La Ode Ida Sebut “Akademisi Tukang” Turut Berperan Atas Hadirnya Tambang di Konkep

1649
Laode Ida
La Ode Ida

ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Komisioner Ombudsman RI La Ode Ida turut menyoroti penolakan masyarakat terhadap kehadiran tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara (Sultra).

La Ode Ida mengatakan, secara fisik wilayah Konkep merupakan pulau yang kecil dengan satu kabupaten, sehingga butuh pertimbangan matang untuk memberikan izin pertambangan di daerah tersebut. Ia menyebut “akademisi tukang” ikut berperan dengan keluarnya izin usaha pertambangan (IUP) di Konkep.

Menurut La Ode Ida, pemberian IUP di Konkep memberikan dampak serius terhadap lingkungan dan mengancam ekosistem. Sebab, limbah pertambangan mengalir ke laut yang akan merusak ekosistem di laut. Secara otomatis berdampak pada mata pencaharian masyarakat Wawoni yang sebagian besar adalah nelayan.

“Memang seharusnya dikaji ulang kalau memberikan izin di situ. Sebelum memberikan izin kan konsultasi publik secara luas, perlu konsultasi, dan itu pasti terjadi ketika kajian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dilakukan,” kata La Ode Ida saat dikonfirmasi awak Zonasultra pada Senin (11/3/2019).

Mantan Wakil Ketua DPD RI ini menerangkan bahwa setiap yang bermohon untuk memperoleh IUP maka harus memperoleh wilayah usaha pertambangan. Hal itu tercantum dalam tata ruang atau zonasi pertambangan. Jika ingin meningkatkan menjadi izin ekplorasi, maka harus dilakukan studi kelayakan untuk melihat aspek bisnis dari lahan yang akan dieksplorasi.

(Berita Terkait : Demo Tolak Tambang di Kantor Gubernur Ricuh)

Setelah itu masuk tahapan amdal yang dikerjakan oleh akademisi ahli dalam bidang lingkungan. Amdal bukan sekedar teknis lingkungan tapi juga dari aspek sosial, apakah masyarakatnya menerima atau menolak usaha pertambangan tersebut. Amdal juga menetukan apakah izin eksplorasi bisa ditingkatkan menjadi izin produksi.

“Secara lingkungan ini layak atau tidak layak, tapi umumnya dalam studi amdal di proyek-proyek selalu dinyatakan layak. Itu yang tidak beres, banyak yang jadi akademisi tukang, melacurkan keilmuan sebagian untuk menyatakan ini layak,” tegas La Ode Ida.

Menurutnya banyak pihak turut berkontribusi atas kehadiran tambang di salah satu kepulauan di Bumi Anoa tersebut. Baik pebisnis tambang, akademisi yang mengeluarkan amdal, maupun pemerintah daerah yang mengeluarkan IUP. Namun jika saat ini terjadi penolakan besar-besaran dari masyarakat, maka harus dikaji ulang atas 13 IUP yang ada di Konkep.

(Berita Terkait : Pemerintah Pusat Sepakat Tak Ada Ruang untuk Pertambangan di Konkep)

“Saya kuatir kalau ini dipaksakan akan jadi masalah serius ke depan, dan itu terjadi secara umum di Sultra maupun daerah-daerah tambang,” pungkas La Ode Ida.

Ombudsman RI juga telah bertemu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan akan membahas masalah pertambangan di Sultra pada pertemuan selanjutnya.

Sebagai informasi, IUP di Pulau Wawonii terbit sejak medio 2007 sampai 2008 di masa pemerintahan Kabupaten Konawe (Konkep belum mekar) yang dipimpin oleh Lukman Abunawas. Belakangan masyarakat melakukan aksi demonstrasi di kantor Gubernur Sultra menolak pertambangan di Konkep dan meminta sikap tegas pemda untuk mencabut IUP tersebut. (a)

 


Reporter: Rizki Arifiani
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini