haram tersebut. Di sinilah, keluarga sebagai unit sosial terkecil harus secara intensif mengawasi dan mengontrol mereka.

Narkoba, adalah virus yang mampu menghambat kemajuan suatu bangsa. Padahal, bangsa yang maju terletak pada sejauh mana masyarakatnya mempunyai idealisme yang diperjuangkan. Sedang narkoba adalah pemupus pandangan-pandangan visioner dan idealisme tersebut. Agar Indonesia tidak menjadi negara gagal, sudah saatnya, seluruh elemen, baik itu militer, polisi, pemerintah dan masyarakat sama-sama menggelorakan semangat antinarkoba. Say no to drug. Mari bersama kita berantas Narkoba! (*)

 

Penulis : Rekha Adji Pratama, M.A
Penulis merupakan Tenaga Ahli DPR RI Komisi IX dan Mahasiswa S3 UNPAD

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini