MA Bebaskan Umar Samiun dari Kasus Suap Mantan Hakim MK

10361
Samsu umar abdul samiun
Samsu umar abdul samiun (Foto : detik.com)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Mantan Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun alias Umar Samiun dinyatakan bebas dan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) atas kasus suap terhadap mantan hakim Akil Mochtar dalam sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Buton yang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

Mahkamah Agung mengesampingkan putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan menjatuhkan pidana penjara 3 tahun 9 bulan dan denda Rp150 juta karena terbukti menyuap Akil Mochtar Rp1 miliar.

Kuasa Hukum Umar Samiun Dian Farizka membenarkan perihal putusan MA itu. Namun hingga saat ini pihaknya belum menerima salinan putusan tersebut. Hari ini dia berencana akan mengurus administrasi itu agar politisi asal Pulau Buton tersebut bisa secepatnya keluar dari Lapas Sukamiskin.

“Iya benar (bebas). Kami akan mengurus ke Mahkamah Agung untuk meminta petikan salinan putusan tersebut. Kalau kita meminta salinan putusan itu kan terlalu lama, jadi kita cukup petikan salinan putusan saja. Selanjutnya akan dibawa ke Lapas,” ungkap Dian Farizka saat dihubungi, Kamis (12/12/2019) malam.

Baca Juga : Umar Samiun Divonis 3 Tahun 9 Bulan Penjara dan Denda 150 Juta

Setelah persyaratan administrasi pembebasan Umar Samiun lengkap, Dian dan kawan-kawan selanjutnya melakukan komunikasi dengan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait masalah putusan PK ini, kemudian membawa berkas petikan ke Lapas Sukamiskin.

Dian menjelaskan, Umar Samiun melakukan permohonan PK karena ada kekhilafan hakim dalam melakukan putusan perkara. Sebab, bukti dan saksi yang diperiksa dalam persidangan tidak ada yang memberatkan mantan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.

BACA JUGA :  Seorang Wanita di Kendari Jadi Korban Salah Tembak Polisi

“Kita ini dasarnya kekhilafan hakim, karena semua saksi yang dihadirkan pada waktu itu (sidang Tipikor PN Jakarta), di situ semua saksi tidak ada yang memberatkan Umar Samiun, kemudian bukti-bukti yang ada justru tidak ada, bukti yang memberatkan tidak ada, yang memberitakan cuma transfer,” tandasnya.

Pengacara tersebut juga menilai hakim keliru menerapkan pasal karena menurutnya pasal yang harusnya dikenakan adalah pasal 13 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan bukan Pasal 6.

“Kekeliruan penerapan pasal saja. Ya kekhilafan hakim. Dakwaan berdasarkan bukti pasal 13 bukan pasal 6,” T
Tegas Dian.

Menurut Dian, setelah putusan MA keluar, Umar Samiun langsung berkomunikasi dengan dirinya. Dian mengatakan Umar sangat bersyukur atas putusan tersebut. Pihaknya bakal secepatnya menyelesaikan administrasi pembebasan agar Umar bisa kembali ke tanah Buton.

“Tadi malam pak Umar telepon, tadi sore juga telepon, intinya pak Umar ini mengucap rasa syukur, Alhamdulillah, dengan adanya putusan PK ini, sehingga ada keadilan di masyarakat. Bersyukurnya sangat luar biasa, pak Umar ini berharap secepatnya bisa ketemu keluarga dan masyarakat di Kabupaten Buton,” katanya.

Baca Juga : Umar Samiun: Saya Tidak Pernah Suap Akil Mochtar

Dian juga mengungkapkan kondisi kesehatan mantan Bupati Buton itu selama menjalani hukuman dua tahun sembilan bulan dalam keadaan baik karena menurut Dian, Umar tidak pernah merasa bersalah.

BACA JUGA :  Seorang Wanita di Kendari Jadi Korban Salah Tembak Polisi

“Alhamdulillah baik, tambah gemuk. Saya kira seperti itu, gak bersalah. Itu sebetulnya itu bukan kelakuan atau perbuatan dari Umar Samiun. Karena prinsipnya dari awal, pada waktu sengketa Pemilu di MK, Umar Samiun ini tidak pernah bertemu, bertemu bukan masalah deal-dealan,” pungkasnya.

Umar Samiun divonis pidana penjara 3 tahun 9 bulan dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Hakim Ketua Ibnu Basuki saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Hakim menyatakan Umar Samiun terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan pertama. Perbuatan Umar Samiun menurut hakim tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Selain itu, hal yang memberatkan adalah Umar Samiun sebelumnya pernah dipidana terkait kasus pemilu. Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK yakni pidana lima tahun dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.

Umar dinilai terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengatur mengenai hukuman pidana memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara. (*)

 


Kontributor: Fadli Aksar
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini