Kepala Daerah Tak Tegas, Banyak Perusahaan Tambang Tak Bayar BNPB

39
Diskusi Tambang
DISKUSI TAMBANG : Dian Patria (sebelah kanan) aktivis Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia (GPNSI) selaku narasumber diskusi yang dilakukan bersamaa awak media di Gedung KPK, Selasa (30/8/2016). Dalam diskusi itu terungkap banyak perusahaan tambang tidak membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). (FOTO : RIZKI ARIFIANI/ZONASULTRA.COM)
Diskusi Tambang
DISKUSI TAMBANG : Dian Patria (sebelah kanan) aktivis Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia (GPNSI) selaku narasumber diskusi yang dilakukan bersamaa awak media di Gedung KPK, Selasa (30/8/2016). Dalam diskusi itu terungkap banyak perusahaan tambang tidak membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). (FOTO : RIZKI ARIFIANI/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia (GNPSI) mengungkapkan, masih banyak kepala daerah (bupati) yang tidak tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Dari data yang dihimpun GNPSI, sekitar 11.000 pelaku usaha, 70 persen ternyata tidak membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Sebenarnya permasalahan banyak sekali, atau jangan-jangan KPK terlambat. Tetapi kita tetap dukung,” kata Dian, aktivitas GNPSI dalam diskusi yang digelar di Gedung KPK jalan HR. Rasuna Said Kav.C1, Kuningan Setia Budi Jakarta, Selasa (30/8/2016).

Dalam diskusi ini, juga adir lembaga lain seperti Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Walhi, ICW dan sejumlah lembaga lainnya. Mereka menuntut perbaikan sistem terhadap regulasi.

“Misalkan royalti perusahaan boleh dibayar setelah sebulan pengapalan, itu saja 70 persen tidak bayar, maka harus dirubah peraturannya,” ujar Dian.

Lebih lanjut Dian mengatakan, pemberi ijin dalam hal ini bupati atau gubernur diharapkan dapat menegakkan sanksi kepada perusahaan yang tidak melakukan kewajibannya. Ia menilai masih banyak bupati yang beralasan seperti tidak punya data, bukan tanggung jawab saya, atau itu tanggung jawab bupati sebelumnya. Hal inilah yang sering terdengar saat pelanggaran-pelanggaran terjadi.

“Kita melihat pelanggaran kehutanan, pelanggaran lingkungan hidup, pelanggaran pajak, pelanggaran perijinan, dan pelanggaran sektor. Tapi ini sanksinya kok tidak ditegakkan,” pungkasnya.

Pihaknya menilai dugaan korupsi yang ditetapkan KPK terhadap Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam, itu hanya bagian rentetan kejahatan penguasa. Banyak kepala daerah yang lalai dalam menegakkan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan yang manfaatnya tidak langsung dirasakan oleh masyarakat daerah. (B)

 

Reporter: Rizki Arifiani
Editor  : Rustam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini