Megaproyek Rp 8 Triliun Konawe: Komisi VI DPR Yes, Gubernur No

78

Sebagai bentuk persetujuannya, Ketua Komisi VI DPR Ahmad Faridz Tohir meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe agar segera melengkapi berkas terkait percepatan pengerjaan megaproyek tersebut.&nbs

Sebagai bentuk persetujuannya, Ketua Komisi VI DPR Ahmad Faridz Tohir meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe agar segera melengkapi berkas terkait percepatan pengerjaan megaproyek tersebut. 
Faridz yang juga politisi PAN itu menjelaskan, Konawe merupakan satu dari sekian banyak daerah yang ditetapkan sebagai kawasan pengembangan industri yang didanai pemerintah pusat melalui APBN yang dananya mencapai Rp 8 triliun.
“BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) berjanji akan membuat pengurusan izin terpadu satu pintu untuk mengurus segala izin yang diperlukan untuk mempercepat proses pembangunan mega industri ini,” kata Faridz saat melakukan kunjungan kerja di Kendari, Senin (16/3/2015).
Faridz  menambahkan, jika nantinya dalam pengurusan izin di BKPM Pemkab Konawe menemukan kendala-kendala atau pihak BKPM sengaja memperlambat, dia meminta agar hal itu dilaporkan.
Sikap berbeda justru diperlihatkan oleh Gubernur Sultra Nur Alam. Dia meminta Komisi VI DPR untuk kembali meninjau kebijakan pemerintah pusat tentang penetapan Kecamatan Morosi dan Bondoala, sebagai kawasan proyek mega industri.
“Pemerintah pusat tidak pernah mengetahui bagaimana kondisi di Sultra ini, tiba-tiba saja langsung menetapkan Konawe sebagai kawasan proyek mega industri. Jadi sekali lagi saya meminta kepada anggota DPR-RI untuk tidak serta merta menyetujui rencana tersebut, sebab saya melihat masih banyak hal yang perlu ditinjau ulang, terlebih masalah alih fungsi tambak dan persawahan milik petani,” kata Nur Alam.
Gubernur juga menyatakan hendak meluruskan paradigma masyarakat, khususnya tokoh-tokoh masyarakat Konawe, yang menuding dirinya sengaja menghambat proses pembangunan di daerah itu. Hal tersebut dilakukannya lebih pada pertimbangan potensi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang bisa berujung pidana.
“Tapi kalau mereka ngotot yah silakan saja, tapi saya tidak mau ikut-ikutan. Silakan perbaiki dapurnya dulu, jangan sampai setelah pembangunan ada yang dijemput Pak Kapolda,” tutup Nur Alam.(*/Restu)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini