Kisah Pilu Warga Konut Yang Rumah Hanyut Terseret Banjir

586
Kisah Pilu Warga Konut Yang Rumah Hanyut Terseret Banjir
Siti Nia

ZONASULTRA.COM, WANGGUDU – Siti Nia (58), wanita paruh baya yang videonya viral menangis histeris saat rumahnya hancur terseret banjir bandang di Desa Polora Indah, Kecamatan Langkikima, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Senin (21/5/2018).

Bagaimana tidak, ibu 5 orang anak ini hanya mampu membawa nyawa dan pakaian di badan bersama anak dan suaminya saat lari dari kediaman untuk menyelamatkan diri.

Bencana alam itu telah menghancurkan hidupnya, dan kini keluarganya harus tinggal di tenda pengungsian ukuran 5×7 beralaskan papan tanpa penutup yang berada di pinggir jalan. Makanan sehari-hari pun Nia mengharapkan bantuan para sukarelawan.

Kisah pilu itu masih terlintas jelas dalam benaknya saat dikonfirmasi awak media zonasultra.id dengan berlinang air mata yang membasahi pipinya ia menceritakaan kejadian itu.

(Baca Juga : Kerugian Banjir di Konut Ditaksir Miliaran Rupiah)

Wanita sapaa akrab Nia ini mengatakan, tak menyangka jika tiba-tiba banjir bandang bercampur lumpur langsung menerjang kediamannya bersama warga lain. Ia pun tak sempat menyelamatkan barang-barang berharga lantaran banjir dengan ketinggian hampir 10 meter dari permukaan sungai Landawe seketika itu langsung melenyapkan rumahnya.

“Saya sementara merapikan pakaian, begitu saya lihat air langsung masuk, saya berusaha mau selamatkan berkas-berkas tapi tidak bisa mi karena air dengan cepat tenggelamkan rumah saya, hanya pakaian di badan saja saya keluar sama-samak anaku dengan suamiku,” ucapnya sembari menyeka air matanya.

BACA JUGA :  KPU Konut : Maju di Pilkada, Caleg Terpilih Wajib Mundur

“Hancur perasaan saya kasian pak,” ungkapnya.

Usaha untuk meyelamatkan harta benda nyaris merenggut nyawanya. Wanita yang berprofesi sebagai petani palawija ini pun terseret arus sungai, ia bergelut melawan kerasnya arus sungai Landawe yang meluap hingga akhirnya dirinya terdampar di sebuah tiang yang menjadi satu-satunya pegangan untuk bertahan hidup.

“Saya mau coba ambil uang saya 5 juta hasil penjualan sapi satu-satunya untuk biyaya sekolah anak-anak dan ijazah mereka tapi sudah tidak bisa kasian pak, saya sudah kaya seperti orang bodoh pak,”tutur Nia sedih.

(Baca Juga : Banjir di Konut Rendam 100 Hektar Sawah Milik 214 Petani)

Dengan penuh ketegaran, ia berusaha keras untuk melupakan. Namun, air matanya tak bisa tertahan saat melihat anak-anaknya berangkat ke sekolah untuk mengikuti ulangan sekolah yang hanya mengenakan pakaian biasa pemberian sukarelawan, dan berjalan kaki tanpa beralaskan sepatu.

“Saya dan suami petani palawija, penghasilan sebulanya Rp 500 sampai Rp 700 ribu. Kami sudah tidak punya apa-apa lagi dan tidak tau mau tinggal di mana, kami sudah tidak punya uang, rumah papan yang susah payah kami bangun sudah hancur pak,”ujarnya.

BACA JUGA :  Polres Konut Amankan 10 Pelaku Peredaran Narkotika

Saat ini dirinya hanya mampu bertahan di sebuah tenda darurat yang dibuat warga bersama 3 kepala keluarga lainnya. Dinginnya malam ditambah hujan yang turun membuat anak-anaknya terserang penyakit gatal-gatal.

Kini Nia berharap adanya sentuhan tangan dari pemerintah daerah, membantunya untuk keluar dari keterpurukan atas musibah yang dialaminya bersama warga lain.

“Orang biasa bilang kenapa tidak cepat selamatkan barang-barangmu, saya sampaikan gampang bicara kalau bukan kita yang alami, tapi coba kalau musibah itu menyerang kita mungkin kalau tidak kuat imannya bunuh diri mi, karena sudah tidak tau mi mau bikin apa,”tukasya mengulang tragedi itu.

(Baca Juga : Banjir, 150 Hektar Sawah Petani di Asera Gagal Panen)

Saat ini warga korban banjir harus bergelut dengan penyakit kulit yang menyerang akibat bencana alam itu.

Linda salah seorang perawat yang bertugas di Puskemas Paka Indah mengungkapkan, 22 balita mulai dari umur 1 sampai 5 tahun terserang penyakit bentol-bentol pada kaki dan demam. 34 KK yang mengungisi mengharapkan adanya bantuan pakaian untuk anak-anak serta air bersih, karena air yang biasa mereka gunakan telah tercemar berubah warna menjadi merah bekas galian tanah tambang.

“Saya bertanggung jawa memperhatikan kondisi mereka, seperti inilah kondisinya sangat memprihatinkan,”tutupnya. (A)

 


Reporter : Jefri Ipnu
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini